V. Hujan Kemarin

13 3 0
                                    

Aku memperbaiki posisi duduk saat merasa kurang nyaman. Tatapanku akhirnya jatuh ke pemandangan di luar jendela mobil yang sudah sangat sering aku lihat ketika dalam perjalanan menuju Galeriku.

Hari ini aku izin ke Alan untuk tidak ke rumahnya dahulu, sebab hari ini agendaku cukup padat dan aku tidak bisa mengabaikannya. Manajerku pun memarahiku karena aku terlalu fokus untuk menyelesaikan projekku bersama Alan sehingga aku jarang mengunjungi Galeri.

Kemarin juga aku mengembalikan lukisan kuno itu ke Galeri karena kudengar akan ada beberapa pengunjung yang datang besok, jadi aku harus menyiapkan Galeriku.

Hari ini aku tidak mau disemprot lagi, jadi aku menurutinya untuk mengikuti acara televisi yang akan membuatku tampil di layar kaca. Ya, kata manajerku acara ini penting untuk karirku kedepannya meski atau tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan karirku.

Tak lama, mobil yang kutumpangi akhirnya sampai di Galeri dan aku bergegas turun setelah melihat manajerku menunggu dengan tatapan tajam di depan pintu. Aku sedikit mempercepat langkah agar segera sampai padanya.

"Janjinya jam berapa?" tanyanya ketus.

Aku menggaruk kepala. "Maaf."

Dia menghela napas sebal, dia pun menarikku untuk cepat-cepat masuk dan bersiap sebelum acaranya dimulai. Dia ingin wajahku dirias agar tampak lebih menarik di layar televisi.

"Tolong riasannya tidak usah terlalu tebal, tipis saja yang penting tidak kelihatan pucat." Manajerku mengatur dan beralih untuk mencarikan pakaian yang cocok untuk karakterku.

Aku tersenyum, beruntungnya aku menemukan manajer sebaik dia. Jika bukan karenanya, aku mungkin tidak akan menjadi diriku yang sekarang. Dia lah yang selalu mendukung hingga karirku sebagus ini. Yah, aku sangat bersyukur.

Selesai wajahku dirias, aku pun mengganti pakaian kurang dari lima menit karena dia sudah mulai mengoceh. Mencibirku karena terlambat sampai.

"Semuanya akan baik-baik saja, oke? Kamu jangan gugup, kalau gugup lihat ke aku, ya?"

Aku tersenyum lalu mengangguk. Kami pun bergeser ke ruangan wawancara, di sana ternyata lumayan banyak orang yang akan melihatku secara langsung. Namun, aku tidak merasa gugup dan malah ... cemas?

"Oh sudah datang. Ayo semua siap-siap."

Aku melihat seorang pria berbicara. Semua orang yang tadinya berkumpul segera berhamburan untuk kembali ke tempat mereka masing-masing dan aku dipandu untuk naik ke atas panggung kecil.

"Sudah siap?" Perempuan di sampingku bertanya.

Aku menarik napas panjang lalu mengangguk. "Siap."

Suasana menjadi hening sejenak saat hitungan mundur dimulai.

"10 detik lagi ke siaran langsung." Terdengar suara produser di headset semua kru. Kameramen memegang erat peralatan mereka, siap menangkap setiap momen penting. Pembawa acara menarik napas dalam-dalam, mengatur nada suaranya untuk segmen pembukaan.

Tak lama, lampu pun menyala. "5, 4, 3, 2, 1... Live!"

Lampu siaran menyala, menandakan acara telah dimulai. Pembawa acara membuka dengan senyum lebar, menyapa pemirsa dengan hangat.

"Selamat malam, pemirsa. Malam ini kami memiliki tamu istimewa di studio, seorang seniman yang telah menciptakan banyak karya lukis terkenal dan menginspirasi banyak orang. Dia adalah Alene, seorang seniman yang masih sangat muda. Mari kita sambut Alene. Selamat malam, Alene."

"Selamat malam, terima kasih telah mengundang saya." Aku menjawab singkat. Tanganku mulai berkeringat dingin.

"Senang sekali bisa berbincang dengan Anda malam ini. Alene, bisa Anda ceritakan sedikit tentang perjalanan Anda sebagai seorang seniman? Bagaimana awal mula Anda tertarik pada seni lukis?"

Aku menoleh ke kamera, aku tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu.

"Tentu. Saya sangat menyukai lukisan sejak kecil. Saya merasa jika saya tuangkan perasaan saya ke dalam sebuah kanvas, itu dapat membantu kehidupan saya yang terasa berat. Saya selalu tulus mengerjakan sebuah gambar, saya senang dan saya bahagia dengannya. Saya tak menyangka suatu hal yang saya suka tersebut dapat membawa saya sampai sini."

"Karya-karya Anda dikenal sangat ekspresif dan memiliki gaya yang khas. Apa yang biasanya menginspirasi Anda dalam menciptakan sebuah lukisan?" tanyanya.

"Rasa dan kehilangan," jawabku singkat.

"Menarik sekali. Salah satu lukisan Anda yang paling terkenal adalah 'Hujan Kemarin'. Bisa Anda ceritakan sedikit makna dan proses di balik lukisan itu?"

"Lukisan itu sangat berarti bagi saya. Lukisan itu merupakan perjalanan hidup saya yang sangat panjang dan rumit. "Hujan Kemarin" berarti kegelapan di hari kemarin yang mungkin akan berubah cerah di hari esok atau bahkan akan lebih gelap."

Dia terdiam sesaat mendengar jawabanku. Aku kembali tersenyum kecil, sering kutangkap raut itu di sebagian besar orang yang tahu akan kisahku.

"Luar biasa, Alene. Terakhir, apa pesan Anda bagi para seniman muda yang sedang berjuang untuk menemukan jati diri mereka dalam dunia seni?"

Aku menatap kamera dengan intens, seakan penonton berdiri di hadapanku. Bibirku mengembang, aku tersenyum tulus kepada mereka.

"Pastikan cintamu tidak layu, jangan biarkan rasamu diguncang hebat oleh ketakutan. Tunjukkan jika cintamu nyata dan kamu layak untuk dicintai." Ucapanku terpotong sesaat. Aku menarik napas dalam lalu melanjutkannya.

"Begitulah cara kita mencintai seni."

"Terima kasih banyak, Alene, atas waktu dan inspirasinya. Semoga sukses selalu dengan karya-karya Anda di masa mendatang."

"Terima kasih, senang sekali bisa berbagi di sini."

"Pemirsa, demikian wawancara kami dengan Alene, seorang seniman luar biasa yang telah memberikan inspirasi melalui karya-karyanya. Cukup untuk hari ini, saya Anha dari acara televisi SSI undur diri."

Setelah kamera dan mikrofon mati, semua orang tepuk tangan dengan meriah karena acara ini sukses besar dan kudengar mendapat lebih dari lima juta penonton selama siaran langsung. Jumlah yang sangat fantastis, aku tak menyangka penontonnya akan sebanyak itu.

Namun, suara tepuk tangan itu digantikan oleh suara gaduh dari beberapa barang yang pecah dari luar ruangan. Seseorang hendak keluar untuk mengecek, tetapi pintu itu tiba-tiba terbuka dan sepuluh orang pria berbadan besar dengan wajah ditutupi dengan topeng masuk.

"Tunduk kalian semua!"

BERPUTAR DALAM BELENGGU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang