Apartemen yang mewah dan luas menjadi pemandangan yang menyambut Hanbin ketika kakinya berhasil menjejak ke sebuah gedung pencakar langit.
Dalam mimpinya tak pernah berangan kalau ia akan merasakan hidup diantara kemewahan seperti ini.Aura yang dimiliki Jiwoong sangat kuat, kentara sekali dengan desain dan interior di apartemen tersebut.
"Anggaplah rumah sendiri Hanbina" ucap Jiwoong dengan senyuman lebar."Kau sangat kaya Jiwoong" kekehan lepas dari belah bibir Jiwoong mendengar celetukan Hanbin.
"Yah semua ini berasal dari kantong pribadiku"Ah Hanbin jadi teringat Gunwook di Samjinae, dia selalu berkata kalau ia ingin memiliki sebuah apartemen bergaya luxury yang mewah, dia ingin terlihat keren dengan pakaian jas mahal dan sepatu mengkilap, dia tak ingin lagi menjejaki kebun semangka milik Wonyoung dan hal itu langsung diberi hadiah berupa jitakan maut dari Wonyoung.
"Ada yang lucu kah?" Tanya Jiwoong.
"Ah tidak, aku hanya mengingat masa-masa di desa dulu, eum kau tinggal sendiri kah?"
"Yap, karena orang tuaku lebih memilih tinggal di rumah utama yang menurutku lebih mirip kastil vampir"Tawa lepas tercipta dari bibir Hanbin.
"Kau tidak bisa mengatakan itu kepada tempat yang sudah membuatmu lahir ke dunia"
Jiwoong terkekeh pelan, suasana kembali hening dengan Hanbin kembali menatap kerlipan lampu-lampu kota."Hanbin" panggil Jiwoong
"Ya"
"Terimakasih sudah bertahan sejauh ini, aku tahu ini berat tapi terimakasih sudah menerimaku menjadi matemu"
Hanbin menurunkan pandangannya sambil tersenyum lirih."Seharusnya aku yang berterimakasih, wujudku yang tak sempurna ini diterima oleh kau yang begitu di puji"
Jiwoong meraih kedua tangan Hanbin lalu menggenggamnya erat."Jangan berkata demikian, manusia di muka bumi ini tak ada yang sempurna, begitu pula diriku, takdir dari dewi bulan yang membuat kita bersatu"
Hanbin mengangguk, ia mendongak karena Jiwoong lebih tinggi darinya."Entah ke berapa kali aku berucap, tapi aku senang menjadi bagian dari matemu"
Jiwoong mendengar kalimat itu tersenyum puas. Ia mengecup kedua tangan Hanbin dengan pelan seolah olah Hanbin adalah sebuah patung kaca yang begitu rapuh. Menyesapi aroma yang begitu menenangkan sekaligus memabukkan namun tak sampai membuatnya lupa diri."Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk memanggilku"
"Huum".
.
.Lewat tengah malam Hanbin masih terjaga dari tidurnya. Kini ia berbaring di sebuah kasur yang luas dan nyaman sedangkan Jiwoong berada di kamar sebelah.
Mereka masih membutuhkan waktu untuk berkenalan, sehingga mereka memutuskan untuk tidur terpisah menghindari hal-hal yang tak terduga.
Keringat di pelipis Hanbin kian menderas, ia baru saja di hampiri oleh mimpi buruk.Dimana di dalam mimpinya ia menemukan sebuah persimpangan jalan. Di satu sisi dia melihat kedua orang tuanya dan juga Yujin di satu sisi yang lain dia melihat ketiga laki-laki yang begitu gagah nan rupawan.
Namun bukan bahagia yang justru ia petik dari mimpi itu, melainkan sebuah rasa sesal dan gelisah. Ketika kakinya berjalan menuju ke arah ketiga lelaki itu justru telinganya mendengar lolongan tolong dari bibir kedua orang tuanya.
Terlebih ia melihat mata Yujin yang berlinang air mata, tersirat rasa sedih yang begitu luar biasa. Ia tak dapat memastikan apa yang terjadi, sebelum tersadar dirinya ditarik ke sebuah padang ilalang yang luas. Disana ia sendiri hanya ditemani dengan semilir angin musim gugur yang dingin.
Kebingungan melanda karena setelah itu Hanbin terbangun dari tidurnya.
Banyak pertanyaan di dalam benaknya apa yang sebenarnya terjadi.
Apakah ia mendapatkan hal indah ini harus ada yang dikorbankan.Kalau iya maka ia lebih baik hidup dalam kesengsaraan selamanya.
Bukankah hukum tabur tuai akan terjadi di dunia fana ini, tapi mengapa Hanbin seolah-olah dilarang menuai dengan apa yang telah ia lakukan selama ini.Ia bangkitkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya ke kamar sebelah. Kiranya ia membutuhkan sebuah penenang dan mungkin aroma dari matenya akan membuat dirinya jauh lebih baik.
Ketika ia sampai di depan pintu bercat putih gading itu dirinya kembali meragu, apakah ia takkan mengganggu atau justru nanti ia akan membuat sang tuan rumah merasa risih.
Lama ia berdiri termangu tak tahu harus berbuat apa hingga pintu itu terbuka dari dalam. Keduanya terkejut bukan main.
"Hanbin sedang apa?" Tanya Jiwoong.Hanbin memilin jemarinya gugup. Bibir bawahnya ia gigit pelan.
"A-aku...eum aku mimpi buruk dan tak bisa tidur"
Jiwoong tersenyum pelan. Lalu ia menarik bahu kecil Hanbin untuk masuk kedalam dekapannya.Aroma yang begitu menenangkan merangsek ke dalam penciuman Hanbin. Ia rasa ia benar-benar membutuhkan ini.
Tangan besar Jiwoong mengelus pelan punggung berbalut piyama satin."Tidurlah bersamaku akan aku peluk kau sepanjang malam, mau?" Tawar Jiwoong
Hanbin mengangguk senang.Kini keduanya berbaring diatas ranjang king size dengan selimut tebal membentang diatas tubuh keduanya.
Jiwoong benar-benar mendekap Hanbin, memberikan kenyamanan bagi matenya.Ia tak berniat untuk bertanya mimpi seperti apa yang menghampiri terkasihnya hingga sang kekasih tak dapat memejam kembali.
Ia mengecup kening Hanbin mengantarkan doa agar sang kekasih kembali ke dalam mimpi indahnya.Tak lama dengkuran halus mulai terdengar, dan Jiwoong senantiasa menepuk kecil punggung rapuh itu.
"Kau sudah melewatinya dengan penuh kesabaran, sekarang sudah bukan saatnya lagi, kali ini aku takkan membiarkan kau melewatinya sendiri, selamat malam Hanbina".
Desau angin mengantarkan keduanya ke alam mimpi, biarkan mereka beristirahat sejenak setelah apa yang telah mereka lewati.
.
.
.Pendek sekali wkwk.
Hai aku comeback lagi pada kangen ga sih wkwkwkSebelumnya aku ucapin selamat lebaran yaa mohon maaf bila ada salah kata yang mungkin pernah menyinggung hati para readers disini.
Happy selalu semuanya.
Terimakasih banyak buat kalian yang sudi menunggu cerita asal ini, aku sungguh-sungguh terharu melihat banyak pembaca di book ini.Aku akan terus berusaha menampilkan karya terbaik dan akan terus belajar untuk memperbaiki setiap tulisanku.
See you next time
Love you
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐘 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐒𝐈𝐃𝐄
FantasySung Hanbin harus merelakan apa yang bukan menjadi bagian dirinya, namun dia adalah sosok istimewa dari sekian manusia. Dan bertemu tiga sosok dominan alpha yang menjadi garis hidupnya. Sayang, kedua orang tuanya merencanakan hal buruk demi keberlan...