Deep talk

75 30 25
                                    


"Someone to talk"

Langit malam Bandung kembali indah dengan hiasan kelipan bintang dan cahaya bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit malam Bandung kembali indah dengan hiasan kelipan bintang dan cahaya bulan. Suasananya terasa lebih sejuk dari yang kemarin, tentu saja hal ini membuat Alleya semakin nyaman bersantai di balkon apartemennya, sambil mengisi waktu luangnya dengan menulis. Apalagi besok ia akan mengisi acara book talk atas launching buku novel populernya di sebuah toko buku terbesar. Alleya harus menyiapkan PPT yang akan ia presentasikan besok.

Seperti biasanya jika Alleya tengah menghabiskan waktunya di balkon apartemen pasti saja itupun terjadi dengan Arden. Sama seperti Alleya Arden tengah asik memainkan gitarnya dan bernyanyi merdu.

I'm so in love with you...

Suara merdu Arden mampu mengalihkan Alleya dari dunia novelnya. Ia merasa terkagum-kagum oleh suara Arden yang terdengar sopan di telinganya.

"Kenapa Al liatin mulu?" tanya Arden secara spontan, membuat jantung Alleya berdegup kencang.

"Aa-apasih, orang aku liatin gitarnya, lagian bagus banget gitarnya..."

"Ouh, dikirain merhatiin orangnya,"

"Dih pengen banget diperhatiin!" sahut Alleya ketus.

"Iya pengen apalagi perhatian dari lu!." Arden menyahut asal, ia memang seceplas-ceplos itu. Bagi Alleya hal ini sudah biasa, justru yang aneh ketika Arden mode serius, tapi Alleya menyukai jika Arden memasang mode serius.

"Ar menurutmu bagaimana jika ada orang yang membenci hidupnya?" tanya Alleya random.

"Random amat Al pertanyaannya. Kenapa lu lagi punya masalah?"

"Enggak sih, gapapa cuma pengen tahu aja jawaban setiap orang,"

"Untuk apa membenci hidup? bukankah Allah telah mengatur skenario yang terindah? Allah itu gak pernah minta kita untuk mencintai hidup, tapi Allah hanya meminta kita untuk bertahan dalam pahitnya kehidupan.

Lagi-lagi Alleya tertegun oleh jawaban bijak Arden.

"Al tapi lu beneran lagi gak ada masalah kan?" tanya Arden memastikan.

Alleya menggeleng cepat.

"Al kalo boleh gue tau, lu pernah gak benci hidup atau benci takdir gitu?"

Alleya tersenyum samar, secara tiba-tiba dadanya terasa seperti tertusuk. Benak pikirannya dengan cepat mengarah kepada kejadian yang menimpa papanya.

"Eumm..... Pernah waktu papa meninggal dan di situ aku mikir papa meninggal karena aku, andai aja waktu itu papa gak beliin obat buat aku, mungkin kecelakaan maut itu gak akan pernah terjadi. Semenjak kejadian itu aku bener-bener benci diri sendiri, bahkan terkadang hingga saat ini pun aku masih mencoba berdamai dengan keadaan," jelas Alleya sambil menahan air matanya.

Arden yang melihat raut wajah Alleya, sontak merasa bersalah, sebab membuat sang gadis itu teringat akan sosok ayahnya.

"Mungkin Ar, sebelum kejadian itu gak pernah terbayang bahwa kehilangan akan terasa sangat sakit. Aku paham bahwa ternyata mengikhlaskan adalah tahap tertinggi dalam mencintai." Alleya menghapus air matanya yang mengalir semakin deras.

Alleya dan Dunia Novelnya (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang