I. Hujan Kemarin

22 15 0
                                    

Aku terduduk di sudut ruang. Gelap, hening, dan tenang. Hanya aku, tak ada yang lain. Sudah puluhan tahun aku seperti ini, setelah aku mendapat potongan ingatan yang kulihat dalam mimpiku.

Nasibku sangat tragis. Aku mati di tangan suami yang sangat mencintaiku. Rasanya sangat menyakitkan bila mengingatnya. Hatiku hancur berkeping-keping, mulutku berat untuk berucap, dan mataku terus menangis.

Hatiku meraung kesakitan, pedihnya masih terasa hingga sekarang. Wajahnya terus terbayang di benakku hingga aku merasa ingin mengakhiri semuanya dengan tangan penuh dosa ini.

"Apakah kamu menyesal memilih reinkarnasi?"

Aku menoleh ketika mendengar seseorang berbicara di balik kegelapan ruang kamarku. Aku menyipitkan mata, tetapi tak dapat kutemukan siapa pemilik suara itu.

"Kamu telah diberikan kesempatan untuk reinkarnasi dengan satu keistimewaan."

"Aku menyesal, kupikir aku bisa melupakannya. Ternyata rasa sakit itu masih terus kuderita." Aku mengadu kepada suara itu meski tak tahu siapa dia dan bagaimana bisa dia tiba-tiba masuk ke kamarku.

"Kamulah yang memintanya, Nona."

Aku terdiam, memang aku yang memintanya, tetapi kenapa hukumannya seberat ini?

"Kamu ingat? Kamu yang memilih mati. Apakah kurang bagimu dapat bebas dari neraka?"

Aku terdiam seribu bahasa. Mulutku seketika membisu.

"Jalani hidupmu. Berhenti mengeluh!"

Lampu kamarku tiba-tiba menyala dan kutemukan asap hitam mengepul di udara kemudian menghilang. Aku segera berdiri, kulap air mata di pipi dan berlari kecil keluar dari kamar untuk mengejar dia. Napasku menderu kencang, aku takut dan bingung. Aku mencarinya hingga ke dapur dan ....

Kosong, tak ada seorangpun di rumah selain aku. Aku terduduk lemas di sudut kasur, kutangkup dadaku penuh cemas. Apa maksudnya? Apakah aku diminta untuk menerima semua takdir ini? Takdir yang terasa tidak adil bagiku. Apa salahnya jika aku meminta omonganku ditarik kembali agar dapat merasa tenang?

Ucapannya terus terdengar di telingaku, apakah aku akan bertemu dengan takdir yang sama? Bertemu dengan seorang pria yang sangat kucintai sepenuh hati, tetapi aku harus mati di tangannya?

Dadaku tiba-tiba sakit, napasku tercekat dan aku perlahan terjatuh ke atas kasur.

"Tolong lepaskan aku."

****

Tanganku menari perlahan di atas kanvas polos. Gerakan yang konsisten lambat itu sering disebut olesan sempurna oleh sebagian orang. Aku seorang pelukis, terkadang aku diagungkan oleh beberapa seniman pemula yang selalu ingin belajar dariku.

"Apakah lukisan itu memiliki makna?" Seseorang bertanya, membuat gerakan tanganku yang hendak mengambil warna berhenti.

Aku mengangkat kepala, menoleh perlahan untuk menatap orang-orang yang duduk di hadapanku. Ah, kamera itu. Mereka selalu membawa kamera ketika menghampiri galeriku dan selalu mengarahkan kamera itu ke arahku ketika aku melukis.

"Ada." Aku menjawab singkat, senyum kecil terbit di bibirku.

"Apa maknanya?"

"Duri."

Aku terdiam sesaat, mataku turun menatap lantai penuh dalam.

"Duri kehidupan sebagai akibat yang telah diperbuat selama hidup."

Kulihat beberapa orang mengangguk paham kemudian kembali memotretku dan aku kembali melukis.

Aku menyelesaikan lukisanku, kulukiskan seorang wanita sedang mengangkat apel hijau yang menitikkan darah. Sebenarnya itu aku, aku yang terlalu mencintai dia. Dia yang sesuci apel muda, sempurna, indah, dan menawan. Namun, dia harus terkena duri karena aku.

Aku menjauhi kanvas dan membiarkan semua orang melihatnya. Aku tersenyum ramah tatkala mereka memotretku bersama lukisan itu.

Namun, fokusku terpecah. Seorang pria tinggi berdiri di belakang barisan menarik penuh perhatianku. Napasku tertahan, tanganku meremas erat rokku.

Aku segera lari dari auditorium menuju toilet meninggalkan orang-orang yang terus menanggilku. Manajerku pun mengejar, terdengar dia terus memanggil namaku tapi kaki ini tak berhenti, langkahnya terus berlanjut untuk menjauh dari sana.

Aku segera mengunci pintu toilet dan terduduk lemas di balik pintu. Jantungku berdegup kencang disertai mata memanas. Tak lama, air mataku keluar dengan deras tanpa kusadari.

"Apakah itu dia?" Batinku bertanya.

Hatiku bertanya-tanya dengan penuh cemas, tanganku tak berhenti mengeluarkan keringat dingin, dan pandanganku buram disertai keringat membasahi kening. Bagaimana jika dia kembali muncul? Namun, 'mereka' telah berjanji padaku bahwa dia tidak akan mendapatkan reinkarnasi di kehidupan ini. Aku menguatkan diri, aku yakin pria itu bukanlah 'dia'. Namun, entah mengapa hatiku yakin bahwa aku akan bertemu lagi dengannya.

"Aku ingin menanyakan suatu hal padamu, tolong hadirlah di sini."

Aku mencoba komunikasi dengan sosok itu. Sosok yang selalu memaksaku untuk ikhlas menerima semua takdir sial ini. Sosok yang kemarin menghampiri sewaktu aku menangis di kamar.

Namun, tak ada yang menjawabku.

"Alene, are you okay?"

Suara manajerku berteriak dari luar. Dia berkali-kali mencoba membuka kenop pintu toilet yang sudah kukunci rapat.

"Kenapa? Kamu gak enak badan?" Manajerku kembali bertanya.

Mendengar suaranya yang sangat khawatir membuatku tersadar. Ah, tadi aku meninggalkan auditorium dengan panik, pasti orang-orang merasa aneh melihatku. Aku segera berdiri, kuhapus air mata dan memperbaiki penampilan yang acak-acakan ini. Hari ini adalah hari penting bagiku dan sudah kupersiapkan dari jauh-jauh hari. Banyak orang yang ikut berkontribusi dalam acara ini, aku tidak boleh membuat mereka kecewa.

"Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba lari begitu?" Dia bertanya begitu aku membuka pintu. Kulihat sorot mata khawatir darinya.

"Kebelet tadi." Aku berbohong.

"Kalau gak kenapa-kenapa, ayo kita kembali."

Aku mengangguk patuh dan kami kembali ke auditorium sebelum reporter pergi. Aku kembali duduk di kursiku dan berusaha tenang. Beberapa kali aku mengedarkan pandangan, mencoba mencari lagi pria itu, tetapi tidak kutemukan

Apakah hanya halusinasiku?

Namun ....

Tidak, sepertinya dia nyata.

Tubuhnya sangat solid, aku melihatnya persis berdiri di sana.

Aku dibuat bingung. Apakah dunia ingin membuatku gila atau aku memang sudah gila?

Jujur ....

Aku ....

Ingin melihatnya lagi.

BERPUTAR DALAM BELENGGU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang