dekat

15 13 18
                                    

Happy reading^^



5. Dekat




Echa duduk di samping Elin sambil menatap tajam mereka semua terutama Bian dan Zean. Hanya sedikit yang dia kenal di sini sisanya dia tidak tau siapa, terutama cewek berambut sebahu yang sedang duduk di antara Bian dan Zean.

Saat ini posisi mereka adalah Aksa dan Raynand duduk di sofa sebelah Elin sementara Bian, Ana, dan Zean duduk bersebrangan dengan Aksa. Alvi memilih duduk di bawah sambil bersandar pada sofa karena punggungnya yang masih terasa nyeri.

Echa menghembuskan napas panjang, dia menatap Bian yang diam sembari menunduk. "Gue kira lo itu dewasa, Bi," ucap Echa menatap Bian tajam.

Bian sempat mengangkat kepalanya seperti orang yang akan memprotes, tetapi kembali menunduk saat melihat tatapan tajam Echa.

Echa kira waktu pertama kali datang ke mari bersama Elin, dia berpikir jika Bian ini tipe cowok yang dewasa dan pandai menyikapi segala masalah dengan tenang, tapi setelah melihat kejadian ini sepertinya Echa salah.

"Kalian masih kekanak-kanakan," lanjutnya, lalu beralih menatap Aksa yang duduk di sofa sebelah Elin. "Lo juga, Sa, gue kira lo itu punya otak pinter gak bakal ikut-ikutan kayak gini, rapat aja tegas di luar malah kayak bocah,"

Aksa mengangkat kepala tak terima, satu hal yang tidak dia suka, dirinya benci ada orang luar yang mengetahui sifat tengilnya selain para sahabat, juga pada Elin. Entahlah, dia bahkan tidak tahu apa yang saat ini dirinya pikirkan tentang cewek yang tengah duduk tenang sembari menatapnya itu.

Echa melirik Elin yang duduk di sampingnya, sadar akan arah pandang Aksa yang tidak berhenti menatap cewek itu. Diam-diam dia menahan senyum, tampak bisa menebak bagaimana akhirnya.

Echa berdehem singkat, lalu melayangkan tatapan tajam pada cowok yang saat ini sedang terpergok menjahili Alvi. Cowok itu buru-buru membenarkan posisi duduknya dengan bersila di atas kursi dan kedua tangan yang terlipat di atas perut.

"Ini juga Zean, gue tau lo kayak bocil jadi gue gak kaget lagi," balas Echa menatap sengit cowok itu.

Zean mendelik mendengar penuturan Echa, dia hendak memprotes, tetapi matanya justru teralihkan pada Alvi yang tengah memakan kue kering dengan santai.

"Udah gak sakit, nih?" tanya Zean, sengaja mendorong bahu Alvi sampai cowok tersebut tersedak.

"Sialan!" umpat Alvi melotot tajam ke arah Zean.

Echa menghembuskan napas jengah, dia beralih menatap ruangan yang tampak berserakan. Lagi pula dirinya juga malas memarahi mereka semua karena itu bukan sifat alami Echa. Dia lebih suka diam dan menyimak saja.

Elin tersenyum tipis menatap mereka semua lalu menyenggol lengan Echa agar suasana tidak sunyi. Echa menarik napas panjang lalu ia hembuskan, ekspresinya sudah berubah jadi datar lagi.

"Bantu beres-beres aja," Echa berdiri disusul Elin di sampingnya. "Lin, bantu bagi tugas."

Elin mengangguk singkat, lalu menatap anak-anak yang lain. Dia mengulum bibirnya sesaat menatap mereka karena ragu untuk memberikan perintah.

"Bantu nyapu sama ambil barang-barang yang berserakan, piring nanti dibawa ke dapur aja biar dicuci sama anak cewek, sisanya bantu bersih-bersih ruang tamu," ucap Elin menatap mereka semua, mana mungkin mereka mau menurut.

"Yaudah, tunggu apa lagi," sahut Aksa, cowok itu bangkit dari tempat duduk disusul Raynand dan yang lain.

Matanya melebar terkejut saat mereka semua menurut tanpa memprotes. Menurut Elin, cowok itu merupakan manusia paling susah diatur, bahkan membutuhkan tenaga ekstra untuk membuat mereka mau menurut.

NOL (Need Or Love) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang