Masih ada harap

126 21 1
                                    

Happy reading

Terdengar hembusan napas berat, ia menatap rumah lamanya, sejak lima menit yang lalu, ia baru saja sampai. Entah apa yang sebenarnya ia inginkan, yang pasti kerinduan ini sudah mengalahkannya.

Amira menggenggam tangan putrinya, menatap Zoya, tersenyum dan mengangguk, lalu mengajaknya masuk ke dalam.

Para pekerja menyambut kedatangan mereka kembali, setelah enam bulan mereka pergi.

Kakinya membawa dirinya memasuki kamar yang sempat ia tinggalkan, tanpa sepatah kata ia ucapkan kepada orangtuanya. Kekosongan yang kian menyeruak didalam hatinya, menatap sekeliling kamar yang kini terlihat rapih.

Ia mendudukkan dirinya, mengelus perutnya yang kian membesar, tiga bulan lagi, tiga bulan lagi ia akan hadir dalam hidupnya, dan semoga menghilangkan segala kekosongan yang ia rasakan.

"Maaf ya, Mama sudah berusaha mencoba untuk berdamai, tapi rasanya sangat sulit."

Mata sayu itu berkedip beberapa kali, menghalau cairan yang ingin jatuh bebas.

"Mama juga tidak tahu, apakah ini keputusan yang benar dengan kembali kesini, Mama berharap tidak ada lagi yang tersakiti."ucap Zoya.

Ingin ia mengajak bicara janin yang berada dalam kandungannya. Namun, ia rasa, ia tidak sanggup lagi. Sesak dalam dadanya tak kunjung hilang, rasa bersalah yang datang menghampiri dengan tiba-tiba, karena merasa memisahkan calon anaknya dengan Ayahnya sendiri.

****

Berita kepulangan Zoya langsung diketahui oleh Arya. Iya yang menerima kabar saat melakukan meeting, dan saat itu pula Arya langsung mengakhirinya.

Hatinya bergemuruh, senang bukan kepalang, kerinduan yang ia tahan berbulan-bulan kini telah sampai pada puncaknya. Iya bergegas mengendarai mobilnya menuju kediaman Ananta.

Bayangan wajah Zoya kian nyata berputar dalam kepalanya, ia bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia hanya ingin diizinkan untuk kembali bersama dengan orang yang dia cintai.

Hari ini Kemal berpihak padanya ia dengan sukarela memberi kabar ini kepadanya, mungkin dia tahu selama ini Arya benar-benar menyesali perbuatannya.

"Ayah janji akan bawa Buna pulang ke rumah, Rumi pasti senang bisa bertemu dengan Buna lagi."ucap Arya dengan ujung bibir yang tertarik keatas, rasa senang itu tidak bisa ia sembunyikan.

Mobil yang ia bawa kini memasuki gerbang kediaman Ananta, lantas saat itu pula Arya keluar dari dalam mobil. Keadaan rumah yang cukup ramai, karena terlihat beberapa pekerja rumah tengah beraktivitas seperti biasanya.

Beberapa pekerja rumah yang mengenali Arya, langsung menghampirinya.

"Pak Arya, mau bertemu dengan tuan Zaky?"tanya salah satu dari mereka yang menghampiri Arya.

Arya mengangguk, setelahnya pekerja itu melenggang pergi menyampaikan kehadiran Arya kepada tuan rumah mereka.

Tak lama Arya dipersilahkan untuk masuk, disana Zaky sudah duduk diruang tamu menatapnya dengan tatapan dinginnya.

Masih ada rasa tak terima dibenak Zaky bahwa putri kesayangannya harus terluka akibat ulah pria bajingan ini.

"Untuk apa kau datang ke sini?"sarkasnya.

"Saya ingin menemui Zoya."ucapnya penuh yakin.

"Saya sudah katakan untuk tidak bermain-main dengan putri saya."Zaky beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri Arya, dan...

Bughh....

Sebuah tinju mendarat di pipi kanan Arya. Tubuh itu masih tegak berdiri walaupun wajahnya terhempas kesamping.

Mazoya AnantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang