UPSITE DOWN

2 0 0
                                    

Lily masuk ke kamarnya dengan senyum yang masih belum hilang dari bibirnya, perasaan hangat itu seakan menyelimutinya dari dinginnya kota Bogor di malam hari. Ia duduk di depan meja belajarnya sambil membuka laptop yang tidak terkunci dan dengan semua yang terjadi hari ini, ia mulai menuliskannya sebagai bagian dari novelnya.

Setelah beberapa lama memandang layar laptop yang menyakitkan retinanya, Lily bangkit dan hendak memberi jeda pada dirinya untuk sekedar bernafas lega, ia kemudian berinisiatif untuk mengambil segelas air dan meminumnya dengan senyuman yang tak henti-hentinya menghiasi raut wajahnya yang manis.

Lily memukul keningnya pelan sambil menggeleng-geleng ketika menyadari ia bersikap agak gila hari ini. Kegilaannya bukan hanya terletak pada senyuman yang tak kunjung lenyap, tapi juga ketika ia mengungkapkan perasaannya begitu saja pada Belva. Itu merupakan salah satu hal tergila yang ia lakukan dalam keadaan tersadar. Tapi anehnya Lily tidak sedikitpun menyesali hal tersebut.

Setelah menghabiskan airnya, ia kembali ke kamar dan menyadari jika ponselnya menyala dan menampilkan beberapa nontifikasi pesan dan panggilan tak terjawab dari sebuah nomor tak dikenal. Lily mengernyit dan membuka nontifikasi tersebut.

+4420-3101-0411

Hai, kenalin nama gue Rabella, lo pasti gak kenal gue siapa kan? Tapi kalau gak keberatan boleh gue telfon? Ada sesuatu yang mau gue kasih tau ke lo.

Ini penting banget.

Tolong angkat.

Dan beberapa nontifikasi panggilan tak terjawab. Lily melihat kode nomor tersebut bukan dari Indonesia, tapi perempuan bernama Rabella ini fasih sekali berbahasa. Lily mencoba menebak kira-kira siapa dia dan apa yang dia mau. Tapi bahkan gadis itu sendiri menggaris bawahi jika mereka tidak saling mengenal, lantas apa yang begitu penting di antara mereka jika keduanya saja bahkan tidak pernah saling mengetahui satu sama lain. Dengan ragu Lily menekan nomor tersebut, dan selang beberapa dering panggilannya langsung diterima.

"Hallo?"

"Hallo, Lily?" Suara tersebut terdengar sangat asing dan Lily yakin ia tidak pernah mengenal Rabella sebelumnya.

"Ya?" Lily menjawab dengan nada penuh keraguan.

"Hey, don't be scared i'm not gonna hurt you." Iya, Lily tahu itu. Tapi bukan itu alasan mengapa ia terdengar ragu. Siapapun tahu jika bicara dengan orang yang tidak dikenal dengan kondisi tidak tahu menahu menganai apapun seperti saat ini pasti akan merasa ragu dan itu adalah sesuatu yang normal. "Oh ya. Pertama, kenalin nama gue Rabella. Lo pasti bingung banget kenapa gue ngehubungin lo kan?" Lily hanya diam, ia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan tersebut.

"Bisa langsung ke intinya aja?"

"Woo woo calm down." Terdengar sebuah gelak tawa di ujung sana, namun lagi dan lagi Lily tidak menanggapi hal tersebut.

"Gue gak punya banyak waktu, kalau lo mau basa-basi gue bakalan putus sambungan telfon-"

"Gue ceweknya Belva."

***

"DIA UDAH GILA YA?!" Lily hanya menghela nafas pelan saat pekikan itu keluar dari mulut Melia sesaat setelah ia menceritakan segalanya.

"Gue juga gak nyangka Mel." Lily mengetuk-ketukan ujung jemarinya ke atas meja dengan wajah tertekuk.

"YA SIAPA YANG BAKALAN NYANGKA KALAU COWOK YANG NGUSAP-NGUSAP RAMBUT LO, NGAJAK LO JALAN, NGANTERIN LO KEMANAPUN YANG LO MAU, NGASIH LO SEMANGAT, PEDULI SAMA LO BAHKAN NGENALIN LO KE IBUNYA DAN BIKIN LO KETAWA SAMPE NGERASAIN RASANYA JADI CEWEK PALING BAHAGIA DI DUNIA TERNYATA PUNYA PACAR? SIAPA YANG BAKALAN NYANGKA LY!? SIAPA!?" Jika keadaanya normal mungkin Lily akan menyumpal mulut Melia dengan kaos kakinya agar gadis itu berhenti berteriak dan memekik di telinganya, tapi tidak untuk saat ini.

HER LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang