Januari 2015
Malibu, CaliforniaAku mengumpulkan artikel penelitianku kepada Mr.Philip semalam. Pagi ini Hugo membantu merayakannya dengan mengajakku pergi ke pantai Malibu.
Kami berenang sepanjang pagi, lalu menggelar karpet piknik di sore hari. Selagi matahari terbenam, merubah langit biru menjadi kejinggaan, aku membiarkan Hugo mengepang rambutku. Lantas kami berenang lagi dan Hugo bercerita bahwa dia mendapatkan ide untuk membuat robot baru. Dia akan menciptakan sebuah robot yang bisa melakukan pekerjaan rumah, memasak dan membersihkan. Dia bilang dia sudah paham betul bagaimana caranya. Dia hanya perlu mengumpulkan alat-alat yang tidak bisa aku mengerti.
Hugo juga bilang jika di hutan belakang Lympus terdapat kadal yang dapat dijadikan obat. Aku meragukannya, karena dia lebih terlihat baik di bidang teknologi dibandingkan biologi. Pembicaraan kami bergerak kemana saja. Apa yang terlintas langsung saling kami bicarakan.
Aku menceritakan kepada Hugo tentang kehidupanku di Surabaya. Betapa ibuku tidak pernah menerimaku dan bagaimana aku tidak enak hati kepada Dad. Aku takut merusak keluarganya dan menganggap diriku merusak segalanya. Hugo memelukku, air tersebut dingin, tetapi hatiku menghangat karenanya.
"Aku tidak mau memiliki anak." Begitu yang aku katakan akhirnya. "Aku tidak yakin bisa memberikan apa yang mereka butuhkan. Daripada mereka tumbuh dengan banyak kekurangan di dalam dada mereka, lebih baik sejak awal aku tidak membawa mereka ke dunia ini."
"Aku mengerti ketakutan yang kau rasakan."
"Seolah kau memang merasakannya saja," sindirku.
"Aku pikir hampir setiap anak pernah merasakan diabaikan. Kau tahulah, orangtuaku kaya, tetapi memiliki kekurangan waktu untuk merawat anak-anak mereka. Aku bukan anak satu-satunya, aku memiliki dua adik laki-laki. Mereka kembar dan membutuhkan lebih banyak perhatian."
"Setidaknya kau masih diterima. Kau mendapatkan banyak uang dan diundang di acara makan malam."
"Tidak ada yang lebih baik. Perasaan diabaikan dan ditinggalkan itu tidak menyenangkan. Bagaimanapun ketika kau dewasa, itu membuatmu memiliki lubang yang harus dipenuhi. Kau menjadi cacat. Semacam itu."
"Jadi, kau juga tidak berpikir untuk memiliki anak?"
"Aku bahkan tidak berpikir untuk menikah. Perasaan manusia cepat berubah. Bagaimana bisa mereka mengatakan cinta?"
"Astaga, kau tidak mempercayai cinta."
"Tidak, aku hanya percaya perasaan suka datang dan pergi. Terkadang sangat besar, mengecil, dan bahkan menghilang. Tidak ada perasaan yang bertahan lama."
"Sepertinya aku setuju, tapi tidak berati aku tidak ingin menikah sepertimu."
Hugo meletakkan wajahnya di bahuku. "Menikah itu seperti menyatukan bermacam-macam kepribadian, kebiasaan dan problematika yang bertentangan. Itu bukan hal mudah, jadi lebih bagus bebas."
"Padahal aku ingin menikah denganmu," godaku."
"Kalau begitu aku akan memikirkannya." Hugo tertawa sehingga aku ikut tertawa.
"Apakah Harin masih menghubungimu tentang kelompoknya itu?"
"Tidak lagi."
"Aku tidak memiliki keberanian sepertinya membuat kelompok seperti itu."
"Ya, bagus jika kau tidak terlibat. Namun Harin punya alasan di balik tindakannya."
"Kelihatannya kau sudah cukup akrab dengannya."
"Tidak juga."
Kami melipir ke tepi pantai. Menyesap sekaleng soda sementara rona jingga di langit mulai memudar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire |18+ END
RomanceJoana Richard seharusnya tidak jatuh cinta kepada Kaigan Wilson. Pria itu tidak segan menenggelamkan kepala Joana di kloset toilet yang kotor, karena tidak menyukai kehadirannya. Kaigan adalah laki-laki yang selalu mendapat apapun yang ia inginkan...