Chapter 2. Meet The Match

2.7K 444 169
                                    

Wattpad kok sepi banget, ya?

Pada ke mana? Masih pada sehat, kan?

Katanya janji mau votes dan ramein komen... 😏😏😏 manaaah?
Kira-kira suka nggak ceritanya? Kalau suka, aku lanjut postingnya. Votes 300, komen lebih banyak lagi, yah. Komen di setiap baris gitu, lho, biar semangat yang posting.

Anyway aku habis ulang tahun. Doain yang baik-baik, ya? Jangan lupa doain semoga Palestina segera Merdeka.

 Doain yang baik-baik, ya? Jangan lupa doain semoga Palestina segera Merdeka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Chapter 2

Meet The Match


Sampai detik itu, belum pernah ada bakat bercecer di jalan yang menolak kesempatan dari agensiku. Semua orang selalu ingin terkenal.

Kadang, aku menikmati peran ini. Santa Claus bagi jiwa-jiwa haus aktualisasi diri. Kalaupun semula mereka nggak mengira kemujuran itu akan datang, tapi begitu kesempatan ditawarkan di depan mata, mereka rela meninggalkan apa saja. Pekerjaan mapan, masa depan cemerlang, pacar, istri dan anak. Semuanya. Demi menyicipi seteguk kemewahan yang bisa diberikan oleh ketenaran.

Mencari pengganti Ruben harusnya bukan perkara sulit, selama Tuhan belum bosan menjadi kreatif.

Kebetulan, keributan sudah berhasil dibubarkan waktu aku nyampe sana.

Diam-diam, kupastiin duluan masih ada selembar kartu nama terselip di saku celanaku yang sesak. Celana baru beli udah sempit aja, padahal belum diisi makan siang.

Di antara kerumunan yang masih bertahan, aku menyelinap. Mataku terus mengawasi, mencari celah sampai cowok itu sepenuhnya sendiri sambil memindai calon mangsa dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Kukibaskan rambut agak panjangku dan kubiarkan angin panas siang ini menerbangkannya. Kelopak mataku mengedip lambat. Aku berdiri dengan kaki kanan melebar ke samping dan tangan terlipat di depan dada. Kalau salah satu klienku suatu hari dibikinin biopic, Ana de Armas kayaknya cocok memerankanku. Cuma beda beberapa (puluh) kilogram aja. Nih, pose-ku udah kayak cewek James Bond.

Dia lebih tinggi dari jarak dekat begini.

Tinggiku sedikit lagi seratus enam puluh lima sentimeter, kurang satu-dua senti lah. Cuma di mana-mana kutulis satu enam lapan. Memangnya kenapa? Kan nggak mungkin aku ke mana-mana nggak pake sepatu.

Lelaki itu mungkin seenggaknya dua puluh senti lebih tinggi dari puncak kepalaku. Proporsi tubuhnya ideal. Bahunya lebar dengan postur tegap, tapi nggak bulky. Aku bisa membayangkan tumpukan abs tipis di balik kemeja biru muda yang dipakainya. Batang hidungnya patah dan mancung dengan lesung mikro di tengah. Keningnya lurus, mengilat. Semua rambutnya ditarik ke belakang. Pribadi yang percaya diri. Ceruk mata di bawah alisnya yang cukup tebal sedikit menjorok ke dalam. Tulang pipinya lebar, rahangnya tajam, area wajah di bagian mulut menyempit ke bawah membentuk oval sempurna. Dia tahu benar man bun sangat cocok buat bentuk mukanya.

Unmatch The ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang