perhatian

16 14 30
                                    

Sesuai janji yaw, gapapa lebih awal hehe..

Happy reading^^



6. Perhatian



Mereka semua tertegun saat mendengar Elin tertawa, terutama Aksa, cowok itu diam sembari menatap Elin dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sialan, pinggang gue!" Echa duduk, lalu meringis saat merasakan nyeri di bagian pinggangnya. Dia melirik Elin sinis lalu menabok lengan cewek itu agar berhenti tertawa. "Gak ada yang lucu, Elin!"

"Maaf, maaf!" Elin meredakan tawanya, setelah itu diam saat merasakan sakit.

Raynand bangkit lebih dulu kemudian berjalan mendekati mereka secara perlahan. Dia mengulurkan tangan untuk membantu Ana berdiri.

"Siapa yang bikin lantai licin?!" tanyanya galak.

Raynand sepontan menunjuk Aksa, sementara Aksa menujuk Angga, mereka saling menunjuk satu sama lain. Angga mengarahkan telunjuknya pada Zean lalu cowok itu segera menunjuk Alvi. Bian hanya berdiri kalem sambil mengangkat kedua tangannya.

"GEGARA ALVI!" balas mereka bersamaan, kecuali Bian dan sang pelaku.

Alvi menoleh ke kiri dan kanan dengan wajah melas kemudian mengusap dadanya dengan helaan napas panjang. "Sabar, orang ganteng banyak cobaannya."

Elin menggeleng pelan, dia mendongak ke atas saat Raynand mengulurkan tangan ke arahnya. Tanpa pikir panjang cewek itu meraih uluran tangan Raynand yang langsung menggenggam tangannya dan menarik Elin sampai berdiri.

"Makasih," balasnya.

Elin mengulurkan tangannya untuk membantu Echa berdiri, sementara Elin tak sadar saat sepasang mata terus menatapnya dari kejauhan. Dia baru sadar saat menatap ke bagian sofa dan bertemu tatap dengan Aksa. Cewek itu segera memalingkan wajahnya karena gugup.

Aksa menunduk sambil mengusapkan jari telunjuknya pada sofa dengan gerakan menggambar lingkaran. Sementara Ana berdecak kesal dengan tatapan tajam terarah pada Alvi karena cowok itu selalu bertingkah jahil.

"Udah, kita bantu beresin aja sebelum ada orang kepleset lagi," Elin mengusap pundak Ana untuk memenangkan cewek itu. Raynand melipat kedua tangannya lalu mengangguk setuju.

Embusan napas panjang Ana keluarkan kemudian mengangguk pelan. "Sini pelnya,"

Anak cowok menghembuskan napas lega, kali ini mereka selamat berkat Elin.

Zean mengangguk kemudian segera berdiri dan menyerahkan alat pel di pinggir sofa pada Ana.

"Mana embernya,"

Alvi berdiri membawa ember di tangannya setelah itu menaruh benda tersebut di depan kaki Ana. "Maaf."

Ana menarik napas dalam setelah itu menghembuskannya. Dia membungkuk untuk memeras kain pel yang basah, sementara ember digunakan untuk menampung air kotor.

Elin berjalan ke sisi lantai yang tidak basah sementara Echa kembali ke dapur. Raynand sudah duduk kembali di sofa lalu Bian duduk di lantai dekat mainan PS-nya.

Elin menatap susunan foto yang tertata rapi di atas meja. Ada foto Bian waktu kecil, lalu foto Mama Karina saat remaja, semuanya terisi dengan foto masa lalu masing-masing keluarga. Dia tersenyum saat menemukan foto mereka bertiga, di situ terdapat Elin dengan rambut yang dikuncir tanduk dengan ekspresi melas, di samping kanan terdapat Zean yang sedang memegang bando kucing miliknya, lalu di samping kiri ada Bian yang wajahnya penuh dengan lumpur.

"Gue udah bilang sama Mama buat gak pasang foto itu, tapi tetep maksa buat pasang."

Elin terlonjak kaget, dia berbalik menatap Bian dengan pelototan tajam. "Bisa gak jangan ngagetin!"

NOL (Need Or Love) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang