CONGRATULATIONS !

0 0 0
                                    

Lily datang dengan seragamnya yang lusuh dan ransel yang masih menempel di bahunya ketika ia melihat sekelompok orang sudah berkumpul dipelataran rumahnya dengan wajah ceria yang sangat kentara dengan ekspresinya, mereka seakan tengah merayakan sesuatu yang memang seharusnya dirayakan namun tidak bagi Lily. Saat ia datang semua mata tertuju padanya, karena disaat semua orang berpakaian rapih, ia datang dengan penampilannya yang lusuh ditengah semerbak wangi dari pakaian tamu undangan yang Lily asumsikan pasti keluarga dari pihak mempelai pria, Lily tak sedikitpun bergeming ia menatap lurus ke depan di mana seorang pria yang sedang duduk di balik meja ruang tamunya serta Ibunya yang berada di samping pria itu dengan senyum tipisnya sambil mendengarkan dengan penuh hikmat suara pria yang tengah mengucapkan kalimat ijab qabul. Lily menyaksikan semuanya diambang pintu, di mana ia hanya bisa diam dan membeku saat seruan kata 'SAH' menggema diseisi ruangan.

Lily menelan salivanya dengan wajah yang sudah merah padam. Tapi sebelum Ibunya sempat buka suara, ia sudah lebih dulu pergi dari rumahnya. Berlari kemanapun kakinya membawa ia pergi. Ia hanya ingin menjauh, sejauh mungkin dari dunia yang saat ini sedang ia jalani.

Lily memberhentikan sebuah bus dan naik ke dalamnya, ia bahkan tidak tahu kemana bus ini akan pergi. Ia hanya ingin menjauh dan pergi. Lily menahan air matanya namun tetap saja ia tidak bisa membendung rasa sakit yang menyergap perasaannya. Bagaimana mungkin rumah yang tadi pagi ia tinggalkan dalam keadaan kosong kini berubah menjadi tempat sebuah acara pernikahan di gelar. Secepat itukah kehidupannya berubah?.

Lily membekap bibirnya saat ia tak kuasa menahan isak tangis dan semua rasa sakit yang seakan berkumpul untuk melukainya. Mengapa semua ini datang secara bersamaan?. Lily mengeluarkan ponselnya dan dengan tangan gemetar menahan isak ia mencoba untuk menghubungi nomor Melia. Ia benar-benar tak mampu menanggung semua ini sendirian. Namun butuh beberapa kali deringan hingga akhirnya gadis itu menjawab panggilannya.

"Mel." Sesaat setelah mendengar suara parau dan isak tangis itu Melia hanya terdengar menghela nafas pendek.

"Gue tau pasti susah buat lo ngelepasin Belva tapi-"

"Mamah nikah lagi."

"HAH!?" Melia terlonjak dan langsung menegakkam punggungnya ketika mendengar kalimat tersebut. "Ma-maksudnya gimana?".

"Dia gak ngasih tau gue kalau dia mau nikah lagi." Terdengar sebuah tawa yang juga seperti ringisan. "Dan tiba-tiba di Rumah ada resepsi kecil-kecilan."

"Ly. Lo di mana?" Tanya Melia dengan nada khawatir.

"Dia ngundang keluarga suami barunya, tapi dia bahkan gak ngasih tau gue sedikitpun kalau dia bakalan nikah lagi. Dan brengseknya dia ngelakuin itu di Rumah yang Papah bangun buat keluarga kita." Isakannya terlepas dan ia bisa merasakan suaranya setengah histeris saat bercerita.

"Oke. Tenang dulu ya. Sekarang jawab gue, lo di mana? Biar bisa langsung gue samperin."

"Selama ini gue hidup tanpa kasih sayang dia, tapi ternyata dia bisa ngelakuin hal yang lebih buruk dari pada itu." Lily membekap bibirnya untuk menghentikan isak tangis itu namun tak berhasil.

"Lily jawab pertanyaan gue! Lo di mana?"

"Sesampah apa gue di mata Mamah sampai nikah aja dia seakan sengaja buat nyakitin gue dengan gak ngasih tau tentang apapun dan tiba-tiba nikah di rumah?"

"Gue tau lo sedih. Tapi gue mohon kuatin diri lo sekarang dan kasih tau gue lo di mana?"

"Sakit banget Mel." Lily memukul-mukul dadanya dengan tangis yang sudah setengah histeris hingga beberapa orang dalam bus tersebut menoleh. Tapi Lily sudah tidak peduli dengan apapun.

HER LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang