CHAPTER 18.
TENTANG SEBUAH TANGGUNG JAWAB—○●○—
BEN bersyukur pakaian hitamnya dan lampu yang temaram membantu ia menyamarkan tubuhnya saat sosok Damara lewat di hadapannya. Ia masih bergeming hingga punggung Damara tak lagi terlihat dalam pandangannya. Setelah itu, ia melongokkan kepala ke dalam, pada pintu yang sedikit terbuka, dan bisa dilihatnya Jonah duduk termenung di depan cermin.
"Aku sudah mendengar semuanya," kata Ben tepat sasaran. "Aku harus mengatakannya berapa kali agar kau sadar, Jo? Damara bukan lawan yang mudah, dan sekarang kau mau menghancurkannya lewat keluarganya? Kau lupa siapa dia? Atau kau lupa siapa itu Kendrick Wilson?"
Jonah tak lagi mampu berkata-kata. Ini lebih dari sekadar menyakitkan, tetapi harga dirinya sudah hancur melebur. Ia pikir jika bisa menghancurkan Damian yang nyatanya memiliki pertahanan diri lebih lemah dari Damara, dirinya bisa dengan mudah menyerang Damara. Sekali dayung, dua pulau terlampaui.
Semua rencananya di luar kepala. Mulai dari Damian yang muncul di pesta setelah sekian lama dia absen, hingga penyerangan kaum Rogue yang seolah memberi Jonah kesempatan. Ia hanya perlu mengarang cerita dan menyewa sang ahli untuk membuat bukti seolah-olah Damian berada di pihak Rogue. Rencananya cukup berhasil, karena Damian dijauhi seantero sekolah bersamaan dengan cacian yang diterimanya. Meski pada akhirnya Damara mengetahui bahwa semua karena ulahnya.
"Aku tidak akan pernah berhenti sampai Damara juga ikut merasakan seolah dunia tidak pernah memihaknya."
Selain lelah menghadapi tingkah Jonah yang selalu menguji kesabarannya, pertemuan keluarga yang mendadak semakin membuat harinya terasa memburuk.
Pertemuan keluarga yang dimaksud bukanlah perayaan pesta besar-besaran, melainkan makan malam bersama karena Amma datang berkunjung. Di luar kepemimpinan Helios, Amma merupakan sosok yang sangat dihormati. Namun, satu hal yang tidak Ben sukai tentang Amma, yaitu karena perempuan berambut putih dan wajah keriput itu selalu memaksakan kehendaknya pada orang lain.
Amma, entah bagaimana caranya, dia satu-satunya dari Helios pack yang dapat bertahan hidup tanpa mate-nya. Berhasil menikahi seorang pria tanpa ikatan mate di antara keduanya, walau akhirnya suaminya harus meninggal dalam perang ratusan tahun silam. Tidak ada rasa sakit atau tersiksa ketika pernikahan keduanya terlaksana—seperti yang biasa terjadi ketika sepasang mate berkhianat. Keistimewaan inilah yang menjadi buah kesombongan dari Amma, dan Ben membenci gagasannya bahwa semua manusia serigala dapat hidup tanpa mate sejati mereka.
"Sampai kapan Ben akan terus menunggu mate-nya?" Tanya Amma di sela makan malam mereka. Pertanyaan itu ditujukan pada Sinclair.
Sinclair berhenti mengunyah daging sapi yang menjadi menu makan malam, sebelum menjawab pertanyaan Amma. "Untuk apa memikirkan mate? Usianya baru delapan belas, dan juga belum mendapatkan serigalanya."
"Kebanyakan serigala muda sudah berkencan di seusianya." Lalu, Amma memekik kecil. "Oh, bukannya dia pernah berkencan? Siapa namanya? Aku menyukai gadis itu. Tampak baik."
Ben mendesis tanpa sadar. Percakapan ini lagi, dan selalu terjadi pada tiap pertemuan keluarga. Kalau saja ia bisa, tubuhnya sudah berontak, menggila dan berteriak mengeluarkan semua hal yang ia pendam sejak lama. Namun, Ben masih waras. Sisi inilah yang menuntunnya untuk tidak berbuat demikian.
"Kami sudah lama putus, Amma," balas Ben pelan, nyaris berbisik.
Amma berdecak. "Gadis sebaik dia kau abaikan? Sayang sekali, Ben."
Ben tidak membalas pun ia tidak tertarik untuk melanjutkan topik pembicaraan tersebut. Akan tetapi, masalah besar datang tiba-tiba. Sosok yang dibicarakan muncul membuat Ben kembali terserang rasa pusing di kepalanya. Ia tersenyum pada segenap keluarga besarnya—yang ia yakini sebagian dari mereka juga terheran atas kehadiran Lucy.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNAL BOND
FantasyDamara membenci situasi di mana semesta selalu tidak pernah bersahabat dengannya, termasuk memiliki mate seperti Benjamin Sinclair. Sebab, menjadi mate-nya itu berarti ia harus menentang keluarganya sendiri, Noir pack yang tidak pernah akur dengan H...