#29 - Zhang Hao

235 37 11
                                    

Keduanya kini telah masuk kedalam mobil, Hanbin masih membisu namun wajahnya tak sepucat tadi. Diamnya Hanbin membuat benak Jiwoong terusik.

Ia meraih tangan Hanbin dengan lembut meski begitu tetap saja membuat sang empu terkejut.
"Kenapa?"

"Huh?"
"Kamu kenapa, ada yang menganggu pikiranmu, kamu terlihat ketakutan tadi" ujarnya sambil menatap manik Hanbin.
Hanbin menghela nafasnya pelan, sedikit demi sedikit menetralkan detak jantungnya.

"Aku belum bisa bercerita, nanti kalau aku siap aku akan memberitahumu" ujar Hanbin. Jiwoong mengangguk.
"Baiklah, aku akan selalu siap untuk mendengar ceritamu, kapanpun itu".

Hanbin sedikit menarik ujung bibirnya, pandangannya menurun.
"Hanbin" panggil Jiwoong.
"Ya?"
"Disini ada aku, jangan pernah merasa sendiri lagi"
Hanbin merasa menghangat mendengar ungkapan Jiwoong.

.
.
.

Kini Hanbin sudah berada di apartemen milik Zhang Hao. Nuansanya tak jauh berbeda dengan milik Kim Jiwoong, dihiasi kaca besar yang dimana bisa melihat gedung pencakar langit.

Hanbin sejenak melamun, memikirkan apa yang telah terjadi tadi, sungguh bayangan itu terasa nyata dan membuatnya menjadi gundah.

Zhang Hao melihat raut Hanbin pun penasaran, kiranya apa yang sedang Hanbin pikirkan.
Setelah meletakkan 2 buah piring pasta di meja makan, ia mendekat dengan langkah pelan.

Hanbin kini tengah memakai sweater rajut yang Zhang Hao sudah siapkan sebelumnya. Aroma feromon Zhang Hao tercium dan itu membuat Hanbin menoleh.

Zhang Hao melemparkan senyuman tipis namun menenangkan, ia meraih kelingking Hanbin untuk digenggamnya.
"Ada yang menganggu pikiranmu kah?"
Hanbin melihat sorot mata itu dengan dalam, rasanya seperti menuntut ia untuk menjawabnya namun tak memaksa.

"A-aku entahlah, semuanya masih abu-abu bagiku" jawabnya pelan. Pandangannya menurun memandang tautan jari diantara keduanya. Meski baru bertemu seintens ini namun rasanya Hanbin dibuat nyaman oleh sosok alpha Zhang Hao.

"A-aku ....." kalimat menggantung dari Hanbin membuat Zhang Hao mengernyitkan dahinya.

"Aku merasa ini semua salah" cicitnya pelan. Suara detikkan jam terdengar lebih nyaring, bahkan deruan nafas keduanya pun bisa terdengar lebih jelas.

Zhang Hao dengan sabar menunggu kalimat selanjutnya.
"A-aku merasa berdosa, aku berada disini dengan semua kenyamanan ini tapi aku justru melihat kesengsaraan yang terjadi pada keluargaku".

Otak Zhang Hao berpikir keras, semenjak kejadian viral itu beberapa awak media mulai menjauhi Wendy juga beberapa klien pemilik saham perusahaan mulai melepaskan kerja samanya dari perusahaan milik Daehan.

Juga Yujin anak tak berdosa itu mulai dijauhi teman sebayanya akibat ulah kedua orang tuanya.
Setidaknya itu informasi dasar yang ia dapatkan dari sang tangan kanannya Ricky.

"Aku melihat jelas mereka begitu tersiksa, bukankah ini tidak adil?" Tanya Hanbin sambil menatap manik hitam milik Zhang Hao.

Dengan pelan kedua lengan kekar Zhang Hao meraih bahu Hanbin, mendekapnya denngan pelan, tubuh Hanbin ia sandarkan pada dada bidangnya.
"Kamu tak usah khawatir, bagaimanapun mereka harus menuai apa yang mereka tanam sejak dulu".

Hanbin semakin menyamankan diri pada dekapan itu.
"Aku bisa menghancurkan keluargaku"
"Hanbina, dengarkan aku sebentar, dosa yang mereka lakukan dulu padamu tengah mereka tebus saat ini, agar mereka sadar bahwa hidup itu bukan atas kendali mereka sendiri, mereka harus sadar pada penciptanya, dan kau tak perlu khawatir pada mereka"

Helaan pelan nafas Hanbin menjadi jawabannya, ia masih menyesal telah memutuskan mengikuti para ketiga alpha ini.
"Ingatlah, aku takdirmu juga Jiwoong dan Gyuvin ini, dan kau pantas untuk mendapatkan kebahagiaan yang nyata ini"

Hanbin mengangguk paham, yah kali ini ia mencoba untuk egois barang sebentar saja.

.
.
.

Kali ini Hanbin meminta Zhang Hao untuk menemaninya tidur. Entah kenapa saat ini Hanbin merasa begitu takut. Tepat pukul 2 malam Hanbin mendengar suara pelan dalam kepala memanggilnya pelan.

"Binah, mari sini nak"

"Kau tak merindukanku hmm"

"Binah, anakku yang manis"

"Kau tak mau menemui nenek kakekmu kah"

Jelaga hitam Hanbin terbuka cepat, nafasnya tersengal dan keringat sebesar biji jagung mulai membasahi wajahnya.

Ia melirik sekitar ada Zhang Hao yang tertidur pulas dengan pembatas guling ditengah-tengah mereka.
Netranya menatap pintu kamar yang terbuka, disanalah dua sosok yang dia cintai tengah berdiri dengan merentangkan tangan.

Dua sosok yang begitu berharga bagi hidupnya, penopang dan pelipur laranya.
Jantung Hanbin berdetak begitu kencang.
Dia harus menyadarkan diri bila kedua orang itu telah berpulang.

"Tidak, nenek kakek sudah tiada, mereka sudah di surga tidak Hanbin sadar ayo sadar" ujarnya sambil menepuk wajahnya.

"Binah, kau tak mau memeluk nenekmu hmm"

"Lihatlah kakekmu merajuk karena kau tak mau mendekat"

Hanbin semakin brutal menarik rambutnya.
"Sadarlah, sadarlah"
Tiba-tiba mereka sudah berada di samping ranjang tempat Hanbin tidur.
Tangan mereka membekap bibir kecil Hanbin.

"Apa yang kau lakukan pada putriku hmm, kau menghancurkan hidupnya"

"Harusnya kau ikut bersamaku"

"Lihatlah ketika putriku sengsara kau justru tengah bersenang-senang dengan para alphamu"

"Hanbina, dewi bulan akan menghukum anak yang telah membuat orang tuanya sengsara"

" Tapi sebelum dewi bulan bertindak, akulah yang akan memulainya terlebih dahulu"

Tangan keriput itu terjulur dan mencekik Hanbin. Langsung saja Hanbin berteriak kencang.

.
.
.
.

"Hanbin bangun hei, kamu kenapa, Bin bangun" Zhang Hao berujar panik melihat Hanbin yang berteriak sambil memejamkan mata.

"Binah, hei astaga" tangannya tak berhenti menepuk pipi Hanbin.
Tak berselang lama Hanbin tersentak. Ia membuka matanya tiba-tiba.

Zhang Hao membantu Hanbin untuk duduk, wajahnya menjadi pias dan nampak begitu kewalahan.
"Zhang Hao aku takut" lirihnya sambil terisak.

Zhang Hao langsung mendekap tubuh Hanbin. Sampai saat ini ia tidak bertanya perihal mimpi apa sampai Hanbin sebegini takutnya.

"Akan aku cari tahu penyebab dia menjadi begini"

Kepulan dari asap kopi panas begitu kentara di sebuah dapur bernuansa monokrom itu.
Tubuh menjulang Zhang Hao ia sandarkan pada kulkas dua pintu otaknya seraya memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu.

Dia masih tak habis pikir, kenapa Hanbin terus menerus merasa di teror dengan sosok tak kasat mata.
Bahkan hal itu memicu feromon Hanbin yang keluar dengan brutal, dan untung saja ia masih bisa menekan hawa nafsunya.

Tangannya mengerat memegang gagang cangkir putih itu. Pikirannya terus menebak-nebak, apakah keluarga Hanbin sebelumnya mempunyai kontrak dengan iblis.

Hingga satu notif membuyarkan lamunannya. Itu pesan dari Ricky.

"Ada sesuatu hal yang pasti akan membuat jantungmu jatuh".

.
.
.

Halooooo.... Apa kabar??
Maaf yaa aku tinggal lamaaaa, kehidupan real lifeku bener bener semrawut huhuhu

Dannnn oh kayanya cerita ini bakalan terus berlanjut :" aku menemukan ide baru untuk cerita ini wkwk.
Jangan bosen ya, tapi kalo bosen juga gapapa sih :"v

Ini kayanya bakalan jadi genre omegaverse tapi dibumbui sedikit horor dan thriller wkwk.

Sekian semua omonganku dan babayyy....

𝐁𝐘 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐒𝐈𝐃𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang