Bab 2

5.1K 494 6
                                    

Cerah. Langit yang membentang luas itu nampak tanpa di tutupi oleh awan. Sangat panas dengan terik matahari yang mengenai kulit.

Namun, di hari cerah dengan suasana nyaman harus di lewati oleh 4 orang laki laki. Mereka menggunakan pakaian berkabung, ke empatnya berdiri di samping makam sang Daddy. Semua Mata laki laki itu memerah dan sembab. Lihat, setelah ibu mereka, sekarang ayah mereka. Apakah keduanya tidak menyayangi anak anaknya hingga lebih memilih pergi duluan?

Orang orang yang melayat sudah pergi, hanya tinggal mereka, anak anak dari dua pasangan itu yang tersisa.

Makam Loka, itulah yang di tangisi oleh mereka. Makam sang Daddy yang berada di samping makan mommy.

"Kenapa? Kenapa kalian menyerah? Apakah kami terlalu merepotkan? Hiks, kenapa?"

Deron sebagai anak terakhir, anak yang sempat bercengkrama dengan sang Daddy sebelum kejadian ini terjadi. Walau bukan pembicaraan yang baik, tapi itu sudah menjadi kenangan. Ia tidak menyangka, itu akan menjadi obrolan terakhir mereka.

"Maafin deron Daddy, deron janji tidak akan nakal lagi, tapi deron mohon. Semoga ini mimpi deron." Bungsu Loka menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis. Ia dingin? Hahaha, sebenarnya ia sosok rapuh. Manja jika bersama Hila maupun Deron. Namun karena insiden tewasnya Hila, sifatnya sedikit berubah.

Kedua saudaranya yang lain memalingkan wajah, tidak kuat melihat rapuhnya Deron. Mereka tidak akan kuat.

Namun salah satu dari saudaranya tersenyum sendu. Ia menggapai bahu deron namun sebuah tepisan kasar yang ia terima.

"APA? Lo mau ngajak gue pulang?! IYA?! GUE GA MAU BANGSAT! GUE MAU DADDY!" Teriak Deron ia terduduk dengan lutut di tekuk. Menyembunyikan wajahnya yang kembali memerah parah.

Nigero jayherano Vuble, anak ketiga Loka. Ia kuliah semester satu untuk saat ini. Ia menatap nanar tangannya yang di tepis, memerah. Ia kesal dengan adiknya yang keras kepala. Gero tau, deron saat ini sedang sedih tapi apa salahnya tetap tenang. Bukankah keadaan mereka yang seperti ini malah semakin membuat keduanya sedih? Gero sedih, sakit, ia benci namun bukankah semuanya akan kembali pada pencipta? Bisa saja sepulang dari sini mereka mengalami kecelakaan dan menyusul keduanya. Siapa tau kan? Semoga. Jujur, Gero tidak kuat bertahan di dunia tanpa sosok kedua manusia berarti itu. Loka pahlawannya, Hila bidadarinya.

Tanpa mereka berdua, bayang bayang masa depan terasa menghitam, hilang dengan begitu saja.

—————

"Lova, Lova ada yang sakit sayang?" Tanya Gela. Ia baru saja masuk setelah di persilahkan dokter.

Di atas kasur rumah sakit, ia melihat mata sang anak terbuka, mata indah itu kembali terbuka, menatapnya dengan lekat. Gela senang, akhirnya. Ini bukan akhir, bukan, ini adalah awal untuk mereka menebus semua kesalahan mereka.

Wanita cantik itu berdiri di samping kasur sang putra dan putranya juga melihat ke arahnya walau dari ujung mata.

"Mnm." Tangan kurus Lova bergerak, ingin di angkat namun terlalu lemas. Tubuhnya kaku.

"Ada apa sayang? Jangan bicara atau banyak gerak dulu ya?" Pintanya. Gela tersenyum, tulus hingga matanya menyipit.

"Mama senang kamu udah sadar nak." Tangan halus itu membelai rambut putranya. Ia menatap dalam mata Lova yang entah mengapa memiliki tatapan yang berbeda.

"Bagaimana keadaanya?" Hazel masuk. Di ikuti oleh ke dua putranya.

"Sepertinya baik, lihatlah sayang, putramu menatapmu." Hazel tersenyum menanggapi ucapan sang istri. Ia berjalan ke samping ranjang bersebrangan dengan Gela.

/Loka, Transmigrasi?\ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang