tiga belas; sudah akur

246 19 0
                                    

Votenya jangan lupa!




•               •
Tanpa mereka sadari, mereka berdua sudah lebih dekat daripada sebelumnya. Hanya kawan-kawannya yang sadar. Awalnya tidak ada yang tahu, namun, setelah Arda melihat gerak-gerik pemuda kembar itu, Arda menyimpulkan bahwa mereka semakin dekat.

Pertama, seminggu setelah Jericho dan Javas pulang bersama dari rumah sakit, Jericho jadi sering berkata, "Pulang sekolah? Gue tanya Javas dulu."  Pada siapapun itu. Padahal sebelumnya Jericho sering meng'iya'kan. Ketika ditanya, "Kenapa tanya Javas?" Oleh Galih, jawaban Jericho adalah "Kan dia ga bisa naek motor. Boros ojol nanti."

Kedua, ketika Arda dan Galih pergi ke rumah mereka, Javas terlihat sedang menyapu rumah. Jericho pernah cerita, bahwa selama lima tahun ini, Javas tidak pernah sekalipun. Sekalipun, ikut mengurusi urusan rumah. Ia hanya mengurusi hal-hal dan barang miliknya. Berarti, itu sebuah kemajuan kan?

Ketiga, ketika ingin pinjam barang, atau bergantian barang dengan Javas, Jericho pergi sendiri—atau paling tidak di temani—tetapi tetap Jericho yang meminjam. Kalian ingat? Sebelumnya mereka selalu meminta tolong temannya masing-masing, 'kan?

Empat, ruang obrolan Javas di ponsel Jericho menjadi ada banyak bubble chat. Walau hanya sekedar mengabari dan izin meminjam. Pernah waktu itu Galih tak sengaja melihat ruang obrolan mereka, "Piket?" Tanya Jericho, dan di balas oleh Javas, "👍🏻, bentar doang." Kemudian di balas Jericho, "Nanti gue di burjo depan." Setelahnya, bahkan semakin membuat mata Galih membola. "Titip burjonya." DUAR! Galih langsung teriak dan menghampiri Arda. Padahal Arda ada di UKS yang notabenenya itu jauh dari kelas mereka.

Kelima, entah Jericho maupun Javas, setiap pulang sekolah mereka sering saling menunggu di motor Jericho. Siswa siswi yang melihat itu pun tak jarang membicarakan mereka—terkhusus lagi teman-teman seangkatan. "Eh? Javas dah bisa naik motor gitu? Bukannya tangannya masih sakit?" Ujar salah satu siswi, siswi lain yang sedang memakai helm membalas, "Itu motor Jericho tau. Mereka pulang bareng sekarang." Temannya menutup mulut, "Hah? Sumpah? Mereka udah akur?"


Lagi-lagi, memang hanya mereka yang tidak sadar bahwa mereka sudah mulai dekat.

"Lo dah deket tau sama Javas."

"Apaan, kaga."





























sebentar,























Jauh di lubuk hati, mereka berdua tau kok. Cuman,
























Gengsi






•                  •

Kelas 12 sudah mulai melakukan kelas tambahan sejak semingu kemarin. Karena ada kelas tambahan itu, mereka pulang lebih sore. Dan disinilah dua pemuda ini, masih duduk di atas motor diantara banyaknya mobil dan motor.

"Haduh, kebarengan orang pulang kantor," keluh Javas. Jericho mengangguk di depan, setuju sekali dengan pernyataan Javas.

"Kiri."

"NGAPAIN?" Jericho teriak, takutnya Javas ga denger. Biasa, mendadak budeg gitu kan kalo di motor. Ini juga rame banget.

"JAJAN!"

"OKE!"

Keduanya mampir ke minimarket dan sama-sama jajan. Tadinya Jericho tak ingin turun, namun ia ingat ia harus melakukan latihan soal, jadi ia perlu camilan. Javas pergi ke lorong roti, Jericho pergi ke lorong camilan. Javas langsung mengambil roti incarannya, sedangkan Jericho masih terlihat diam di posisi yang sama. Javas berjalan ke lorong camilan, ingin mengambil barang lain.

"Bengong aja!" Javas mendorong pundak Jericho. Kakaknya itu terkejut, tangannya mengambil salah satu coklat.

"Jav, inget ga, dulu kita pernah nabung terus diem-diem beli coklat ini. Makannya di taman pula, terus kita sembunyi—"

"Maaf..." Javas memotong.

"Eh.. oh iya ... " Keduanya langsung dilanda keheningan. Jericho lupa, kalau... Javas yang sekarang adalah Javas enam tahun lalu. Bukan Javas sepuluh tahun lalu.

Disisi lain, Javas agak kesal. Ia kesal kenapa ia tidak ingat apa-apa. Ia kesal kenapa ia harus memotong kalimat panjang Jericho tadi. Ia baru menyadari bahwa itu adalah kalimat terpanjang dan yang paling ceria juga tulus selama ia mengingatnya.

Keduanya berpisah, mengambil camilan masing-masing.

Atmosfer aneh terasa lagi diantara mereka. Sampai malam tiba. Jarak yang mereka buat di isi dengan atmosfer canggung dan aneh lagi.















"YAELAH INI GIMANA SIH, SAMPE CHIKI GUE MAU ABIS!" Setelah mengatakan itu Jericho merasa puas. Ia kaget, ia mengucapkan hal tersebut tanpa ragu. Biasanya ia hanya akan berteriak tanpa suara ketika kesal dengan pelajaran. Kali ini, entah apa yang membuatnya bisa lepas seperti tadi.

"Berisik. Dah malem." Javas terlihat berjalan dari arah dapur. Tangannya membawa satu gelas.

"Teh?" Javas mengangguk. Jericho menerima gelas yang diberikan Javas.

"Ngerjain apa?" Tanya Javas sambil kembali ke dapur mengambil teh miliknya.

"Latian soal," jawab Jericho setelah meminum satu tegukan. Javas duduk di atas sofa, di belakang Jericho. Tangannya meraih remote menyalakan televisi.

"Bukannya Lo eligible juga?"

"Iya."

"Kenapa belajar sekarang?"

"Daripada keteteran. Hasil snm mah ga ada yang tau."

"Iya sih"

"Lo ga belajar?"

"Besok deh."

Hening.

"Pengumuman mau buka bareng?" Tawar Javas. Jericho memberhentikan pergerakan jarinya.

"Lusa ya?"

Javas mengangguk walau tak terlihat.

"Liat besok deh."

Jericho bingung, karena... Salah satu pilihannya adalah ke luar kota. Ke Jogja. Dengan situasi yang sudah lebih baik ini, Jericho jadi bimbang, "Gimana kalo nanti keterima yang di Jogja, terus asing lagi?" Batinnya saat itu.

"Jer." Jericho hanya bergumam manyahut.

"Soal tadi di—"

"Ga usah dibahas.",

"Tapi. Tapi, kenapa gue ga inget apa-apa soal waktu gue kecil?"

"Dibilangin ga usah dibahas."

"Tapi."

"Plis Jav, gue mau belajar. Udah, Lo nonton aja."

Javas kicep. Mungkin belum sekarang. Bukan waktu yang tepat.











"Gue tau kita udah lebih baik."


















"Tapi soal itu,
















kita bahas nanti."

Distance [JEJ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang