V

12 2 0
                                    

Setelah mengantar Falisha, Abi segera pulang ke rumah. Ia khawatir jika Leo terbangun dan mencari Falisha.

Sesuai dugaannya, Leo terbangun beberapa menit setelah Abi sampai di rumah. Anak itu nampak masih setengah sadar dan menanyakan keberadaan Falisha yang tadinya ada di samping nya. Memeluk anak itu selama menjemput tidur siangnya. Abi pun segera menggantikan sosok Falisha. Ia mendekap putranya dan menenangkannya. Memberikan pengertian bahwa Falisha akan kembali lagi jika memiliki waktu luang.

Leo yang awalnya sudah berkaca-kaca pun mulai tenang dan kembali melanjutkan tidurnya dengan lelap. Abi menghela napas lega. Leo memang masih kecil, tetapi justru di tahap golden age ini lah Ia menjadi lebih mudah mengingat seseorang. Beberapa minggu yang lalu ketika Leo mengikuti tes inteligensi untuk usianya, Abi mendapatkan fakta baru bahwa anaknya itu memiliki kecerdasan yang melebih usia seharusnya. Sang guru yang mengampu di PAUD tempat Leo bersekolah pun menyarankan untuk lompat kelas saja.

Abi yang masih ragu akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan kelas PAUD Leo terlebih dahulu, nanti Ia akan tetap mendaftarkan Leo ke TK. Jika memang di taman kanak-kanak nanti Leo kembali direkomendasikan untuk lompat kelas, maka Abi akan langsung memasukkan anak itu ke sekolah dasar.

"Nak, sedang sibuk?" Abi yang sedang fokus mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya segera mengalihkan tatapan ke arah pintu masuk. Terlihat ayahnya berdiri di sana.

Abi menggeleng, "Enggak Pa, kenapa?"

"Besok Sabtu sore Papa dapat undangan ke acaranya Pak Galuh, kamu bisa temani Papa?"

"Sepertinya bisa Pa, kalau Leo nggak rewel juga."

"Oke, kalau rewel dibawa juga nggak papa. Ya udah Papa cuma mau bilang itu. Lanjutin kerjamu, jangan begadang terus!"

Setelah papanya meninggalkan ruangan kerja Abi, terdengar suara gaduh dari luar. Rama tadi lupa untuk menutup kembali ruang kerja Abi sehingga suara dari luar pun mampu menembus ke dalam. Suara kali ini samar-samar terdengar seperti keributan di telinga Abi. Ia pun segera menuntaskan pekerjaannya lalu pergi mendatangi arah asal suara.

Di dekat tangga terlihat Sinta—mama Abi—sedang terlibat pertengkaran dengan Cantika. Perempuan yang beberapa hari lalu tega meninggalkan Leo di bandara. Tanpa tahu malu Ia kembali datang dan memohon untuk melanjutkan perjodohan antara dirinya dengan Abi.

"Pokoknya Tante sudah kecewa sama kamu, jangan lagi-lagi kamu berani memohon untuk menikah dengan Abi. Demi Tuhan saya menyesal sudah memilih kamu dulu. Saya mohon sekarang kamu keluar dari rumah ini sebelum saya mengusir kamu dengan cara tidak terhormat."

"Tante maafin aku, aku kemarin benar-benar lupa sedang membawa Leo. Kasih saya kesempatan satu kali lagi ya Tante." Perempuan itu sudah siap mengeluarkan air mata buatannya.

Abi yang sudah muak dengan perempuan itu pun segera membuka suara.

"Maafkan Mama saya yang tidak melanjutkan janjinya untuk menjodohkan kita karena saya sendiri memang tidak memiliki ketertarikan untuk menjalin hubungan dengan Anda. Oleh karena itu, saya minta tolong kepada Anda untuk tidak mengganggu kehidupan kami lagi."

Cantika yang mendengarnya langsung terlihat panik dan segera menghampiri Abi yang berdiri tak jauh darinya. "Nggak Abi, maafin aku. Tolong terima aku dan mari kita lanjutkan rencana awal mamamu."

Sinta yang sudah tidak sudi anaknya disentuh-sentuh oleh perempuan munafik itu pun segera menghalangi langkahnya. 

"Dengar kan apa yang anak saya katakan tadi. Silahkan keluar dari rumah ini atau saya panggilkan satpam."

"Saya tidak ingin merusak hubungan persahabatan orang tua kita. Jadi, selagi saya masih meminta dengan baik-baik maka segera pergilah Cantika." Abi kembali bersuara setelahnya.

Paper PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang