19. Berkunjung

11 9 14
                                    

Sesuai janji yaa, ini udah panjang melebihi part² sebelumnya.

Ga bosen-bosen aku bakal selalu ngingetin. Ramein, ya?

Happy Reading.



19. Berkunjung




Malam itu Elin mengetuk pintu ruang kerja milik ayahnya. Seseorang dengan kacamata kotak membuka pintu, sedikit terkejut saat mendapati putrinya yang berdiri di luar.

"Elin ganggu, ya?" tanyanya pelan.

Adam menggeleng cepat, memutuskan untuk membuka lebih lebar pintu dan menyuruh Elin untuk masuk.

Elin duduk di salah satu sofa panjang, di atas meja terdapat beberapa kertas dan foto yang tergeletak berserakan. Dia lalu menatap Adam yang duduk di sampingnya sembari tersenyum.

"Ada penculikan," ucap Adam menjelaskan tentang kondisi mejanya yang dipenuhi oleh lembaran kertas. "Ini lembar kertas isinya latar belakang orang-orang yang jadi tersangka."

Elin mengangguk saja, karena tidak terlalu tahu tentang dunia detektif. Dia memandang ayahnya yang kembali fokus pada kertas-kertas di depannya.

"Ayah sibuk, ya?" tanya Elin lagi menatap ragu ayahnya yang tampak kelelahan. "Jangan lupa istirahat,"

Adam menoleh, sejurus kemudian tersenyum dan mengusap kepala putrinya. "Ayah senang kalau putri ayah sekarang perhatian."

Elin tersenyum, awalnya merasa canggung karena ayahnya sering pergi ke luar kota hanya untuk menyelesaikan sebuah kasus. Padahal dulu mereka sangat dekat.

"Elin boleh cerita?"

Adam tampak tertegun dengan pertanyaan putrinya, detik berikutnya dia mengangguk dengan seulas senyum terbit di bibirnya. "Ya, silahkan."

"Elin punya temen,"

Adam lagi-lagi tertegun dengan ucapan putrinya. Dia masih diam menunggu agar Elin melanjutkan cerita.

Elin menunduk memain-mainkan jarinya. "Bukan cuma Echa, Elin punya banyak sahabat lain,"

"Ayah tau?" Elin mengangkat kepala menatap ayahnya. "Temen Elin, mereka semua orang yang gak pernah Elin duga akan jadi temen Elin suatu saat nanti."

"Namanya Aksa, anaknya gak bisa marah, tapi juga gak banyak omong, terus ada Ana, kalo Ana itu cerewet, suka marah-marah, tapi dia marah karena peduli, terus ada Raynand, anaknya super nyebelin, tapi dia pendengar yang baik, suka ngasih solusi walaupun akhirnya juga jahil,"

Adam tertawa mendengarnya.

Elin membenarkan posisi duduknya menghadap ayahnya. "Terus ada Alvi, dia yang paling tengil kalo kata Ana, dia juga yang paling jahil sekaligus cerewet dan suka ketawa, terakhir ada Angga, Elin kurang tau tentang Angga karena dia jarang bicara sama Elin, tapi kalo kata Ana lagi, Angga itu penasehat yang baik, dia yang paling netral."

Adam menganggukkan kepala sembari mendengarkan cerita putrinya.

"Elin gak cuma punya Echa, tapi ada Bian sama Zean juga," Cewek itu menunduk sambil terkekeh kecil. "Dulu Elin kira Elin gak bisa punya temen yang bertahan lama, mereka bakal pergi pada akhirnya."

Adam memudarkan senyumnya.

"Tapi, semenjak ada Echa, pemikiran Elin jadi berubah, dia teman pertama Elin waktu sekolah karena gak bisa sekelas sama Bian atau Zean, Elin juga sempat mikir kalau Bian atau Zean gak akan peduli lagi sama Elin karena kita jarang ketemu,"

Elin mengangkat kepala menatap ayahnya. "Tapi lagi-lagi Elin salah, Bian sama Zean tetap peduli sama Elin dan berkat mereka Elin bisa berteman sama temen-temen lainnya."

NOL (Need Or Love) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang