Chapter 22. | Takdir Sang Enigma

24 5 0
                                    

CHAPTER 22.

TAKDIR SANG ENIGMA

Pertemuan pertama tidak selalu berisi hal-hal baik. Namun, setiap orang dapat menjadikannya pertemuan menyenangkan yang sampai kapanpun akan diingat—kalau saja mereka mau mengusahakannya.

—○●○—

"JADI, namanya Orion?" Tanya Damara pada Ben selepas mendengar semua cerita Ben tentang pertemuannya dengan sang serigala untuk pertama kali.

"Ya."

"Can I meet him again?" Damara meminta dengan kedua matanya yang berbinar dan baru kali ini ia tunjukkan pada orang lain, terlebih itu Ben.

Akan tetapi, Ben terdiam. Cukup lama hingga membuat Damara terheran. "Why—"

"That's the problem." Ben menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Itu di luar kendali gue. Orion hanya muncul kalau lo dalam bahaya."

"So, you can't control it?" Sayangnya, untuk pertanyaan Damara yang satu itu, Ben jawab dengan gelengan singkat. Mengecewakan Damara yang menanti-nanti bertemu Orion lagi, berharap kalau

"Dia hanya akan keluar kalau kau dalam bahaya." Ben berdehem sejenak sebelum melanjutkan—ia tampak canggung. "Kau harus berada dalam bahaya dulu kalau ingin melihatnya."

Damara mendengus. "Seriously? Lalu, apa yang harus kulakukan? Apa aku harus menerobos lewat jendela and make me bleed?"

Ben tidak tahu mengapa ia harus tertawa, tetapi menurutnya Damara terdengar lucu. "Perhaps."

Damara memaksakan tubuhnya bangun, dan menatap ke arah pemandangan di luar jendela. Ben pikir Damara serius melakukannya, karena itu ia bergerak mendekat.

"Kenapa kau tidak bisa mengontrol serigalamu sendiri?"

Setahu Damara, Ben merupakan Enigma—itu karena perubahannya yang terjadi sebelum malam purnama. Entah Ben mengetahui hal itu atau tidak. Maka dari itu, merupakan suatu hal yang aneh jika Enigma yang seharusnya sudah matang, tidak tahu menahu soal kontrol diri. Sesuatu jelas terasa salah. Sebuah hal yang mustahil jika itu terjadi.

"Aku juga tidak tau." Hal kedua yang aneh. Ben menjawab dengan gugup, sama sekali tidak menatap kedua matanya. Bahkan sikap mengancamnya beberapa saat lalu seolah lenyap begitu saja.

"That's impossible," balas Damara.

"I know, right." Ben menggeleng, merasa kacau ketika Damara memandangnya penuh rasa heran. Ia merasa kecil sekarang, dan tidak siap ketika Damara melemparkan tatapan meremehkan. Kekuatannya seolah sirna dalam sekejap.

Akan tetapi, jauh di dalam lubuk hatinya, Damara berpikir bahwa Ben mungkin tanpa sadar telah menciptakan dinding besar di antara dirinya dan Orion. Dinding besar itulah yang membuat Ben—tubuh manusianya—susah untuk mengontrol Orion yang tentunya memiliki kekuatan lebih. Orion dengan mudahnya mengambil alih tubuh Ben, tetapi tidak sebaliknya. Damara dapat melihatnya dari kedua mata Ben yang memancarkan keraguan serta ketakutan yang menjadi satu, dan ia menjadi semakin yakin dengan pemikirannya.

"Ben," panggil Damara. Ia membawa tubuhnya menghadap pada Ben, dan entah mengapa ia jadi menggebu-gebu. "Orion is you, and you are Orion. Both of you are destiny. Tidak peduli seberapa kuatnya kau menolak kehadirannya, kalian ada di tubuh yang sama."

ETERNAL BONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang