18/03/24
Pada hari itu aku merenung di sebuah tempat yang menjadi tempat favoritku. Sebuah bukit yang sunyi dengan keindahan alamnya yang menemani. Bukit itu, sudah menjadi tempat bermainku sejak kecil. Memang sejak kecil aku sudah suka dengan tempat yang sunyi, sejuk, dan aku suka dengan keindahan alam.
Sudah lama aku tidak mengunjungi bukit itu, karena memang mungkin aku terlalu larut dalam kesedihan dan harapanku. Ketika ku merenung di sana, entah kenapa air mata jatuh perlahan. Rasanya banyak sekali kenangan di sana. Bukit itu bisa dikatakan tempat yang menjadi saksi kebahagiaanku.
Yang saat kecil aku selalu bahagia, bermain dengan teman-teman kecilku yang sekarang entah dimana. Walau bukit itu sunyi, tapi untukku bukit itu telah menemaniku. Tidak kurasakan aku sendirian, tidak kurasakan aku disingkirkan, tapi yang kurasakan sambutan hangat dari alam yang mengelilinginya.
Beberapa jam sudah berlalu, tidak terasa aku bercerita kepada alam di bukit itu. Saat meninggalkan bukit itu aku merasakan beratnya langkah, karena nyamannya bukit itu. Hatiku lebih baik setelah semuanya aku ceritakan pada alam. Memang mungkin seperti orang gila aku bercerita kepada alam, tapi alam menerimanya dengan baik. Alam tidak pernah mengkhianati, dan hukum alam itu adil.
Saat aku ingin meninggalkan bukit itu, aku melihat ada laki-laki yang sedang menikmati sejuknya alam. Aku tidak tahu siapa lelaki itu. Tapi, terlihat lelaki itu bukan pertama kalinya datang ke bukit itu. Entah kenapa aku ingin menghampirinya, tapi terlihat entah sedang mengenang kenangannya entah sedang menikmati kesejukan bukit itu. Dan aku tak ingin mengganggunya.
Aku pun berjalan melewati belakang pria itu berdiri. Saat aku sedang berjalan sepertinya lelaki itu melihatku. Ternyata dompetku tidak sengaja jatuh, dan aku tidak menyadarinya. Aku menyadari dompetku jatuh saat aku sudah memasuki mobil. Aku keluar kembali, dan dihadapanku sudah ada lelaki yang tadi ada di bukit.
“Kok dompetku gak ada?!” Dengan kepanikan dan mencari di tasnya. Untuk memastikan Irene keluar mobil untuk mencari di sekitaran bukit.
AUTHOR POV
Saat membukaan pintu mobil, tiba-tiba pria itu ada dihadapannya dengan tangan yang memberikan dompet Irene. Tentu Irene tidak langsung menerimanya, ia kaget mengapa pria itu ada dihadapannya dan Irene tidak menyadari lelaki itu memberikan dompetnya. Mereka saling menatap tanpa berbicara apapun dan dengan wajah yang datar.
“Ini dompetmu? Tadi jatuh.” Ucap lelaki itu dan memberikan sebuah dompet kepada Irene.
“Oh iya ini dompetku.” Irene yang mengambil dompet itu dari tangan lelaki itu. Dan pria itu yang langsung meninggalkan Irene berjalan ke arah mobilnya.
“Tunggu!!!” Teriak Irene kepada lelaki itu, dan Irene yang langsung berlari menghampirinya.
Pria itu berhenti dari langkahnya dan menoleh ke belakang ke arah Irene yang sedang menghampirinya.
“Hufth.. Terimakasih ya, udah balikin dompetku.” Ucap Irene dengan nafas yang tersenga-senga.
“Sama-sama.” balas lelaki itu.
“Kenalin Irene.” Ucap Irene dengan menjulurkan tangannya
“Dheva.” Ucap lelaki itu dengan menjulurkan tangannya. Irene seketika terdiam ia merasa namanya yang tidak asing.
“Dheva?” Ucap Irene dengan mengingat-ngingat nama yang tidak asing itu. Lelaki itu bingung apa yang dipikirkan Irene.
“Iya, kenapa ada yang salah?” Ucap lelaki itu dengan kebingungan. Irene yang terdiam memikirkan nama itu, tiba-tiba ia mengingat nama itu.
“Dhev. Aku menganalmu.” Ucap Irene dengan tangannya yang menunjuk lelaki itu.
“Tapi.. aku tidak mengenalmu.” Ucap lelaki itu dengan kaget dan kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA YANG TERBENAM
Novela Juvenilmenjalani semuanya sendiri bukan berarti tak membutuhkan seseorang. ⚠️Plagiat dilarang mendekat