IX

5 1 0
                                    

Malam ini, Falisha sudah nampak cantik dan rapi dengan balutan dress hitam selutut serta dandanan yang natural. Seperti permintaan Ibunya tadi pagi, ia diminta ikut menemani kedua orang tuanya makan malam bersama salah satu kolega ayahnya. Mungkin mereka akan membahas permasalahan bisnis saja, pikirnya. Sedari dulu ia memang sudah sering diminta ikut ke acara-acara kolega orang tuanya.

"Cantiknya anak Ibu, iya kan Yah?" Ibu Falisha melemparkan tanya dan senyuman kepada suaminya.

"Iya, selalu cantik. Ya sudah, yuk kita langsung berangkat saja." Mereka pun segera bergegas menuju salah satu resto ternama yang menyediakan private room dan sering menjadi langganan ayah Falisha.

Sesampainya di sana, Falisha sedikit bingung karena hanya melihat sepasang suami istri paruh baya seusia orang tuanya dan dua laki-laki dewasa seusia Falisha, sepertinya. Falisha kira mereka akan bertemu beberapa kolega, jarang sekali ayahnya bertemu dengan satu kolega saja, apalagi ini membawa satu keluarganya. Entah mengapa, Falisha memiliki firasat yang tidak enak.

"Maaf sedikit terlambat Pak Rudi," ujar ayah Falisha setelah menyapa dan bersalaman dengan keluarga koleganya itu.

"Ah tidak apa-apa, saya juga baru menunggu sebentar kok. Silahkan, duduk dulu."

"Oh iya, perkenalkan ini putri saya, Falisha namanya." Satya kembali membuka suara untuk memperkenalkan anak semata wayangnya.

Rudi Hermawan dan Arista Hermawan, turut memperkenalkan diri mereka kepada Falisha. Ternyata keduanya mulai mengenal Satya—ayah Falisha, semenjak masih bekerja di kementrian. Mereka kembali bertemu setelah masa pensiun karena memiliki bisnis di bidang yang sama.

"Kalau ini anak Om, ada Hadyan dan Arya. Hadyan ini kakaknya, sepertinya sih seusia sama Falisha, kalau Arya masih SMA sebentar lagi wisuda terus masuk kuliah." Ucap Rudi yang sekarang bergantian mengenalkan kedua putranya.

Falisha menjabat kedua tangan putra Rudi bergantian, setelah Hadyan menyodorkan tangan terlebih dahulu dan kemudian diikuti oleh sang adik.

Tak lama setelahnya, hidangan telah siap untuk disantap. Mereka menikmati makan malam terlebih dahulu dan disertai dengan sedikit obrolan ringan. Beberapa kali Falisha hanya menjawab dengan anggukan karena ditanyai oleh kedua paruh baya kolega ayahnya, sedangkan sisanya lebih didominasi dengan obrolan Rudi dan Satya yang membahas terkait bisnis mereka.

Saat hidangan penutup disajikan, Rudi pun kembali membuka suara untuk membahas topik yang sedari tadi sudah sempat ada di bayangan Falisha.

"Mungkin agar tidak terlalu lama, kami izin langsung menyampaikan niat kami saja ya Pak Satya dan keluarga."

Satya dan istrinya—Meliana, mengangguk mempersilahkan, hanya Falisha yang belum tahu niat keluarga Rudi mengajak makan malam hari ini. Ia benar-benar hanya menduga-duga saja sedari tadi.

"Jadi, kami malam ini mengundang Pak Satya bersama keluarga berniat melamar putri Pak Satya, yaitu Falisha untuk anak kami, Hadyan. Mungkin memang sangat tiba-tiba, terutama bagi Falisha. Oleh karena itu, kami menyerahkan seluruh jawabannya kepada Falisha, jika memang dirasa belum siap, boleh keduanya berkenalan dan melakukan pendekatan untuk mengenal satu sama lain terlebih dahulu."

Falisha sedari tadi memang sudah menduga, tetapi tetap saja ia merasa terkejut. Sosok laki-laki yang bahkan baru ia lihat dan kenal malam ini langsung melamarnya. Bagaimana bisa hal tersebut terjadi? Apakah mungkin Hadyan memang sudah mengenalnya sebelumnya hingga berani meminta keluarganya untuk melamar Falisha?

Tidak dapat dipungkiri, sosok Hadyan memang cukup karismatik dan menawan. Tampilannya malam ini yang menggunakan pakaian formal dengan nuansa earth tone dan rambutnya yang ditata rapi ke belakang menunjukkan citra manis dan hangat. Akan tetapi, tidak semudah itu bagi Falisha menyetujui perjodohan dadakan ini.

Paper PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang