III

30 2 0
                                    

"Bapak," Leo memanggil lirih ayahnya ketika mereka sedang bersiap untuk tidur malam setelah sikat gigi dan cuci muka.

"Hmm kenapa nak?" Abi menyahuti sembari mengelus pelan kepala Leo yang sekarang sedang dalam dekapannya.

"Bapak jadi menikah sama Tante Can?" Abi menghela napas panjang. "Leo maunya gimana?"

"Aku nggak mau punya ibu tiri kayak dia, nanti kalo Eyang Uti masih maksa Bapak menikah sama dia bilang aja kalau kemarin dia udah jahat ninggalin Leo di bandara."

Abi mengangguk paham. "Iya. Bapak nggak akan menikah lagi, cukup tinggal berdua sama Leo aja di rumah Bapak udah bahagia. Kamu nggak usah khawatir, oke?" Ucap Abi yang dihadiahi anggukan oleh Leo.

"Tapi kalau Bapak mau menikahnya sama Aunty Falisha nggak papa, Leo will be super happy." Leo tertawa setelah mengatakan kalimat tersebut. Berbeda dengan Abi yang sekarang tertegun lalu Ia menggelengkan kepalanya mencoba untuk menghalau pemikiran-pemikiran yang muncul setelah mendengar perkataan Sang Anak.

"Udah jangan aneh-aneh, sekarang Leo tidur ya. Besok pagi Bapak antar Leo ke PAUD terus pulangnya kita jalan-jalan, gimana?"

"Yeay akhirnya diantar Bapak lagi, tapi besok kita nggak usah jalan-jalan ya Pak?"

Abi mengernyitkan dahinya, tumben sekali anak ini menolak diajak jalan-jalan. Padahal biasanya justru Leo yang memaksanya untuk jalan-jalan setelah pulang dari PAUD. "Kok tumben?"

"Besok kita main ke rumah Aunty Falisha saja ya Bapak?"

Falisha lagi Falisha lagi. Dua hari ini Abi hanya mendengar nama itu. Ia paham sedari kemarin Leo seperti mengodenya untuk menghubungi Falisha, tetapi akhirnya hari ini Ia baru berani menyuarakan permintaannya kepada Abi untuk mengajak wanita itu bertemu.

"Aunty pasti juga punya kesibukan Leo. Kita ajak mainnya kapan-kapan aja kalau lagi hari libur."

"Memangnya Bapak sudah bertanya kepada Aunty dan memastikannya?"

Astaga untuk anak usia 3,5 tahun Leo memang terlalu pintar untuk dibohongi. Jangan lupakan mulut manisnya yang selalu menjawab ucapan orang lain.

Abi menjawab Leo dengan sebuah gelengan. "Nah kan, makanya besok Bapak tanya dulu. Kalau bisa kita ajak Aunty main, tetapi kalau memang sedang sibuk ya sudah tidak jadi juga tidak apa-apa. Nanti kita makan berdua saja, tapi masak sendiri ya Pak. Leo kangen masak steak berdua sama Bapak."

Abi tersenyum mendengarnya, "oke besok Bapak tanyain sekarang Leo tidur dan jangan lupa berdoa." Abi mencium pelipis Leo.

Leo membaca doa dengan menyuarakannya dan Abi yang mendengarnya pun tersenyum bangga. Anak laki-laki yang sedari bayi Ia besarkan sendiri itu sekarang sudah bisa membaca doa sendiri, mamanya pasti akan tersenyum bangga juga melihatnya dari atas sana. Akan tetapi, senyum Abi mendadak pudar ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Leo dalam doanya.

"Semoga juga besok Aunty Falisha tidak sibuk dan Leo bisa bermain bersama, aamiin."

Ya Tuhan, seingin itukah Leo bermain dengan wanita itu. Abi hanya bisa menghela napas panjang. Tidak masalah, demi Leo semua akan Ia lakukan. Jika Leo meminta dunia dan seisinya pun Abi pasti juga akan memberikannya untuk Leo.

Tak lama terdengar napas halus dan tenang dari Leo. Anak itu sudah tertidur lelap. Abi melihat ke arah jam dinding dan di sana masih menunjukkan pukul 9 malam. Masih belum terlalu malam untuk seukuran orang dewasa sepertinya. Pasti tidak akan mengganggu jika menghubungi seseorang seusianya di jam segini kan, pikirnya.

Ia pun mengambil ponselnya di nakas lalu menghidupkannya. Dengan mengatur pencahayaan paling redup agar tidak mengganggu tidur Leo, Abi pun langsung membuka aplikasi chat di ponselnya.

Paper PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang