empat; sabtu

361 26 0
                                    

jangan lupa pencet bintangnya <3 ☆



Jagad keluar dari kamarnya, tangan kiri membawa gelas, sedangkan tangan kanan membawa mangkok.

"Nyusahin amat jadi orang. Heran." Ini ulah Eric. Abangnya itu tadi malam main di kamar Jagad sambil bawa sereal. Jadi, mangkok ini bekas abangnya.

Jagad dan Eric bermain Uno sampai tengah malam. Hanya berdua. Tanpa Javas.

























Tunggu, dengan Javas? Mungkin itu mustahil.

Jagad menuju dapur. Langkahnya terhenti ketika seseorang dengan piyama coklat berdiri di depan teko listrik. Jagad mundur tiga langkah, hendak pergi dari dapur.

"Ga usah pergi. Udah selesai." Javas berbalik membawa gelas.

Jagad merasakan degup jantungnya berpacu lebih cepat.

"Minggu lo balik 'kan?" Tanya Javas saat berpapasan di samping Jagad.

"Iya." Setelah menjawab itu Jagad buru-buru melangkahkan kakinya menuju dapur.

"Pagi." Jagad terdiam.

"Papa cuma bisa sore jemputnya," jawabnya dengan kepala tertunduk. Jagad melanjutkan langkahnya.

"Pagi. Ga ada debat!" Javas naik tangga.

Javas mengangkat kepalanya, melihat tujuan lantai dua. Namun,

Netranya bertemu dengan netra sang kembaran. Cowok itu berdiri dengan tangan kanan membawa ponsel dan tangan kirinya di dalam saku celana.

"Tuan rumah aja bukan. Buat apa lo usir adek gue!" Eric turun tiga anak tangga.

Javas hanya diam.

"Jawab!" Tantang Eric.

"Dia bukan adek kita! Dia orang as—"

"Gue ga bilang dia adek kita. Gue bilang, A.dek. gu.e."

"Ya tapi dia kan or—"

"Dia punya kamar disini." Mata Javas bergetar, melihat Eric yang menatapnya marah dan malas

"Terserah lah. Ngomong sama batu mah buang-buang waktu." Eric melambaikan tangannya 'mengusir' Javas dan melanjutkan menuruni tangga.

Javas menatap Eric nanar. Mengikuti gerak Jericho. Ia pikir kembarannya akan mengajak bicara Jagad, namun tidak. Jericho hanya menaruh sendok di wastafel yang sedang digeluti Jagad, lalu pergi ke garasi.

"Kemana bang?"

"Cari donat." Jericho menutup pintu pemisah garasi dan ruang tengah agak keras.

Javas memejamkan mata, lalu helaan berat terdengar keluar dari mulutnya.













•               •

Jagad masih menertawai satu video yang lewat di fyp-nya sejak satu menit lalu. Sudah jatuh, kembali duduk, menertawainya lagi. Jagad memukul-mukul bantalnya sampai ia hampir memukul ujung kasur.

Sejak kejadian pagi tadi, setelah menunggu Eric kembali dengan donat, Jagad mengurung diri di kamar. Ia malas bertemu Javas yang sedang mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tengah.

Akhirnya, jempol Jagad tergerak untuk membuang video yang ia tertawai ke atas. Ia mulai men-scroll tiktok lagi.

"Gila rame banget ni—"

'tok tok' Jagad menaruh ponselnya.

Pintu kamar itu di buka. Tak sesuai harapan, ternyata malah Javas yang berdiri di hadapannya.

"Ngapain?"

"Makan siang."

"Peduli amat Lo. Udah sana." Jagad menutup pintu.

"A.." kaki Javas menahan pintu dan terjepit.

"Alah! Males!" Jagad mendorong pelan kaki Javas keluar dari celah pintu dan ambangnya.

"Makan siangnya Lotek!!"

Setelah menutup pintu, Jagad terdiam mendengar menu makan siang hari ini.

Lotek? Astaga, Jagad suka sekali!

"Gue ga akan makan di bawah. Lo aja," teriak Javas.















Hi! Aku nulis ini itu, kebanyakan niat isengnya... Jadi... Kalo up-nya lama, mohon maklumi😅.

Oh ya! Di profileku juga udah ada 2 cerita, yang mau baca, boleh banget!! ((Walau masih lebih berantakan, karena itu awal banget aku nulis cerita))

Okk, stay tuned buat next chapter!! See you!

Janlup votenya!

Distance [JEJ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang