7

7 0 0
                                    

Di sebuah tempat yang tak terduga, Alexandra secara kebetulan bertemu dengan Ethan di sebuah kafe yang tenang di pinggiran kota. Mata mereka bertemu di antara keramaian, memancarkan perasaan yang lama terpendam. Namun, suasana canggung mencegah mereka untuk merangkul kembali cinta mereka yang pernah begitu kuat.

"Alexandra," panggil Ethan dengan lembut, ekspresinya penuh dengan campuran antara kegembiraan dan kekhawatiran.

"Ya, Ethan," jawab Alexandra dengan suara serak, mencoba menyembunyikan kebingungannya di balik senyum tipisnya.

"Mungkinkah kita bisa duduk dan bicara sebentar?" tawar Ethan, menggeser kursi kosong di sebelahnya.

"Baiklah," jawab Alexandra, mencoba menekan perasaan gugup yang memenuhi dadanya.

Mereka duduk berhadapan, tetapi suasana hening di antara mereka seperti memberi ruang untuk semua perasaan yang tak terucapkan. Alexandra menatap tangan yang gemetar di pangkuan Ethan, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya.

Dalam momen yang penuh tekanan, Alexandra dan Ethan akhirnya duduk berhadapan di ruang tamu yang tenang. Suasana hening terasa begitu mencekam, hanya dipecah oleh suara gemerisik hujan di luar. Mata mereka bertemu, dan dalam kediaman ruangan itu, detak jantung keduanya seolah menjadi satu. Alexandra menelan ludahnya, merasa degup jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. "Ethan," panggilnya perlahan, suaranya hampir terdengar gemetar. Ethan menatapnya dengan penuh perhatian, menunggu kata-kata yang akan keluar dari bibir Alexandra. 

"Aku tahu kita telah melalui banyak hal bersama," lanjut Alexandra, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Dan aku tidak ingin kehilanganmu." Ethan mengangguk perlahan, memahami betul maksud di balik kata-kata Alexandra. "Aku juga tidak ingin kehilanganmu, Alex," jawabnya lembut, tatapannya masih terpaku pada wajah Alexandra. "Tapi aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di antara kita." Alexandra menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengekspresikan perasaannya. 

"Aku juga merasakannya, Ethan. Tapi aku yakin kita bisa melewatinya, asalkan kita bersama." Suasana di ruangan itu menjadi semakin tegang, seperti menunggu letupan gunung berapi yang tak terelakkan. Mereka saling menatap, mencoba menangkap isyarat dari ekspresi masing-masing. Akhirnya, Ethan mengulurkan tangannya, menangkap tangan Alexandra dengan lembut. "Kita akan melaluinya bersama, Alex. Aku yakin kita bisa."

Dengan hati yang berat, Alexandra dan Ethan duduk bersama di teras rumah tua itu, di bawah payung yang rapuh melindungi mereka dari guyuran hujan yang semakin deras. Suasana hening terasa memenuhi udara, hanya dipecah oleh gemuruh petir yang sesekali memecah kesunyian malam.

Alexandra memandang Ethan dengan tatapan penuh keraguan, mata mereka saling bertemu dalam cahaya redup lampu teras. "Kita harus bicara tentang ini, Ethan," ucapnya perlahan, suaranya hampir terdengar terhempas oleh suara hujan.

Ethan menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku tahu," katanya dengan suara rendah. "Kita tidak bisa terus menghindari hal ini."

"Mungkin kita memang harus berhenti di sini," lanjut Alexandra ragu-ragu, tatapannya terpaku pada hamparan hujan yang membasahi tanah di depan mereka. "Mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua."

Ethan mengangguk, wajahnya terlihat suram. "Aku tahu ini sulit, Alex. Tapi mungkin memang waktu untuk kita berdua melangkah maju."

"Mungkin kita memang harus melepaskan satu sama lain," tambah Alexandra, suaranya dipenuhi oleh getaran duka yang tak terbendung. "Meskipun rasanya seperti memutuskan bagian dari diriku sendiri."

Ethan menatap Alexandra dengan penuh penyesalan. "Aku mencintaimu, Alex. Tapi aku juga tidak ingin membuatmu terjebak dalam situasi yang sulit seperti ini."

"Dan aku juga mencintaimu, Ethan," sahut Alexandra, matanya mulai berkabut oleh air mata yang tak terbendung. "Tapi mungkin cinta kita bukanlah cukup untuk mengatasi semua rintangan ini."

Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan kata-kata mereka tergantung di udara yang terasa semakin berat. Hujan masih terus mengguyur, menyirami bumi dengan derasnya, seolah-olah mencerminkan keadaan emosional yang tengah mengalir di antara Alexandra dan Ethan.

Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang