Entah sejak kapan langkahnya menjadi terasa lebih ringan untuk pergi ke Sekolah. Seakan bersekolah menjadi salah satu hal yang sangat ia suka, bahkan melebihi kecintaannya pada hari libur. Jadi apakah penyebab seseorang lebih menyukai hari kerja dari pada libur? Tentu saja jawabannya selalu berkorelasi dengan lawan jenis.
"Good morning, Miss Lily." Gadis yang disapa malah membekap mulut dengan gestur terkejut yang sangat terlihat jelas.
"Mobil lo kemana?" Tanya Lily sambil mengarahkan pandangannya ke seluruh arah, ynamun tetap tak mendapati yang ia cari dan berakhir pada Belva yang sedang duduk dijok motornya sambil menatap Lily yang masih kebingungan.
"Mulai hari ini, gue gak bawa mobil. Karna pernah ada yang ngomong ke gue kalau itu salah satu hal yang gak dia suka."
"Tapikan gue sekarang udah paham kenapa lo bawa mobil dan alesannya cukup jelas."
"Tapi lo bikin gue sadar kalau itu salah. Jadi, mau berangkat sekarang?" Belva mengulurkan tangannya untuk membantu Lily naik, sedangkan yang menyambut uluran tangan tersebut hanya tersenyum dengan salah tingkah.
"Makasih ya." Ujar Lily sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Belva. Entah apa yang membuatnya berani melakukan hal tersebut, namun ternyata diam-diam Belva pun menikmatinya. Ia tidak beranjak saat Lily mulai menumpukan beban tubuhnya pada bahu Belva.
Lagi dan lagi keheningan menguasai mereka hingga sampai di area Sekolah. Berbeda dari biasanya, kini Lily tidak lagi merasa malu berjalan beriringan dengan Belva, Bahkan pria itu mengantarnya hingga kedepan kelas dan Lily sama sekali tidak terganggu dengan hal tersebut sekalipun semua mata memandang ke arahnya.
"Kalau hari ini lo semangat belajarnya, pulang sekolah kita beli gelato di Surya Kecana." Lily mengangguk antusias. "Janji bakalan semangat?" Belva mengacungkan jari kelingkingnya.
"Apaan sih kayak anak kecil aja." Lily menepis jari kelingking itu.
"Ini namanya pinky promise, lebih dari sekedar janji, kalau lo udah pake pinky promise artinya lo harus bener-bener nepatin janji itu." Ujar Belva sambil kembali mengacungkan jari kelingkingnya.
"Okey." Lily terkekeh kecil dan menyambut jari kelingking itu dan menautkannya.
"Yaudah sana." Belva mengacak rambut Lily dan membalikan tubuh gadis itu kemudian sedikit mendorongnya dengan lembut. Lily berbalik sebentar untuk melambai dan setelah lambaiannya dibalas ia duduk seperti biasanya di samping Melia yang selalu setia dengan bukunya.
"Banyak banget ya ritual perpisahannya." Ujar Melia tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
"Mata lo ada banyak ya." Kadang Lily bingung pada sahabatnya yang selalu bisa memperhatikan keadaan padahal matanya selalu terlihat berada di atas buku.
"Cuma butuh kurang dari 0,25 detik buat ngalihin arah pandangan gue dari buku ke lo dan dari lo ke buku."
"Whatever." Lily merotasikan matanya.
"Lo udah liat nilai ulangan sejarah?"
"Udah dibagiin?"
"Udah, cek dikolong meja lo. Tadi dibagiin sama Tasya tapi karna lo belum dateng jadi di titip ke gue." Lily meraba kolong mejanya dan merasakan selembar kertas tipis kemudian menariknya keluar.
"98? Wow, gue gak ngebayangin bakalan dapet nilai segede ini tanpa belajar sama sekali." Lily terlihat puas dan menyombongkan kertas itu pada Melia. "Nilai lo berapa?"
"75."
"Bukannya lo belajar ya?"
"Yang gue pelajarin ternyata gak ada diujiannya."
![](https://img.wattpad.com/cover/355585665-288-k145137.jpg)