Bab 9. Duduk Sebangku

95 12 1
                                    

Wanita paruh baya itu menghela nafas panjang, ia tak banyak bicara lagi setelah menasehati kedua muridnya itu agar semangat belajar, dan semangat ke sekolah, intinya jangan membolos dan bersikap baik. Bagaimanapun juga dia adalah seorang guru dan wali kelas mereka, mulai sekarang Bu Bertin akan menunjukkan jalan yang straight untuk kedua si pembuat masalah itu. Sudah kewajibannya sebagai seorang guru untuk membimbing kedua anak muridnya dan tentunya murid yang lain juga.

Demi kedamaian dan ketertiban di dalam kelas,Bu Bertin melakukan pengocokan nomor untuk pembagian tempat duduk. Bagi murid yang mendapatkan nomor yang sama ,akan duduk satu bangku atau duduk berdekatan. Semua murid mengambil satu kertas berisi nomor yang sudah disediakan oleh wanita paruh baya itu didepan kelas.

"Ok! Buat kalian  yang udah dapat nomornya dan sudah ada rekan yang mendapat nomor yang sama. Segera pindah ke tempat duduknya masing-masing, termasuk kamu Riki, Arshaka!"

Aluna menahan tawa saat lagi-lagi nama Saka menjadi sasaran bu Bertin. Entah kenapa Bu Bertin menargetkan Saka, ya mungkin karena Saka adalah MURID SPESIAL.

"Bu! Kenapa kita nggak bebas milih mau duduk dimana sih? Saya kan mau duduk sebelahan sama si Rikot bu," gerutu Saka melayangkan protesnya.

"Nggak bisa ya, kalau kalian duduk berdua deketan! Nanti bisa menjadi masalah karena kalian ribut terus, ayo cepat ambil nomor!" ujar Bu Bertin terlihat galak dan tegas pada kedua muridnya yang bisa dibilang siswa eksklusif itu.

Dengan langkah mager alias malas gerak, kedua sahabat itu beranjak dari tempat duduk mereka, lalu pergi ke depan kelas dan mengambil nomor undian yang ada di dalam kotak.

"Kot, lu dapat nomor berapa?" tanya Saka sambil memegang kertas miliknya dan melihat nomor ditangannya.

"Gue 17...Lo berapa?" Riki bertanya balik.

"Ish….sialan!" umpat Saka sambil melihat kertas nomornya yang menunjukkan angka 5.

Saka terlihat kesal sedangkan Riki malah terlihat senang dengan angka yang didapatkannya, mendapatkan angka 17, berarti ia duduk tidak terlalu didepan dan dia bisa santai di kelas. Atau mungkin bisa tidur-tiduran.

"Asik nomor 17, gue bisa sambil rebahan duduk dibelakang, hihi." gumam Riki cekikikan senang melihat nomor bangkunya.

"Ekhem! Arshaka jangan bicara kasar!" tegur bu Bertin yang mendengar umpatan kasar Saka.

"Ehm..iya Bu maaf…maaf." jawab Saka yang langsung menciut. "Woy! Siapa disini yang dapat angka 5?" pria itu bertanya sambil berteriak dan mengangkat tangannya ke atas seraya menunjukkan angka yang dia dapatkan.

DEG!

Wajah Aluna seketika langsung pucat dan mulutnya ternganga melihat nomor yang ia dapat, ditambah teriakan Saka yang menyerukan angka nomor 5. Aluna melihat jelas, angka 5 dikertas milik Saka.

Lantas, cowok itu pun mendekati ke arah Aluna. Gadis itu dengan wajah cemberutnya segera menggandeng tas gendongnya, sepertinya ia akan bergegas pindah dari tempat duduknya. Tak sengaja Saka melihat angka nomor 5 yang ada di kertas milik Aluna yang sama dengan angka miliknya.

"Jir...sama."

"Lo lagi lo lagi…" Saka tersenyum tipis, ia merasa tidak beruntung karena harus satu bangku dengan Aluna. "Sial!"

"Ish...memangnya aku mau duduk sama kamu? Kamu juga sial tau nggak. Kayaknya aku harus mandi kembang tujuh rupa, karena kamu lagi kamu lagi," Gadis itu juga tidak kalah kesalnya dengan Saka. Mereka merasa sama-sama tidak beruntung sejak awal pertemuan sampai sekarang. 

