Teman-teman

15 12 19
                                    

Dua bab kujadiin satu..

Happy reading, kawan-kawan.


Ramein, ya?



3. Teman-teman



Cewek itu tidak berhenti menatap cermin selama sejam. Dirinya terus mengawasi matanya yang membengkak karena menangis semalaman. Untungnya, hari ini adalah hari libur, jika tidak Elin akan habis ditertawai oleh teman-temannya.

Inilah alasan mengapa dirinya membenci novel yang berakhir menyedihkan.

Selama dua hari ini Elin menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan novel yang ia pinjam sebelumnya dan hasilnya semalam dia menangis karena tokoh utama di dalam novel tersebut memilih pergi setelah berjuang cukup keras untuk mempertahankan cintanya.

Elin menatap tajam buku yang ada di sampingnya, dengan kesal dia mengambil buku itu dan memasukkannya ke dalam laci.

"Lin, main ke rumah Bian, ya?"

Seorang wanita muncul membuat Elin terlonjak kaget. Elshira, ibunda Elin menaikkan alisnya bingung.

"Kamu kenapa nangis?" tanyanya terkejut, lalu segera menemui putri semata wayangnya itu.

Elin tertawa pelan, "Habis baca novel,"

"Ngagetin aja kamu!" Elshira menghembuskan napas berat, "kirain diputusin pacar."

"Elin gak punya pacar,"

Elshira tertawa mendengar pengakuan putrinya, "Ya, cari dong sayang, kamu ini cantik, loh," katanya sembari mencubit pipi Elin.

"Males," balas Elin, lalu menyingkirkan tangan Elshira dari pipinya.

Wanita itu berdecak kesal, "Kamu itu mirip sama ayahmu waktu remaja," Elshira menggeleng pelan.

"Ayah waktu remaja emang gimana?" tanya Elin penasaran.

Elshira duduk di pinggir ranjang sementara Elin memutar kursinya untuk mendengarkan bundanya yang akan bercerita.

"Ayahmu itu dulu idola semua cewek, cuma ya gitu, orangnya cuek dan lebih mentingin novel yang isinya cuma teka-teki,"

Elin terdiam cukup lama, "Jadi ayah hobi baca buku juga?"

Elshira mengangguk, "Dari dulu hobi baca, kalau sekarang, ya, bacain kasus,"

"Ayah populer juga, ya?" gumam Elin dengan senyum tertahan.

Dia akui jika ayahnya itu memang tampan, bahkan, semakin bertambahnya usia, ketampanan sang ayah tak pernah pudar. Tidak salah kalau mereka mengidolakan ayahnya.

"Banget," Elshira mengangguk cepat, "gak cuma ayahmu juga, sih, papahnya Zean juga dulu terkenal di kalangan para cewek, sama mamahnya Bian, mereka dulu terkenal karena prestasi mereka."

Elshira memasang senyum mengembang, "Mereka dulu temenan sampai sekarang, makanya kamu jangan putusin pertemanan kalian, main gih ke rumah Bian, Zean pasti juga ada di sana."

Elin menghembuskan napas berat, mau tidak mau dirinya bangkit dari kursi dan berjalan menuju lemari. "Minggu lalu Elin juga udah main ke sana,"

"Cuma anterin kue, terus kita balik, sekarang kamu sendiri yang main ke sana."

"Iya, Bunda," jawab Elin cepat.

•••



Elin menghembuskan napas panjang menatap rumah besar yang sudah hampir satu minggu tidak dirinya kunjungi. Dia melangkah kemudian mendorong gagang pintu dan mendapati kedua temannya tengah asik bermain game. Dia berjalan dan duduk di sofa sambil menatap mereka berdua.

NOL (Need Or Love) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang