"Bung, apakah kau sudah dengar kabar Putri Datuk Amahorseja akan dipinang?" Pamanku bertanya kepada sahabat karibnya.
"Ya, sudah kudengar kabar itu."
Tanganku yang tadinya menepuk-nepuk pelan ikan Paman agar lalat tak hinggap pun berhenti.
"Adakah kau tahu siapa pemuda kaya yang meminangnya?"
"Kau tidak tahu, Bung? Yang meminangnya bukanlah seorang pemuda, tetapi juragan sawit dari Kalimantan!" Lawan bicara Paman berseru.
Kakiku seketika lemas, tak lagi kupunya tenaga untuk berdiri. Mendengar kabar itu membuat hatiku hancur hingga berkeping-keping. Rahayu, kekasihku, akan dipinang seorang juragan sawit?
"Paman." Aku memanggil pamanku dan ia segera menoleh.
"Ada apa, Dimas? Adakah yang salah dari ikanku?" Paman bertanya.
"Apakah bisa kau izinkan aku pulang?"
Alis Paman bertaut. "Ada apa, Dimas? Adakah kau merasa tidak enak badan? Atau ibumu kembali sakit?"
"Ya, Paman. Tubuhku terasa sakit."
Paman diam sebentar, kulihatnya melirik ikan dagangannya.
"Baiklah. Pulang lah engkau. Kemarilah dahulu, kuberi upahmu untuk hari ini."
Aku menggeleng.
"Simpanlah Paman. Berilah kepada binimu uang itu. Aku kembali lebih cepat hari ini, tidaklah pantas diriku menerimanya."
Sebelum Paman menjawab, aku sudah melangkahkan kaki pergi dari sana. Aku terburu-buru untuk mendatangi Rahayu dan bertemu dengannya. Hendak kupastikan kabar itu tidak benar adanya.
Aku berjalan ke rumah Datuk Amahorseja dengan dada yang sesak. Tidak kuperhatikan jalan hingga sekali terjatuh. Namun, kuteruskan langkahku untuk menemui Rahayu meski sakit memelukku.
Tegakah hatinya menerima lamaran juragan itu sebab aku miskin? Sampaikah hatinya menyakiti hatiku?
Aku sungguh mencintai Rahayu, telah ku tegakkan hatiku untuknya. Tak bisa kubiarkan hatiku ditusuk belati seperti ini. Kemana kejantananku jika kubiarkan dia dibawa laki-laki lain?
Aku tiba di rumah Datuk Amahorseja. Kulihat keluarga Rahayu panik.
"Dimas, adakah kau melihat putriku Rahayu?" Datuk bertanya ketika melihatku. Wajah khawatir dan cemasnya segera tertangkap olehku.
"Tidak, Datuk. Aku kemari untuk bertemu Rahayu."
"Siapa kau?"
Seorang pria menghampiriku, kulihat dia cukup tua. Sepertinya dialah juragan yang dimaksud.
"Apakah engkau kekasih Rahayu? Seperti yang dibicarakan orang-orang?"
Pria itu hendak meninju wajahku, tetapi beruntunglah aku Datuk Amahorseja menahannya.
"Sabar, jangan engkau kasar terhadapnya. Tanyakanlah dahulu kemana Rahayu suka pergi dengannya." Datuk mencoba menengahi sembari berusaha menurunkan tangan juragan itu dari hadapanku.
Juragan mundur beberapa langkah, kuperhatikan dia menjauh untuk menurunkan amarahnya. Aku tak tahu letak salahku di mana. Bukankah seharunya aku yang marah? Sebab, Rahayu adalah kekasihku dan seenaknya dia akan dipinang oleh juragan tua itu.
"Dimas, adakah kau tahu Rahayu dimana?" Datuk kembali bertanya.
"Tidak, Datuk." Aku jujur kepadanya.
"Apakah engkau bisa membantuku membujuknya untuk hendak kawin? Dia telah tua, keluarga telah menyebutnya perawan tua. Tak bisa kubiarkan putriku disebut seperti itu." Datuk Amahorseja membujukku, mataku menyipit tajam mendengar Rahayu disebut perawan tua.
"Rahayu masih muda, Datuk. Umurnya masihlah dua puluh dua!" Aku tak terima kekasihku direndahkan.
"Umurnya sudah harus menikah, Dimas. Tak kuasa hatiku mendengar gosip tentangnya. Apakah kau bisa membantuku? Akanku ikhlaskan seluruh hutangmu kepadaku dan akan kuberikan kau uang untuk mengobati ibumu."
Aku terdiam mendengarnya. Datuk Amahorseja begitu keji memisahkan diriku dan Rahayu dengan uang. Dia memintaku, aku ini kekasih Rahayu, mana mungkin aku akan membujuk kekasihku menikah dengan pria tua? Apakah dia gila?
"Saya tak bisa menerimanya, Datuk." Kutolak mentah-mentah perkataan Datuk.
"Mengapa? Bukankah dirimu sedang mencari uang untuk ibumu? Aku bisa memberimu uang hingga ibumu sembuh, Dimas! Bantulah aku untuk membujuk Rahayu. Apakah sampai hatimu melihat Rahayu menjadi perawan tua?"
Aku menunduk dalam. Aku mencintai Rahayu, tak bisa kubiarkan dia menikah dengan orang lain. Namun, kuingat Ibu kembali sakit sejak kemarin. Membuatku sedikit tergiur dengan tawaran Datuk Amahorseja.
"Dimas, apakah engkau mencintai putriku?" Datuk bertanya, kedua tangannya berada di bahuku.
"Ya, Datuk. Saya amat mencintai Rahayu."
"Maka ikhlaskan dia Dimas. Biarkan Rahayu hidup bahagia bersama laki-laki yang mampu memberinya makan."
Mataku memanas mendengar pernyataan Datuk Amahorseja. Apakah maksudnya aku tidaklah mampu memberikan Rahayu sesuap nasi?
"Lunaklah Dimas. Biarkan Rahayu kawin dengan Juragan Jamal. Dia akan bahagia bersamanya!"
Aku menggeleng. Cintaku amatlah besar kepada Rahayu.
Tangan Datuk turun dari bahuku. Tatapannya berubah tegas dan rahangnya menegang.
"Dimas, jika dirimu tetap keras kepala, maka biarkanlah aku mengambil tanahmu sebagai bayaranmu atas hutangmu!"
Mataku melotot mendengarnya, Datuk sampai hati mengancamku. Aku segera menarik tangannya sebelum berpaling dariku.
"Tidak, Datuk. Dimanakah aku dan Ibu akan tinggal? Janganlah sampai hatimu berbuat seperti itu kepada kami!" Aku memohon padanya, air mataku turun setetes.
"Maka turutilah ucapanku, Dimas!"
Tanganku mengepal, ingin rasanya kupukul wajah Datuk Amahorseja. Namun, keberanian dari mana aku melakukannya.
"Jawablah."
Aku menelan ludahku. Aku tak diberi kesempatan untuk menolak permintaan Datuk Amahorseja.
"Baiklah, aku akan membantumu membujuk Rahayu."
![](https://img.wattpad.com/cover/364336992-288-k572045.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BERPUTAR DALAM BELENGGU
Short StoryBerupa kumpulan cerita pendek. Cerita dibuat untuk memenuhi hasrat menulis sang penulis. Adakalanya cerita-cerita dibuat secara spontan, hanya untuk menyalurkan apa saja yang ada di otak sang penulis. Selamat membaca dan semoga dinikmati. Cover by P...