Darren Evans tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama perjalanan. Maya pun terlalu terguncang, hanya bisa menangis tanpa suara dan duduk dengan tangan gemetar, tak berani bertanya pada lelaki di sampingnya itu. Setelah melaju selama dua jam, mobil berbelok ke sebuah minimarket merangkap SPBU di kota kecil menuju Davenport. Darren membuka pintu penumpang, memegang lengan Maya untuk membantunya keluar mobil.
"Aww!" ringis asistennya sembari memegang bahunya.
"Sendi bahumu bergeser. Ikuti saya, dan jangan banyak bertanya, nanti akan saya jelaskan semuanya." Darren berjalan ke belakang minimarket, membuka pintu garasi, dan mengeluarkan mobil pick up silver.
"Coba lihat bahumu!" pinta Darren. Menahan sakit, Maya menyorongkan bahunya yang terasa sakit.
"Maya, lihat saya dan dengarkan baik-baik apa yang akan saya katakan. Pria tadi tidak salah sasaran, dia mengincarmu karena kau adalah anak bos mafia terbesar, Melvin Bonar Vargas!!" ucap Darren dengan tenang, menatap dalam retina biru Maya.
"Apa??" Maya tidak siap dengan penjelasan Darren.
KREK!!
"Aaww!!!" Teriakan kencang membahana di SPBU yang sepi itu. Darren telah mengembalikan sendi bahu Maya ke posisinya semula.
"Pak Evans ... ya am-pun!! Sakiit!" Maya menggelosor di lantai dan matanya basah tanpa bisa dicegah. Ia mengentakkan kedua kakinya kesal karena Darren menarik bahunya tanpa aba-aba.
"Kau tidak bisa cengeng. Kita harus segera ke rumah aman sebelum orang-orang itu menyadari misi mereka gagal."
"Bapak nggak sedang bercanda 'kan?"
"Pak Evans, Nona Vargas, kalian sebaiknya bergegas, info baru saja masuk, mereka menuju kemari, sepertinya mobil yang kalian pakai dipasangi pelacak," seru seseorang yang keluar dari minimarket.
"Brad?? Siapa sebenarnya kalian?" Maya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Gadis itu mundur, antara takut dan bingung.
"Kalau kau mau tetap hidup dan membalas mereka, maka kita berangkat sekarang juga!" Darren sudah berada di balik kemudi.
"Pergilah Nona, nanti Bos akan menjelaskan semuanya!" Brad mendorong Maya masuk ke mobil. Dengan linglung Maya mengikuti perintah kedua lelaki itu. Mobil keluar dari garasi.
"Jaga diri Brad. Hanguskan tempat ini segera, kita ketemu di rumah aman!"
"Siap Bos!"
Mobil pick up silver yang penuh dengan bekas lumpur itu melaju kencang ke arah Davenport.
"Apa bahumu masih sakit?" Darren melirik gadis yang menatap jalan dengan tatapan kosong itu. Hanya terlihat gelengan samar dan gerakan tangan yang berkali-kali menghapus air mata yang mengalir tanpa suara.
"Maafkan saya. Minumlah dulu agar kau tenang. Ini di luar prediksi. Seharusnya kita masih punya waktu banyak untuk persiapan, tapi rupanya kita harus gerak cepat." Darren mengeluarkan botol minum dari dalam dasbor.
"Apa maksudnya Pak?" Maya menoleh, mengambil botol minum yang disodorkan Darren dan meneguknya dengan gusar.
"Tak lama lagi kau akan tahu, Maya. Tidurlah dulu!" Ujung bibir Darren naik melihat mata Maya yang mulai sayu dan tak lama kemudian terpejam. Gadis itu tidak tahu bahwa air yang diminumnya telah diberi obat tidur agar ia tidak menyusahkan sepanjang perjalanan ke kota Iowa.
Perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu tiga jam kurang tiga puluh menit berhasil dilalui selama satu jam lima puluh menit saja. Mobil pick up itu kini memasuki area gudang terbengkalai tak jauh dari pusat kota. Darren melambaikan tangan pada kamera di pintu gerbang dan otomatis pintu itu membuka. Mobil berjalan menuju belakang gudang dan pintu garasi di salah satu gudang terbuka. CEO DareTrade itu memarkirkan mobil pick upnya dan membangunkan Maya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Target --(TAMAT)
AksiMaya Nauli baru saja mendapat pekerjaan sebagai asisten pribadi CEO DareTrade Company di New York. Semuanya seharusnya berjalan baik-baik saja saat satu persatu peristiwa mengenaskan terjadi di sekelilingnya, hingga suatu hari nyawanya menjadi incar...