PROLOG

6.9K 752 159
                                    

Komen dulu, dong... salam-salam dulu masuk rumah baru orang 😁😁😁 kalau vote sama komennya ada 100, aku langsung lanjut chapter 1 ya.

Kamu pembaca kincirmainan dari lama, atau pembaca baru?

Silakan membaca cerita baru ini, ya.
Genre tetep romance, ada komedi-komedinya dikit.
Rate 17+
Beberapa part kadang 21+ (nanti bakal kukasih tau)

Jangan lupa masukin cerita ini ke library kamu 🥰

Mamiku melahirkan waktu usianya belum genap sembilan belas tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Mamiku melahirkan waktu usianya belum genap sembilan belas tahun.

Delapan belas tahun lewat tujuh bulan. Makanya kalau sekarang banyak yang nyangka dia kakakku, atau tanteku, ya wajar. Umurnya baru empat tiga. Penampilannya memang agak di atas rata-rata.

Buat sebagian orang, termasuk mamiku, usia 40an nggak menjadi penghalang dalam menarget jodoh. Mami masih terlihat sangat ranum di usia mendekati senja. Membelai akhir kematangan, tapi masih sangat nyaman dipandang. Buat sebagian yang lain, termasuk aku, bahkan di usia yang sedang ranum-ranumnya, aku nggak terlihat cukup menggiurkan untuk sekadar ditengok lebih dari dua detik.

Jangankan berhubungan seks, nggak ada yang boleh melihat kondisi di balik celana gombrong dan kemeja kebesaran ini meski mereka menodongkan pistol ke kepalaku. Kalau aku disuruh milih, ditembak, atau telanjang, aku akan milih ditembak. Celana dalamku besar sekali. Dua anak kecil bisa bikin tenda dari celana dalam itu.

Kalau dihitung-hitung, Mamiku berhubungan seks saat dia tujuh belas tahun. Sudah dewasa dan memang sudah menikah waktu itu, tapi tetap saja... nggak terbayangkan olehku. Waktu umurku tujuh belas, jangankan berbuat, aku pernah menonjok seorang cowok gara-gara dia mengecup pipiku.

Apa menurutmu karena kubilang aku dikecup, artinya kehidupan masa remajaku nggak semenyedihkan itu? Menikah di usia tujuh belas dengan kecupan pertama di usia tujuh belas? Sebelas-dua belas. Nggak jauh-jauh amat. Kan beda zaman.

Tahan dulu.

Dulu aku gendut. Sekarang lebih-lebih. Aku sering dijadiin bahan taruhan, dan kecupan itu adalah salah satunya. Jadi bukan karena oknum ini adalah pacar atau naksir dirikuh, dia cuma kalah taruhan. Untungnya, tinjuku lumayan keras. Satu atau dua gigi cowok itu sampai copot. Aku diskors.

Beda kurang dari dua tahun dariku waktu itu, dua puluh empat tahun lalu, mami sudah mengejan dan mengeluarkan kepala bayi lewat alat genitalnya.

Aku harus memaklumi banyak hal sebagai bayi generasi Z kloter pertama yang punya orang tua milenial. Dia belum kenyang menikmati kehidupan remaja, melewatkan masa pra-dewasa, langsung punya suami dan anak. Mamiku sepertinya kesulitan beranjak dewasa.

Suatu kali, semester pertama di SMA, Mami datang ke sekolah buat ngambil rapor. Nenekku lagi sakit kalau nggak salah. Mami izin pulang cepat dari salon tempat kerjanya waktu itu, masih pakai rok mini, rambut ala model iklan sampo kibas sana-kibas sini. Kalau kamu ada di posisiku saat itu, kamu akan tahu rasanya dinilai dari dua sudut pandang,

Unmatch The ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang