Bab 6

4.5K 505 6
                                        

"perkenalkan nama saya Lovanka Retaloma Welguo. Kalian bisa memanggil saya Loka."

Guru yang tepat berada di samping tubuh Lova tersenyum simpul. Keturunan Welguo? Bukankah bungsu mereka berada di negara lain? Juga selain itu rumornya si bungsu masih sekolah dasar.

"Anak anak, ada yang ingin di tanyakan?"

Tidak ada yang mengangkat tangan ataupun membuka suara. Semuanya diam ketika melihat wajah tanpa ekspresi milik Lova. Terlebih ketika manik mata laki laki itu mengedar ke seluruh ruangan, melihat satu persatu murid. Mereka merasa seperti tengah di seleksi untuk siapa yang bisa di biarkan hidup dan tidak.

Nama belakang dengan Marga Welguo saja sudah membuat mereka berhati hati, tapi di tambah dengan tatapan bagai rambut tajam yang dapat meledakkan balon itu membuat mereka semakin tertekan.

Tentu Guru/ wali kelas di sini mengerti, sangat. Terlebih mereka masih remaja, mental mereka masih dalam proses terbangun.

Suasana kelas hening sejenak, canggung pun tidak lupa tersemat. Walas kemudian mengangkat suara.

"Ee .... Loka, kamu bisa duduk di meja yang masih kosong. Dan mohon kerja sama kalian dalam membimbing dan memperkenalkan sekolah kita kepada teman baru kalian."

"Baik buk." Mereka menjawab hampir secara keseluruhan dan serentak. Loka mengangguk mengerti dan mengambil tempat duduk berada di paling ujung, tempat dimana kursi masih kosong.

Tanpa adanya basa basi kemudian, pembelajaran bermulai. Mata Loka masih berotasi, melekat pada masing masing murid, mencari apakah ada dari sumber penderitaan Lova di antara mereka. Namun, tidak ada hal yang ia cari.

Apa berbeda kelas?

Loka bertanya tanya dalam hatinya. Ia merogoh tas, mengeluarkan dua buku tebal juga dua buku tulis beserta alat tulisnya. Ia melirik ke arah papan putih di depan dan melihat kata kata yang tertulis.

Layaknya para siswa pada umumnya, Loka menulis, membaca dan menjawab soal seolah itu adalah soal yang baru pertama kali ia pelajari. Bedanya, Loka akan bertingkah seolah cepat tanggap dalam pelajaran. Bukankah aneh jika dia langsung mengerti pembelajaran ini? Terlebih jika Loka langsung mahir.

Keadaan kelas hening, mereka fokus ke buku mereka masing masing. Pelajaran Matematika, dengan soal yang mereka kerjakan saat ini. Loka pun begitu, dia menjawa dan menulis. Substitusi, eliminasi, hubungan Xy, garis lurus, koordinat. Dan kembali lagi ke pembelajaran sekolah menengah pertama. Seperti Luas bola dan volume bola, Pythagoras, persamaan linear, substitusi dll.

Jujur, sebagai orang dewasa, loka juga muak dengan hitung menghitung. Loka jenius, ia pintar, otaknya sangat encer tapi Matematika juga Fisika begitu memuakkan.

Kring

Kring

Bel pertanda pergantian jam pembelajaran berbunyi. Guru di depan berdiri sambil membereskan alat yang di bawa. Semuanya, menghela nafas tepat ketika guru menyatakan kata kata yang mereka tunggu. Pr.

Guru di depan sedikit terbatuk, "kalian bisa lanjutkan di rumah, Minggu depan kita akan membahasnya."

Para murid di kelas meregangkan jari jari mereka agar tidak kembali kaku. Begitupun pinggang sebagai kelemahan semua generasi zaman juga mereka regangkan. Satu kata setelah mereka mengerjakan matematika, Melelahkan.

Kelas yang semula hening kini begitu ramai dengan banyaknya suara suara para manusia. Loka hanya diam, dia sibuk membaca Laporan kantor yang sempat di bawanya. Tentu kantor milik Hazel. Tidak lupa dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Kacamata khusus untuk membaca.

/Loka, Transmigrasi?\ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang