#16

503 74 6
                                    

Semua pasang mata memandang Hanbin dan seorang perempuan yang ada dihadapannya. Zhang Hao yang berjalan pun menoleh, ia melihat Jung Hyein tengah memekik karena bajunya ketumpahan kopi dan punggung seorang pemuda yang ia duga adalah orang yang tak sengaja Hyein tabrak.

"Aah maafkan aku nona aku..aku tak sengaja sungguh" Hanbin menggapai tisu yang berada di dekat jangkauannya. Berniat membersihkan noda kopi itu namun ditepis kasar oleh wanita dihadapannya.

"Kau mau apa hah, dasar miskin, tak sudi baju mahalku disentuh oleh manusia kotor sepertimu"

Zhang Hao melebarkan matanya, tak menyangka wanita seanggun Hyein bisa mengeluarkan kata kotor seperti itu.
Ia segera menghampiri sang pemuda yang nampaknya ketakutan menghadapi Hyein.

"Aku minta maaf aku aku tak sengaja maaf"
Sebelum tamparan melayang di pipi mulusnya, tangan kecil itu sudah di tahan oleh lengan seseorang.

"Dia sudah minta maaf dan kau masih menghakiminya, kau tak punya hati sekali"
Hyein mendengus kesal, ia pun berlalu pergi.

"Ah makasih tuan, kau sudah membantuku tadi" ucap Hanbin sambil membungkuk penuh. Zhang Hao langsung meraih kedua bahu itu.

"Kau tidak perlu mem......" Zhang Hao terpaku menatap wajah pemuda dihadapannya. Waktu seakan berhenti sejenak. Suara-suara bising itu seketika menjadi lenyap.

Wajah putih bersih itu adalah yang Zhang Hao cari, wajah yang selalu menghampirinya di mimpi kini telah berwujud nyata. Bagaimana takdir yang penuh kejutan datang kepadanya.

Begitupula Hanbin, ia tertegun menatap wajah tampan yang ada dihadapannya. Memorinya terputar saat kejadian pesta lampion di Samjinae. Tanpa sadar salah satu tanda di pergelangan tangannya menyala.

"Akh" pekikan itu langsung menarik kesadaran Zhang Hao.
"Kau.. kau tak apa, apakah ada yang terluka" tanya Zhang Hao.

Hanbin menggeleng pelan, ia sedikit mengusap lengannya yang terasa panas.
Zhang Hao meneliti penampilan pemuda dihadapannya dan mata tajamnya mengarah pada tangan putih yang memerah.
"Sepertinya tanganmu melepuh, mari aku obati"

Hanbin masih terdiam, ia menutup tangan yang tadi kena tumpahan kopi panas.
"Tenang saja aku takkan jahat, kalau kau tak nyaman disini kita pindah tempat ya" ucap Zhang Hao dengan nada lembut.

Ia menatap dalam lelaki tampan dihadapannya, sepertinya tak ada kebohongan disana maka dari itu ia mengangguk pelan. Zhang Hao tersenyum pelan. Lalu mereka berpindah tempat.

.
.
.

Dan kini mereka tengah berada di salah satu cafe yang jaraknya tak jauh dari butik. Di meja itu sudah berserakan beberapa obat seperti gel luka bakar, obat merah dan perban, sebenarnya Zhang Hao hanya perlu gel saja tapi takut ada luka lain jadi ia memilih untuk membeli obat merah dan perban sekalian.

Zhang Hao mengobati dengan pelan dan penuh kelembutan, tentu saja hal itu membuat Hanbin merona. Sebenarnya ia bisa melakukan sendiri namun ditolak mentah oleh Zhang Hao.

"Namaku Zhang Hao kalau kau?"
"Hanbin"

"Hanbin, hanya Hanbin tak ada marga" tanya Zhang Hao.
"Emm, Sung Hanbin"
Suara lembut itu menjadi candu bagi Zhang Hao, ia ingin lebih banyak mendengarkan namun sepertinya Hanbin lebih memilih diam.

"Kau tak ingatkah, kalau kita pernah bertemu sekali" tanya Zhang Hao.
"Eum entahlah aku tak terlalu ingat" Hanbin berbohong.

"Sayang sekali, mari aku bantu mengingatnya, kita pernah bertemu saat festival lampion di Samjinae, ingatkan" ucap Zhang Hao sambil menatap wajah Hanbin.

Hanbin yang ditatap demikian langsung menunduk malu.
"Maaf ingatanku terlalu buruk"
"Tak masalah, nah sudah selesai, ada luka yang lain tidak" tanya Zhang Hao.

"Tidak ada sepertinya, terimakasih tuan" ucap Hanbin
"Ash jangan panggil aku tuan, panggil saja aku Hao" pinta Zhang Hao.

"Eum baiklah, terimakasih Hao" ucap Hanbin.
Zhang Hao tersenyum lebar. Kedua tulang pipinya naik.
Tak ada percapakan yang berarti diantara mereka, yang satu sibuk mengagumi, yang satu sibuk menahan rasa malunya.

Hingga suara kecil mengusik mereka, dan itu berasal dari perut Hanbin.
Tentu saja itu membuat Zhang Hao terkekeh pelan.
"Kau lapar"

Wajah Hanbin penuh dengan merah sampai ke telinga. Ia ingin mengaku tapi malu. Ia lapar tapi uangnya sudah habis untuk membeli onigiri yang bahkan tadi belum sempat ia sentuh.

Zhang Hao langsung memanggil pelayan dan menyebutkan beberapa makanan.
"Maafkan kelakuan gadis tadi, dia memang sedikit gila"
Hanbin langsung menegakkan kepalanya, dan menggeleng ribut.

"Bukan, aku yang salah aku sudah menabraknya dan aku menumpahkan kopi di bajunya, pasti kekasihmu sangat marah" ucap Hanbin

Zhang Hao kembali terkekeh, lalu menggeleng pelan.
"Dia bukan kekasihku, dia hanya pengganggu"

Hanbin menghela nafasnya pelan, melemaskan punggungnya yang sedari tadi tegang.
Beberapa saat kemudian meja mereka kini dipenuhi oleh berbagai macam makanan dan itu membuat Hanbin melongo.

"Tuan, ah maksudku Hao kau memesan sebanyak ini" tanya Hanbin.
"Aku tak tahu apa yang menjadi kesukaanmu, jadi aku memesan semuanya, makanlah aku tahu kau lapar tadi" jawab Hao santai.

Hanbin menganga, semua ini makanan yang mahal, dan Hanbin tak mempunyai uang sebanyak itu untuk menggantinya.
"Apa yang kau pikirkan, makanlah, aku juga lapar"

Zhang Hao mengambil salah satu potongan daging dan meletakkan di piring Hanbin.
"Tapi aku tak punya uang untuk mengganti semuanya"

"Hanbin-ah, aku yang memesan jadi aku yang membayar, kau tak perlu takut untuk menggantinya" jelas Hao.
"Terimakasih banyak" ucap Hanbin.

"Kau terlalu banyak terimakasih" tukas Hao.
Hanbin menggaruk tengkuknya pelan. Zhang Hao tersenyum kembali. Ingatkan Hao sudah beberapa kali ia tersenyum karena tingkah laku pemuda di depannya.

Akhirnya Hanbin dan Zhang Hao pun makan bersama. Zhang Hao tahu pemuda di depannya adalah matenya, ia merasakan sesuatu di dekat lehernya, namun ia tak mau terburu, ia mau menikmati semuanya perlahan, Zhang Hao tak mau langsung mengaku mate istilah kerennya ia ingin pendekatan terlebih dahulu.

Ada rasa membuncah di dadanya melihat pipi bulat yang merona itu penuh dengan makanan. Hao ingin segera mengecupnya pelan, namun harus ia tahan atau pemuda dihadapannya ini langsung merejectnya.

"Bagaimana makanannya enak tidak?" Tanya Hao.
Hanbin mengangguk semangat, tak menyangkal makanan yang ia makan sangatlah enak.
"Ini enak sekali, aku belum pernah makan makanan seenak ini".

"Kalau begitu habiskanlah"

Mereka kembali melahap makanan dengan tenang, dan Hao pun makan dengan lahap tanpa memperdulikan handphonenya yang bergetar sejak tadi.
Ia menduga ini adalah panggilan ibunya, karena dia tahu kalau Hao sudah menggagalkan rencana jalannya dengan Hyein.

.
.
.
.

Hanbin kembali ke parkiran mobil tempat ia diturunkan, dan melanjutkan perjalanan karena urusan mamanya sudah selesai, yang Hanbin rasakan kini jantungnya tak berhenti berdebar ada rasa bahagia yang hinggap disana.

Pun hal itu dirasakan oleh Zhang Hao, ia tak bisa berhenti tersenyum. Ia sangat senang akhirnya seseorang yang ia tunggu dan cari kini ada dihadapannya.

"Tak sia-sia aku menunggunya bila ternyata ia seindah itu"

☃️☃️

𝐁𝐘 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐒𝐈𝐃𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang