Sasa terpaku, tubuhnya membeku. Dia menyesal mengatakan semua itu tadi. Kenapa harus Iqbaal yang menemukan diarynya.
Sasa sontak meraih bukunya. "Kok bisa?"
"Gua temuin di kantin, maaf gua baca."
Bola mata Sasa membola sempurna. Dia tak bisa mengatur nafasnya. Sudah dua duga. Sasa berdiri segera dan meninggalkan Iqbaal sendiri.
"Tunggu!"
"Malu baal," balas Sasa kini menjauh.
"Kenapa malu?" tanya Iqbaal lagi membuntuti Sasa.
"Ih pokoknya malu."
"Aku bantuin yah supaya cowo itu mau," ucap Iqbaal menarik tangan Sasa.
Sasa menutup matanya, dia tak berani menatap cowok yang berada di depannya. "Ga usah!"
"Buka matanya!"
Sasa perlahan membuka matanya. "Baal, aku malu."
"Kenapa malu sih?"
"Kenapa di baca sih?"
"Yah maaf, gua hanya ingin tahu siapa nama cowok yang cewek gua suka yang dia ditulis di dalam buku itu."
Deg!
Jantung Sasa tidak aman sekarang, rasanya ingin menghilang aja dari bumi. Rasanya mu sekali.
"Hah?"
"Denger atau pura pura ga denger?"
iqbaa mengeluarkan tustel di sakunya. "Nih gua bawa tustel."
"Ih Iqbaal mah."
"Biar denger."
Sasa berdecak kesal. "Ih."
"Yaudah tunggu apa lagi, nyatain aja perasaan sama cowok itu!"
"Loh, kok aku? Cowok itu dong," protes Sasa.
"Dia maunya kamu!"
"Aku maunya dia!"
"Yaudah, jadian kita."
"Hah?"
"Hah lagi."
"Maksudnya?"
***
Sasa berlari keluar setelah mendapat pesan singkat dari Iqbaal. Di luar sana sudah ada Iqbaal dengan pakaian sekolah yang rapi.
"Ngapain?"
"Jemput pacar aku."
Sasa tertawa. "Emang anda pacar saya?"
"Bukan sih," balas Iqbaal.
Raut wajah Sasa berubah seketika.
"Lebih ke calon istri sih."
Gadis itu memalingkan wajahnya.
"Senyum aja, ga ada yang larang kok. Kalau ada yang larang, aku patahkan lehernya."
"Ih, ayo berangkat."
Sasa berusaha agar tak tersenyum. Padahal sebenarnya rasanya sangat berbunga. Rasanya ingin terbang sekarang juga.
"Tambahin sayang, biar lebih wow."
"Ga yah!"
"Yaudah ga mau berangkat."
"Yaudah aku berangkat sendirian, naik angkot."
Sasa berjalan menjauh meninggalkan Iqbaal.
"Jangan salahin nanti, kalau aku di ambil orang."
Sasa kembali berlari menghampiri Iqbaal. "Bukannya kebalik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You [HIATUS]
Teen FictionKarena rasa ego dan gengsi mengakui perasaan, membuat mereka hanya bisa saling mengagumi dalam diam. Namun apakah mereka berakhir bersama atau tidak itu di tentukan oleh ego mereka dan rasa gengsi yang menyelimuti diri mereka.