"Kalau lo mandi kembang tujuh rupa, gue bakal mandi dipantai nyi roro kidul pake baju ijo. Biar ngilangin kesialan!" balas Saka kesal.

"Woy, siapa yang mau tukeran nomor sama gue? Gue nggak mau duduk sama cewek nggak waras!" teriak Saka pada semua temannya yang ada di kelas. Ia ingin tukeran tempat duduk. Atensi semua siswa pun tertuju kepada Saka.

Aluna tercekat dan melotot. "Aku  juga nggak mau duduk sama cowok tengil kayak kamu!" serka gadis itu sebal.

Saka tidak menggubris ucapan Aluna, "Woy…calon ahli surga yang ada di kelas ini, yang mau tukeran nomor sama gue–gue traktir hari ini di kantin makan sepuasnya!" teriak Saka menawarkan.

Mendengar hal itu, Bu Bertin mendekati kedua muridnya yang terlihat seperti kucing dan tikus itu. Ia mengatakan dengan tegas bahwa nomornya tidak bisa ditukar.

"Maaf ya Arshaka. Nomornya nggak bisa ditukar!" 

Akhirnya Aluna dan Saka terpaksa duduk satu meja. Keduanya sama-sama tidak senang, bahkan Aluna memasang pembatas meja dengan menggunakan buku-buku. Kesal sekali harus sebangku dengan cowok itu.

"Awas ya kalau kamu berani ngelewatin pembatas ini! Ini wilayahku, paham?" Aluna mengingatkan dengan tatapan sengitnya.

Namun dengan sengaja cowok itu malah menjatuhkan pembatas yang sudah di susun oleh Aluna, ia pun tidur bersandar di bangku itu. Seakan-akan semua meja itu adalah miliknya.

"Hey kamu nyebelin banget ya!" Aluna tidak mau kalah, ia berusaha menyingkirkan tangan Saka dari batasan yang sudah dilewati oleh pria itu. "Ini wilayahku, dasar nol besar!" cetus Aluna yang tau julukan si nol besar dari teman sekelasnya yang tanpa sengaja terdengar olehnya.

"Gue mau tidur," Saka cuek saja meski Aluna berusaha menyingkirkan tangan Saka yang sudah bersedekap di meja dan kepala yang bersandar di meja.

Gadis itu tidak menyerah, ia terus berusaha menyingkirkan tangan Saka. Namun beberapa detik kemudian. Tangan Saka dan tangan Aluna jadi berpegangan tanpa sengaja. Kedua netra mereka bertemu pandang cukup lama, Saka mencekal tangan Aluna yang tadi mengganggunya.

Deg! Deg! Deg!

'Sialan! Jantung gue kumat lagi' ucap Saka dalam hatinya.

Rhea dan Riki, juga teman-teman yang lain melihat juga mendengar perselisihan di antara mereka berdua. Sebab, keduanya sudah menjadi pusat perhatian semua orang di kelas itu. 

"Aciee….cie jodoh ne yeh…. yuhuuyy.." celetuk seorang siswa, sambil melihat Saka dan Aluna yang masih berpegangan tangan juga lirik-lirikan.

"Jodoh emang nggak kemana sih haha." 

Sontak saja Saka melepaskan tangannya dari Aluna, begitu pun dengan gadis itu yang langsung memalingkan wajahnya. 

"Bener...emang kalau jodoh gak kemana, pasti balik lagi balik lagi! Yuhuuyy!" seru seorang siswa laki-laki yang antusias melihat Saka dan Aluna.

"Ngomong aja nggak suka, benci, padahal sebenarnya diam-diam cinta…haha." 

Sial, Riki juga bukannya membantu Juna tapi malah mengompori semua siswa di kelas itu seperti provokator. Riki bahkan tertawa paling keras dan menggoda pasangan teman sebangku itu. 

Sontak saja semua siswa di kelas itu jadi menggoda Aluna dan Saka termasuk Rhea yang jadi ikut ikutan. Aluna dan Saka segera melepaskan tangan mereka masing-masing. Mereka berdua sama-sama malu oleh para siswa di kelas itu yang menggoda mereka. Sementara Bu Bertin tersenyum tipis, ia seperti memiliki ide cemerlang. Lalu wanita paruh baya itu pun memulai kelas dan semua orang jadi diam karena mode mengajarnya sudah on.

"Udah! Diam semuanya!"

****

Me, My Brother and My Badboy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang