8. Umbrella

11 12 3
                                    

Double yaw, happy reading.




8. Umbrella




Aksa memijat keningnya untuk mengurangi pening yang semakin bertambah. Cowok itu berhenti ketika sampai di pintu keluar menatap langit yang sudah berubah abu dan meneteskan rintik hujan. Dia terdiam cukup lama memandangi hujan yang turun semakin deras lalu berbalik hendak masuk lagi ke dalam sekolah sebelum seseorang mencekal lengannya dan sebuah payung terbuka tepat di atas kepalanya.

Ketika cekalan di lengannya mengendur Aksa berbalik menatap sosok yang berdiri dengan senyum mengembang. Elin, cewek itu meraih tangan Aksa dan memberikan gagang payung yang dia pegang agar beralih ke tangannya. Aksa mengangkat kepala menatap payung yang kemarin sempat ia berikan pada cewek itu.

"Makasih buat yang kemarin," ucap Elin lalu membuka payung miliknya sendiri.

Aksa segera meraih tangan cewek itu ketika menyadari dia akan pergi. "Gue bawa motor,"

Elin mengerjap pelan mendengarnya kemudian mengangguk paham saat menyadari sesuatu. "Taksi online aja,"

"Terus motornya?" tanya Aksa, kemudian cowok itu menatap hujan yang sepertinya tidak akan berhenti dalam waktu lama.

"Nanti gue suruh Echa bawa motor lo, biar gue naik motornya Echa," balas Elin memberikan sebuah solusi.

"Emang bisa?"

"Bisa, lah!" Elin menatap koridor di seberang mereka di mana terdapat Echa yang sedang menunggu hujan reda. "Echa biasa naik moge milik abangnya," jelas Elin agar Aksa tidak khawatir dengan kondisi motornya setelah ini.

"Gue tunggu hujan reda aja gak apa-apa," balas Aksa mengatupkan kembali payung di tangannya.

Elin ikut mengatupkan payungnya ketika beberapa murid menatap mereka aneh karena membuka payung di koridor sekolah. Cewek itu memalingkan wajah karena merasa malu lalu melirik Aksa yang diam-diam tersenyum.

"Jangan ketawa, gak ada yang lucu!" peringat Elin, lalu memalingkan wajahnya lagi sambil menahan senyum.





Senyum di wajah Aksa perlahan menurun. Dia berusaha bersikap biasa, tangannya lalu terulur untuk mengusap rambut Elin membuat cewek itu mendadak berubah seperti batu. "Iya, maaf, gak ketawa lagi kok."



Sialan.



Cewek mana yang gak bakalan baper kalo diperlakuin kayak gini? Aksa sialan.



Elin tidak bisa bergerak lagi, tubuhnya terasa kaku jantungnya berdetak cukup kencang. Cewek itu segera menepis tangan Aksa dari kepalanya lalu menatap sengit cowok tersebut. "Katanya sakit, mending pulang sekarang aja biar bisa istirahat."

Aksa diam menatap tangannya yang ditepis oleh Elin tadi, lalu berdehem singkat dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Makasih buburnya. Tau dari mana gue gak suka kacang?"

"Kok?" Elin diam mengingat kejadian beberapa jam lalu, seingatnya dia tidak memberikan bubur itu kepada Aksa karena cowok itu tidak berada di UKS, kemudian sebuah nama terlintas begitu saja dibenaknya. "Raynand yang bilang?"

Aksa mengangguk, "Katanya dari lo," balasnya.

Sudah Elin duga, cowok itu akan selalu berbuat seenaknya. Ya, setidaknya Aksa memakan pemberiannya.

"Yang tadi belum dijawab,"

Elin menaikkan alisnya bingung, "Apa?"

"Tau dari mana gue gak suka kacang?"

Elin diam dan melebarkan matanya terkejut. Dia mendongak menatap Aksa yang terlihat menunggu jawabannya.

"Kebetulan gue juga gak suka kacang!" dustanya, cewek itu terkekeh kecil sembari menghindari tatapan Aksa.

NOL (Need Or Love) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang