Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui jendela apartemen, menyinari dua sosok yang masih terlelap di atas sofa ruang tamu.
Nine mengerjapkan matanya perlahan, berusaha membiasakan diri dengan cahaya terang yang menerpa wajahnya. Ia mengedarkan pandangan dan mendapati dirinya berbaring memeluk Zeta dengan posisi sangat dekat.
Ketika kesadaran mulai mengisi benaknya, memori tentang apa yang terjadi semalam perlahan kembali. Wajah Nine seketika memanas mengingat ciuman intens yang mereka bagi, sebuah momen intim yang mengubah segalanya di antara mereka.
Dengan gerakan pelan dan hati-hati agar tidak membangunkan Zeta, Nine beranjak bangun dari sofa. Ia meraih selimut yang terjatuh ke lantai dan menyelimuti tubuh Zeta dengan lembut, membiarkan gadis itu terlelap lebih lama.
Nine melangkah menuju dapur, berniat menyiapkan sarapan sederhana untuk mereka berdua. Sembari menunggu air mendidih untuk membuat kopi, pikirannya berkecamuk memikirkan implikasi dari kejadian semalam. Akankah ini mengubah persahabatan mereka? Bagaimana mereka harus bersikap satu sama lain setelah ini?
Lamunan Nine buyar ketika mendengar langkah kaki mendekat. Ia menoleh dan melihat Zeta berdiri di ambang pintu dapur, tersenyum canggung dengan rambut sedikit berantakan.
"Pagi," sapa Zeta pelan, suaranya sedikit serak. "Kau sudah bangun duluan rupanya."
Nine mengangguk, membalas senyuman Zeta. "Aku baru saja mau membuat sarapan. Kau mau kopi?"
"Boleh. Terima kasih," sahut Zeta, perlahan berjalan menghampiri Nine.
Keheningan yang sedikit kikuk mengisi ruangan sementara Nine menuangkan kopi ke dalam dua cangkir. Mereka duduk bersebelahan di meja makan kecil, masing-masing berusaha mencari kata yang tepat untuk memulai percakapan.
"Jadi... semalam..." Zeta akhirnya memberanikan diri membuka topik itu.
"Ya... semalam..." Nine menimpali, menatap cangkir kopinya seolah benda itu adalah hal paling menarik di dunia.
"Aku tidak menyesalinya," ucap Zeta tiba-tiba, membuat Nine mendongak menatapnya. "Aku... Aku sudah lama memendam perasaan lebih dari sekadar partner atau pun teman padamu, Nine. Maaf jika aku melangkah terlalu jauh dan membuatmu tidak nyaman."
Nine menggeleng. "Kau tidak perlu minta maaf, Zeta. Aku... juga merasakan hal yang sama. Aku hanya bingung harus bersikap bagaimana setelah ini. Aku tidak ingin merusak persahabatan kita."
Zeta tersenyum lembut, mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari Nine. "Persahabatan kita tidak akan rusak. Kita hanya akan membawanya ke level yang lebih dalam. tapi aku minta maaf aku masih belum bisa mengetahui apa kita ini. yang pasti aku sangat menginginkanmu."
Mendengar pernyataan tulus itu, keraguan di hati Nine perlahan sirna. memang Zeta tidak menyebutkan status mereka saat ini apa, tapi mereka bisa merasakan hal yang sama saja menurut Nine itu sudah bagus.
Ia balas menggenggam tangan Zeta, merasakan kehangatan dan keyakinan dari sentuhannya.
"Aku juga merasakan Hal yang sama dengan mu"
Mereka berbagi satu senyuman penuh arti, senyuman yang menyiratkan awal dari babak baru dalam hubungan mereka. tiba tiba suara ponsel Zeta berbunyi dan mengakhir ke intiman percakapan mereka berdua, Gadis itu mengendus kesal dan mengambil ponsel nya itu
"Halo kobo bagaimana?" Tanya Zeta ke kobo yang tersambung di telepon, Nine yang merasakan moment nya terganggu juga merasa sedikit kesal namun misi yang datang pertama jadi dia tetap harus fokus pada misi.
"semua persiapan nya sudah siap?, okee bo thanks" Zeta menutup ponsel nya dan menatap ke arah Nine dengan Serius.
"mereka baru saja mengungkap keroco dari Ivan Aleskeevich" ujar Zeta, Nine mengangguk paham "kita semakin dekat ya dengan petunjuknya?" tanya Nine, Zeta tersenyum percaya diri "Kita pasti mengungkap nya. ayo kita selesaikan sarapan dan menuju bar" ujar Zeta, mereka berdua pun menyelesaikan sarapan mereka yang hangat, walaupun moment intim mereka sempat terhenti mereka tetap bisa merasakan kenyamanan dalam kesunyian bersama
KAMU SEDANG MEMBACA
97 Days - A Vestia Zeta x OC Fanfiction
Roman d'amourKisah tentang orang yang menyesal telah mengabaikan perasaannya, kisah tentang suatu upaya untuk menghindari bencana besar, Kisah tentang mata mata yang sudah kelihangan keluarga, identitas, dan, masa kecil nya karena orang orang yang tidak bertangg...