berjuang

193 21 1
                                    

Tidak bosan aku menatap senyum yang telah lama aku rindukan.
Bahkan tak jarang tanpa sadar senyuman itu menular ke bibirku.

Masih ku lihat dia dari tempatku.
Tempat yang mungkin tidak dia sadari.
Namun tak apa.
Melihat dia tertawa bahagia sudah sangat cukup bagiku.

Entah kapan aku punya keberanian menghadapinya...

Aku melangkah keluar menuju mobilku terpakir, sesaat setelah ku lihat dayeol pergi.

Hari-hari berikutnya aku mempunyai kegiatan baru.
Menyambangi kampus dayeol tentunya.
Memperhatikan dia dari jauh. Mempelajari kegiatan apa saja yang dia lakukan di kampus.

Satu hal yang aku baru tahu, entah sejak kapan hubungan dayeol dan minjung jadi sedekat itu.

Aku hanya bisa menggeram dalam hati.
Aku jg begitu ingin memegang tangan nya seperti itu.
Aku jg ingin mengelus pipinya, mengukir senyum di bibirnya.

Perlahan aku mendekat, melihat dayeol memejamkan mata di atas rumput halaman kampus.

Ku lambaikan tangan di depan wajahnya memastikan dia benar terlelap.

Tak menunjukan reaksi apa-apa aku memberanikan diri membelai pipinya.
Jemariku bergetar.
Tidak menyangka aku bisa sedekat ini dengan dayeol.

Matanya masih terpejam, sedikit menggeliat mungkin karena sengatan matahari yang menyilaukan.

Ku angkat lagi tanganku menghalang sinar matahari dari matanya.

Aku berharap waktu berhenti sejenak agar aku lebih lama menatap wajahnya.

Melihat wajah polosnya. Dayeol tidak berubah. Masih sangat menggemaskan.

Pandanganku sejenak berhenti tepat di bibirnya yang semerah ceri.

Maafkan aku dayeol.

Aku kembali menjauh melihat minjung berjalan mendekat.
Masih setia melihat mereka yang tengah bersenda gurau.

Aku di sini dayeol
Bisakah kau merasakan???

Berulang kali aku mengucapkan sejuta maaf bagai mantra namun tak bisa ku ucap padanya.

Melihat nya pergi menjauh dengan minjung bergelayut manja di lengannya menimbulkan rasa nyeri teramat pedih menusuk dadaku.

Ku remat dadaku meredakan sesak yang kian menghimpit tersadar disini akulah bajingannya.

Aku harus bagaimana dayeol???
Teriakku dalam hati.

Aroma alkohol menyeruak.
Sengaja aku hanya mencicip sedikit.
Aku harus siaga memperhatikan pujaanku yang sudah duduk tak nyaman di antara teman kampusnya.

Sebenarnya aku sudah menjadi salah satunya, hanya beda jurusan.
Tapi lagi-lagi aku belum berani mendekatinya.

Semakin larut, nampak dayeol semakin gelisah.
Nambak beberapa kali meneguk minumannya ketika beberapa orang mencoba mendekat mengajaknya ngobrol.

Tak jarang aku menggenggam lebih erat gelasku seolah akan meremukkannya ketika beberapa dari mereka terkesan menggoda.

Ku akui, nampak lebih menggoda setelah menyandang predikat sebagai mahasiswa.
Senyumnya...
Ahhh... Tak kan ada yang menolak pesonanya.

Aku segera mengetik pesan pada seseorang. Berharap dia segera datang dan membawa dayeol keluar dari tempat ini.

Minjung???
Jangan tanyakan dia.
Sepertinya dia sengaja meninggalkan dayeol dengan kesengannya sendiri.

Hah...
Aku menghela nafas entah kesekian kalinya. Melihat beberapa gadis mendekat manja ke meja dayeol. Bahkan duduk merapat pada dayeol.

Pakaiannya kekurangan bahan, apa mereka tidak kedinginan. Cibirku

A Shoulder To Cry On (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang