Bab 11

1.2K 169 9
                                    

Semuanya makan dengan tenang setelah makanan yang sempat di pesan itu datang. Lagi lagi dua saudara itu menunjukan sikap romantis mereka. seperti biasa juga, Meva memesan bubur dan loka yang memesan Sup.

Di samping Loka ada Mano yang selalu setia walau jarang di ajak bicara. Sejak bergaul dengan Loka, Mano tanpa sadar juga lebih senang tanpa banyak bicara. Dia lebih suka memberi banyak tatapan untuk Loka.

Tentang siapa yang membully dan memukul miliknya sudah Loka ketahui siapa. Dia masih anak kelas dua, seumuran dengan Lova.
Dan soal kasus Lova, ia tidak tau siapa pelaku sebenarnya. Katanya berada di sekolah yang sama tapi kenapa tidak ada yang berhasil membuat tubuhnya bergetar karena trauma. Loka jadi berfikir, apakah memang Lova tidak mendapati trauma walau telah mendapatkan kejadian mengerikan itu?

Pernah ia bertanya kepada Meva namun anak itu berkata jika ia hanya mengetahui namanya tapi tidak dengan kelas dan wajahnya. Kedua orang tuanya pun begitu. Mereka berkata identitas anak ini memang benar benar tersembunyi.

Dan semuanya Benar benar seperti misteri.

Loka awalnya ingin menyerahkan semua balas dendam kepada keluarga itu sendiri ketika merasa semuanya semakin sulit dan terus saja memiliki misteri namun, Loka lah yang awalnya berjanji. Lelaki sejati tidak akan pernah mengingkari janjinya.

Belum lagi ingatan ingatan Lova yang memang hanya sekilas lewat saja. Padahal hanya ingatan kecil tapi tubuhnya sudah mimisan. Jika lama lama seperti itu Loka takut tubuh ini akan kekurangan darah nantinya.

Loka lantas menggelengkan kepalanya, terlalu banyak pikiran tidak akan bagus untuk tubuh ini. Lebih baik dia fokus terhadap makanan di hadapannya saat ini.

"Aku ingin mencoba makananmu." Pinta Meva

Loka menoleh, menatap sebentar wajah tampan itu dengan seksama dan kembali mengalihkan perhatian ke makanannya. Meva cemberut, bibirnya menggerutu ketika Loka seperti mengabaikan permintaannya saat ini.

Nom

Meva menatap bingung Loka yang tiba tiba saja menyuapinya ketika sedang asik menggerutu. Melihat raut yang masih sama datar namun sorot mata yang menenangkan membuat Meva melebarkan senyum sambil terus mengunyah, menghancurkan makanan di mulutnya.

"Terima kasih~" ujarnya dengan nada terdengar mendayu.

"Hm." Balas Loka acuh tak acuh dan melanjutkan kembali memakan makannya yang tinggal ¼ itu.

Perlahan Makanan di mangkok Loka habis, tanpa menyisakan apapun. Punggung sempitnya bersandar di sandaran kursi, matanya meliar, memperhatikan murid murid di kantin.

Loka menghela nafasnya.

Perutnya terasa sangat kenyang sekarang, mood Loka pun tanpa sadar menjadi lebih baik. Pikirannya lebih fresh walau batinnya masih berperang dengan logika.

Sepertinya nanti aku harus BAB batin Loka wlaau pandangannya masih menatap mangkok sup yang telah kosong.

Meva sadar dengan tatapan Loka namun dugaannya masih rancu. "Kamu masih mau makan?" Tanyanya.

Loka menggeleng dan menepuk perutnya dua kali. "Aku sudah cukup kenyang." Tuturnya dan tersenyum simpul tanpa melihat Meva, serigalanya.

Mendengar itu Meva turut senang. Dia menyandarkan kepalanya di kepala adiknya, persis seperti apa yang Hazel lakukan. Loka merasa Dejavu. Sekaligus dia merindukan pria yang telah ia anggap ayah walau umur aslinya lebih tua daripada Hazel.

banyak pasang mata yang melihat momen dan interaksi Welguo bersaudara. Terkadang hubungan mereka terasa ambigu tapi jika seperti ini mereka terlihat benar benar Saudara. Interaksi yang terlihat manis, hangat dan alami.

/Loka, Transmigrasi?\ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang