Motor Joey berhenti di depan lobi kantor DareTrade. Maya turun melompat dari motor dan melepas helmnya.
"Maaf, rambutmu jadi kusut gara-gara memakai helm, harusnya tadi aku meminjam mobil." Joey membenarkan poni Maya yang berantakan.
"Bukan masalah besar, Joey. Aku bisa merapikannya di toilet nanti. Justru aku yang minta maaf karena merepotkanmu. Kamu tidak perlu mengantarku tadi, aku sudah memakai mobil kantor." Maya mengibaskan rambutnya dan menyerahkan helm pada Joey yang terlihat gagah dengan jaket kulit coklatnya.
"Supirmu saja tidak masalah. Lihat, dia juga sudah sampai. Kenapa dia tidak memercayakanmu padaku dan harus mengikuti kita sepanjang perjalanan?" Wajah tampan Joey merengut menunjuk mobil yang dibawa Adam ke tempat parkir basement.
"Kebijakan perusahaan." Maya menarik pipi Joey, merasa gemas dengan tingkah lelaki itu.
"Atasanmu berlebihan. Apa ini cuma akal-akalannya saja? Mungkin dia menyukaimu hingga menjagamu begitu ketat. Apa dia tidak tahu kamu memiliki kekasih super tampan?" Pria berambut pirang itu memajukan wajahnya pada Maya.
"Jangan konyol Joey! Pak Evans hanya memastikan asistennya datang tepat waktu karena aku harus selalu mendampingi beliau mengerjakan proyek. Kalau kamu merengut begitu, aku jadi ingin menciummu!" Wanita latin peranakan itu ikut memajukan wajahnya, membuat keduanya hanya berjarak sepuluh sentimeter.
"Lakukan saja!" Tantang Joey menggoda.
Tin! Tin! Wajah Maya otomatis menjauh mendengar suara klakson di belakang motor Joey. Darren Evans turun dari mobil dengan raut datar.
"Bos menyeramkanmu rupanya," bisik Joey membuat Maya memelotot.
"Pagi, Pak Evans. Kenalkan ini Joey, Joey ini bosku Pak Darren Evans." Maya mengangguk hormat pada Darren dan memperkenalkan Joey.
"Pagi. Maya kita harus segera ke ruang rapat, tim marketing sudah menunggu. Permisi, Joey!" sahut Darren dingin, mengangguk sekilas pada Joey dan berjalan masuk ke gedung.
"Ah, ya silakan. Aku akan menjemputmu nanti malam sesuai janji kita, oke?" Joey menutup kaca helmnya dan menyalakan mesin motornya. Maya mengangguk dan melambai pada Joey yang perlahan menjauh dari lobi dengan motornya.
"Hei, mengapa wajahmu ditekuk seperti itu?" Maya menjajari langkah Darren yang panjang dan tergesa.
"Apa dia menjemputmu di apartemen? Dia tidak tahu bahwa kamu adalah CEO baru DareTrade, kan?" tanya Darren sambil menekan tombol lift.
"Aku tidak sebodoh itu Darren. Dia hanya tahu aku asisten pribadimu. Lagipula rilis pers tentang perubahan CEO baru akan dilakukan minggu depan 'kan, tenang saja. Kami tidak bertemu di apartemen, tadi aku pergi bersama Adam, lalu kami mampir ke minimarket tempat kerja Joey, dan setelah itu dia ingin mengantarku ke kantor, jadi Adam mengikuti kami pakai mobil." Maya mengerling sambil menyilangkan kedua tangannya, tidak terima anggapan Darren yang meremehkannya.
"Baguslah, aku hanya ingin kamu berhati-hati terhadap segala kemungkinan," ujar Darren begitu pintu lift membuka. Ia melangkah masuk dan menengok ke belakang, Maya tetap diam di tempatnya.
"Termasuk Joey?" Maya menahan pintu lift yang hendak menutup.
"Terutama orang yang dekat denganmu, kamu mengerti 'kan?" Darren mengetuk-ngetuk dahi Maya dengan telunjuknya.
"Ya, ya ... aku mengerti. Kamu ke ruang rapat lebih dulu, aku mau ke toilet." Maya melepaskan tangannya dan pintu lift perlahan menutup.
"Oke." Hanya satu kata yang terlontar dari mulut Darren. Maya berbalik berjalan menuju toilet, sementara Darren menatap punggung Maya yang menjauh dengan senyum lebar tersungging di wajahnya.
"Kendalikan dirimu, Darren! Maya punya kekasih! Ciuman yang pernah terjadi di antara kalian berdua itu hanya karena kondisi sentimental, jangan terbawa perasaan! Fokuslah, tugasmu menjaga dan melindunginya, bukan bermain hati dengannya! Dasar bodoh!!" Garis lengkung bibir Darren kembali mendatar mendapati teguran suara hatinya. COO itu memaki dirinya sendiri, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, dan menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya sekali buang. Pikiran dan hatinya selalu tak sejalan jika menyangkut seorang Maya Nauli.
***
Darren meneguk birnya dengan rakus sambil memandang warna-warni lampu yang menyorot dari kendaraan, papan iklan, dan gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari balkon apartemennya. Ia mengisap rokok terakhirnya dan mematikan bara di puntung yang tersisa ke dalam asbak yang penuh dengan 12 batang puntung rokok.
Masih terekam jelas dalam ingatannya, saat ia berpapasan dengan Maya di lift begitu mereka akan pulang lima jam yang lalu. Setelan kantor Maya sudah berganti dengan sackdress hitam tanpa lengan dan bagian punggung yang terekspos, membuat gadis itu terlihat sangat memukau di mata Darren. Begitu mereka keluar dari lobi, sebuah mobil Chevrolet Impala 1967 merah sudah menanti. Maya terlihat senang dan berlari kecil masuk ke dalam mobil itu, meninggalkan Darren yang diam terpaku menatap nanar Impala itu pergi.
Tangannya kembali mengecek ponselnya untuk kesekian kalinya, berharap ada notifikasi dari CEO DareTrade itu, tapi nihil. Pesan yang masuk hanyalah ajakan dari Andrew yang menunggunya di klub malam bersama beberapa kolega untuk menghabiskan malam akhir pekan. Darren membuang kaleng bir yang telah kosong secara asal ke tempat sampah, yang berakhir menjatuhkan tempat sampah dan menumpahkan sebagian isinya.
Tidak peduli dengan kekacauan yang dibuatnya, pria lajang terfavorit di DareTrade itu berjalan menuju pintu, mengintip keadaan apartemen bernomor 1506 di seberangnya. Tidak ada sama sekali tanda-tanda kedatangan Maya. Hati Darren merasa tidak tenang, merasa ada yang tidak beres. Bukan karena cemburu, tapi ada aura negatif saat ia sempat beradu pandang dengan Joey yang tersenyum di dalam Impala tadi.
Teet!! Teet!! Bunyi notifikasi dari ponselnya mengalihkan perhatian Darren dalam sekejap. Ia berlari mengambil ponsel dan membuka peta. Terlihat titik merah berkedip-kedip di daerah perbatasan kota. Darren menyalakan televisi, menyambungkan dengan ponsel Andrew, Adam dan tim khusus DareTrade. Layar televisi menampilkan wajah-wajah tegang.
"Itu Maya?" tuding Darren tidak sabar.
"Ya, Pak Evans! Sinyalnya berada di sekitar Kawasan Storm King Mountain," lapor salah satu tim khusus setelah mengecek di layar komputer.
"Sial!!" Suara Darren terdengar menggelegar. Ia merutuki dirinya sendiri karena firasatnya benar.
"Adam, kau tidak mengikuti Maya? Kemana dia dan bersama siapa?" tanya Andrew sambil bergegas meninggalkan klub malam.
"Nona Vargas memintaku untuk tidak bertugas karena beliau ada acara makan malam bersama pacarnya, Joey di restoran Gold Rose milik kita. Saya sudah bersikeras tapi Nona Vargas tetap tidak mengijinkan saya, maafkan saya!" Adam terlihat panik dan menyesal.
"Sudah, sisakan penyesalanmu nanti. Sekarang kamu siapkan pasukan, kita meluncur ke sana! Darren, hei kamu mau kemana?" Andrew memberi instruksi lalu berseru pada Darren karena lelaki itu menghilang dari layar.
"Aku pergi duluan, cari mobil Impala merah, temukan bocah brengsek itu, terus pantau dan beri laporan padaku, ayo cepat bergerak!" Darren mengambil senjata, memakai sepatu dan meninggalkan apartemen dengan tergesa.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Target --(TAMAT)
ActionMaya Nauli baru saja mendapat pekerjaan sebagai asisten pribadi CEO DareTrade Company di New York. Semuanya seharusnya berjalan baik-baik saja saat satu persatu peristiwa mengenaskan terjadi di sekelilingnya, hingga suatu hari nyawanya menjadi incar...