Bab 13. Diganggu Anak Geng

140 17 1
                                    

****

Setelah pak Iman memberhentikan mobilnya, Aluna langsung keluar dari mobil. Pak Iman panik saat melihat Aluna keluar dari mobil dengan wajah yang marah. Meskipun Pak Iman sendiri tak tahu kenapa Aluna keluar dari mobil, tapi Pak Iman merasa ini bukan hal yang baik. Akhirnya pria paruh baya itu menyusul Aluna keluar dari mobil, ia menyesal sudah mengikuti keinginan Aluna untuk memberhentikan mobilnya.

"HEY KALIAN!" teriak Aluna keras dengan kedua tangan yang berkacak di pinggang.

Keempat pengendara motor sport itu langsung menghentikan motor mereka. Kemudian mereka turun dari motor, dan menghampiri Aluna yang sedang berdiri menatap mereka dengan tajam.

"Lo manggil kita?" tanya seorang pria dengan wajah menyebalkannya. Ia berdiri tepat didepan Aluna.

"Kalau jalan tuh yang bener dong. Jangan sampe ngehalangin jalan. Emangnya ini jalanan nenek moyang kalian apa?" tegur Aluna tanpa rasa takut pada keempat pria yang terlihat seperti berandalan itu. Untuk apa takut kalau demi kebenaran, itulah Aluna dan prinsipnya.

"Kalau kalian nyelakain orang gimana? Kalian mau tanggungjawab? Aku juga yakin, ada dari kalian yang belum punya SIM kan?" Aluna menegur lagi dengan keras.

Keempat pria itu terlihat kesal, terutama pria yang memakai anting hitam dan memiliki mata hitam kelam. Tampaknya pria itu adalah ketua mereka, karena jaket pria itu beda sendiri diantara ketiga temannya yang lain. Ada strip hitam di jaketnya.

"Kenapa diem aja? Ditegur tuh ngomong, bukannya diem! Kalian punya mulut kan?" tanya Aluna yang heran karena mereka hanya diam saja.

"HEY!" pria yang memakai anting itu menarik kerah baju Aluna dengan kasar. Aluna memekik kaget dan kedua matanya melebar dengan perlakuan pria ini.

"Hey! Jangan sentuh dia!" teriak Pak Iman yang berada dibelakang Aluna. Pak Iman panik melihat Aluna ditarik kasar oleh pria itu.

"Kenapa? Mau mukul aku? Berani kamu sama perempuan?" tantang Aluna seraya menaikkan dagunya ke atas. Pria itu semakin emosi melihat Aluna.

"Bos, dia nantangin tuh!"

"Hajar aja bos!"

Kedua temannya mengompori orang yang dipanggil bos itu untuk menghajar Aluna. Mereka paling tidak suka bila ada yang mengusik, tidak peduli orang itu perempuan atau laki-laki.

"Kalian jangan macam-macam sama nona saya! Mau saya lapor ke polisi hah?" Pak Iman mengancam keempat remaja itu.

Pria yang memakai anting itu tersenyum, lalu mengarahkan tangannya yang terkepal ke wajah Aluna. Tepat saat wajah itu akan mengenai wajah Aluna, seorang pria menahan kepalan tangan itu dengan kuat.

"Gue nggak tau kalau geng kalian berani mukul cewek. Keok banget," ejek Saka dengan senyuman sinis di bibirnya. Ia mengejek pria  yang memakai anting itu dan kawanannya.

"Lo lagi?" pria yang memakai anting itu menurunkan tangannya dari baju Aluna dan sekarang tatapannya beralih pada Saka.

"Pergi dari sini, sebelum gue buat lo malu lagi, Jeno!" ujar Saka dengan tegas, tatapan mata Saka mampu membuat keempat pria itu menegang.

"Bos, ayo kita cabut aja!"

"Kita bisa lawan dia nanti."

"Sialan!" umpat pria yang memakai anting itu dengan kesal. Lantas ia pun mengajak teman-temannya pergi dari sana. Entah apa yang membuat mereka takut pada Saka, padahal rupa lebih menyeramkan dari Saka.

Setelah keempat pria itu pergi, Pak Iman langsung menghampiri Aluna dengan perasaan yang masih khawatir. "Ya Allah, non... non buat Bapak jantungan. Gimana kalau tadi non di apa-apain sama mereka? Bapak kan nggak bisa bela diri non. Lagian ngapain sih non pake negur mereka segala?" oceh pak Iman pada Aluna yang sudah seperti anaknya sendiri. Ia sangat mencemaskan Aluna.

"Hehe, tapi aku nggak apa-apa kan pak," Kekeh Aluna sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. Sebenarnya didalam hati, Aluna juga sempat ketakutan dan tegang. Apalagi kalau pria tadi benar-benar memukul wajahnya.

Saka mendekati Aluna, lalu ia menyentuh kening Aluna dengan satu jarinya dan mendorong kepala gadis itu dengan jarinya.

"Ish! Apaan sih kamu nggak sopan tau nggak!" tegur Aluna seraya menepis ibu jari Saka yang ada di keningnya?

"Lain kali jangan sembarangan negur orang, jangan sok jagoan. Lo harus jaga diri biar nggak ganggu orang yang salah!" Pria itu memberikan peringatan pada Aluna.

"Kamu-"

Aluna terdiam saat melihat wajah Saka yang entah kenapa malah terlihat keren sekarang.

"Udah, nggak usah bilang makasih. Gue tau gue keren dan gue baik!" Saka langsung menyela demikian, ia tersenyum dengan penuh percaya diri.

Bibir Aluna mencebik mendengar suara ucapan Saka yang sangat percaya diri itu. "Ngapain aku bilang makasih sama kamu? Dih!"

"Makasih ya den udah nolongin non Luna," ucap Pak Iman sopan, ia mewakili Aluna mengucapkan terimakasih.

"Sama-sama mang. Untungnya mang-nya baik, nggak kayak cewek itu tuh yang galak kayak kucing garong!" sindir Saka seraya melirik ke arah Aluna yang bibirnya mencebik itu. 

"Hehe...sebenarnya non Luna baik dan manis kok Den," kata Pak Iman memuji. 

"Nggak kelihatan begitu tuh!" celetuk Saka sambil tersenyum. Lalu ia pun menaiki motornya. 

"Kalau lo ketemu lagi sama mereka. Lebih baik lo hindari mereka," ujar Saka memperingatkan, sedangkan Aluna hanya diam saja mendengar ucapan Saka. Ia percaya tidak percaya pada pria itu. Kemudian Saka pergi mengendarai motornya,Aluna dan Pak Iman juga kembali ke dalam mobil. 

"Pak Iman, jangan bilang-bilang sama mama sama kak Alex ya, kalau tadi kita habis digangguin orang."

"Aduh non, maaf...saya sudah mendapatkan perintah dari Bu Mutia untuk melaporkan apa saja yang terjadi sama non." 

"Pak Iman please, kali ini aja tolongin Luna ya? Jangan kasih tau mama sama kak Alex," melas gadis itu seraya mengatupkan kedua tangannya dan memohon pada Pak Iman. 

"Aduh...non.." Pak Iman merasa tidak tega pada Aluna, tapi ia juga sudah berjanji pada Bu Mutia untuk mengawasi Aluna dan melaporkan apapun tentang Aluna yang ia ketahui. 

"Oke deh, kali ini aja ya non. Nggak ada lain kali," ucap Pak Iman akhirnya sambil menghela napas. 

****

Aluna berjalan masuk ke dalam rumah, ia melihat kakaknya yang masih memakai seragam putih abu sudah ada di ruang tengah dan duduk di sofa sambil bermain gadget, entah ia sedang apa karena tampak serius sekali. 

"Assalamu'alaikum!" 

"Waalaikumsalam."
Alex menjawab seraya menoleh ke arah Aluna yang sedang berjalan menghampirinya. Raut wajah Alex terlihat cemas. 

"Kamu dari mana aja sih? Baru pulang jam segini?" tanya Alex cemas.

"Aku dari toko kue. Lagian ini baru jam setengah 3," jawab Aluna seraya melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 14.30.

"Kenapa dari tadi aku telpon, nggak kamu angkat? Kalau punya HP tuh dipake, jangan cuma buat pajangan doang!" tegur Alex sambil memijat kepalanya yang terasa pening. 

"Ya maaf, tadi hpnya aku silent."

"Lain kali kamu nggak boleh kayak gini lagi." Aluna menganggukkan kepalanya patuh. 

"Oh ya...satu lagi, kakak mau kamu jauhin si Saka dan gengnya!" Alex memperingatkan adiknya dengan tegas. Alex memang sesayang itu dengan Aluna, ia tidak akan pernah membiarkan Aluna diganggu oleh siapapun. Sejak ayah mereka meninggal, Alex menjadi sosok yang protektif dan juga posesif terhadap adiknya. 

***

Me, My Brother and My Badboy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang