BAB.9

870 16 0
                                    


Akhirnya tengah malam tiba jua.
Keadaan rumah sudah sepi.

Soleka sudah dalam kondisi tertidur pulas. Suara dengkurannya terdengar pelan dan teratur.

Jantung Bowo terasa kembang- kempis. Ia tak berani tidur. Sedari tadi hanya terduduk diam, matanya tak lepas dari jarum jam yang berdetak didinding rumah.

Jam satu lebih dua puluh menit.
Pada akhirnya Iput datang. Pemuda itu datang dengan jaket usang berkerudung . Dengan gusar dan tingkah tak sabaran. Ia menerobos masuk melewati pintu rumah yang sengaja tak di kunci oleh Bowo.

Bowo menarik tangan Iput. Mengajaknya kedalam kamarnya untuk bersembunyi terlebih dahulu,menunggu situasi.

"Bagaimana,?" tanya Iput kemudian pemuda itu berdiri dibalik dinding kayu samping kusen pintu kamar milik Bowo. " aman?"

Bowo mengangguk cemas. Wajahnya pucat.

Iput menenangkan kecemasan dan kegelisahan Bowo dengan memengang erat bahu bocah itu.
" Tenang , jangan panik serahkan semua pada aku"

Bowo mendekati kusen pintu mengitip keadaan runah. Masih aman dan masih terdengar dengkuran napas Soleka.

" Beri aku sarung" kata Iput lirih.

Tanpa banyak tanya untuk apa pemuda itu meminta sarung. Bowo mengambil satu sarung dari dalam lemari bajunya. Menyerahkan pada Iput.

Iput megikat tepi sarung melingkari kepalanya. Mengikatnya kecang. Setelahnya. Ia membuka tepi sarung satunya memasukan ke tubuh . Sarung itu menutupi badannya menyisakan sepasang mata yang terlihat. Mirip ninja. Untuk menyamarkan wajah pemuda itu.

" Saatnya telah tiba. " seru Iput lirih siap beraksi.

Bowo memegang tangan Iput sesaat" Aku harus bagaimana?"

Iput mengeleng melepas pengangan Bowo menyuruh anak itu untuk tetap tenang dan menunggu"

Bowo mengangguk ragu. Ia berdiri diam diambang pintu kamar.

Dengan langkah terlihat goyah, Iput berjalan menuju ke kamar Soleka yang tengah tertidur pulas. Sesampainya didalam kamar. Iput perlahan menghampiri tubuh Soleka yang terbaring terletang diatas kasur. Kain jariknya tersingkap meperlihatkan kedua paha putih dan mulus. Sementara itu kacing atasan kutang Soleka terlepas memeperlihatkan sepasang buah dada yang mengantung menggoda.

Iput mendadak terkesima dan terpesona dengan pemandangan yang indah dan mengudang didepan matanya. Tubuh Soleka terlihat mengundang gairah . Hati pemuda itu bergelora terbakar napsu seksual . Untuk sesaat ia lupa akan maksud dan tujuannya pergi kerumah itu. Malah entah kenapa ia secara tiba- tiba duduk ditepi ranjang dan perlahan membelai payudara Soleka. Dengan dada berkecamuk tak terkedali. Dengan sikap terburu- buru ia membuka penutup muka bagian bawah sehingga hidung dan mulutnya saja yang terlihat. Iput bengong sesaat akibat melihat Payudara milik Soleka terlihat lebih indah dan ukurannya lebih besar di bandingkan dengan payudara milik pacarnya.

Soleka tiba- tiba terdengar mendesah lirih akibat dari belaian jemari tangan Iput. Perempuan itu bergerak sesaat sebelum berganti posisi tidur dengan memiringkan tubuh menghadap ke kiri , tepat menghadap Iput yang duduk ditepi ranjang dengan jantung tak karuan .

Otak kotor Iput mulai berkuasa. Secara perlahan ia mendekatkan wajahnya ke ujung payudara Soleka. Ia sudah di rasuki napsu syahwat. libidonya telah mencapai puncak kepala. Menyelimuti ubun- ubunnya.
Dengan sikap liar dan rakus , dilumatnya kedua payudara Soleka dengan mulut, bibirnya menutut secara kasar dan memaksa.

Soleka tentu saja terbangun dengan perasaan terkejut dan kaget luar biasa . Ia secara reflek medorong kepala Iput agar menjauh dari dadanya.
" Siapa kau!" teriak Soleka dengan nada suara terbata- bata di landa rasa panik. Perempuan itu berontak sekuat tenaga. Rasa takut menyelimuti batinnya.

      AlAS ROBAN 4 (pelet Bulu Monyet alas roban)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang