Terganggu?

94.7K 1.8K 8
                                    

PESONA PAMAN SENO | Terganggu?

Tak terasa sudah lebih dari dua minggu Rindu selalu sibuk memasak setiap paginya. Kadang kala dia juga memasak menu makan malam ketika Hanum menyuruhnya. Semua itu dia lakukan tidak semata ingin menarik perhatian Seno saja, namun juga karena hobi.

Seperti sekarang, Rindu baru saja selesai menata masakannya di atas meja kala Hanum datang bersama Seno dengan bergelayut manja di lengan pria itu. Suasana hati Rindu seketika berubah muram. Bukan karena dia merasa cemburu. Sejak awal Rindu tidak pernah memiliki rasa lebih pada Seno. Dia hanya kesal karena melihat bibinya terlihat bahagia di atas penderitaannya.

Namun lain Rindu, lain Seno. Sepertinya pria itu mulai menaruh perhatian lebih pada keponakan istrinya itu. Seno mulai sering kedapatan menatap Rindu dengan pandangan tak terbaca. Dan hal tersebut tidak disadari oleh gadis itu sendiri.

"Ini semua kamu yang masak sendiri, Rin?" tanya Seno melihat berbagai macam hidangan yang tersaji di atas meja.

Rindu lantas segera merubah ekspresinya menjadi seperti biasa. Dengan senyum cerah dia menjawab pertanyaan Seno dengan sebuah anggukan.

"Kalau seperti ini setiap hari, aku jadi tidak kerepotan lagi." celetuk Hanum pelan sembari menarik sudut bibirnya membentuk senyuman miring.

Atensi Seno lantas beralih menatap ke arah istrinya. Raut wajahnya terlihat kurang senang.

"Tapi bukan berarti semuanya kamu limpahkan pada Rindu. Kewajiban seorang istri itu melayani suami. Jangan jadikan alasan apapun untuk tidak menjalankan kewajiban kamu." Seno berucap ketus.

Hanum yang menyadari perubahan sikap suaminya tentu merasa heran. Selama ini Seno tidak pernah berbicara seperti itu padanya. Dan mendapati pria itu bersikap demikian membuatnya merasa kesal dan sedikit terhina.

"Kenapa kamu bicara seperti itu padaku, Mas? Selama ini aku juga sudah menjalankan kewajiban ku sebagai seorang istri. Aku selalu melayani kamu di atas ranjang. Aku juga mengurus rumah ini dengan baik. Kata-katamu tadi seperti mengatakan jika selama ini aku tidak benar-benar menjalankan kewajiban ku." sungut Hanum meluapkan kekesalannya.

Kini Seno sepenuhnya menatap ke arah istrinya yang berwajah merah padam.

"Aku tidak berbicara mengenai hubungan kita yang lainnya. Aku hanya ingin menyadarkan kamu jika melayani ku tidak hanya sebatas di atas ranjang saja. Dengan kamu memasak untuk ku, itu juga menjadi salah satu kewajiban kamu dalam melayani ku. Tapi kamu justru akhir-akhir ini sering menyuruh Rindu memasak untuk ku. Dan kamu jadi melupakan kewajiban kamu." tutur Seno panjang lebar.

Kali ini Hanum tampak diam dengan wajah yang sudah sangat memerah. Sepertinya dia benar-benar tidak terima dengan ucapan Seno barusan. Namun dia tak lagi bersuara. Membuat suasana di ruangan itu menjadi terasa canggung.

"Em, R-Rindu tidak apa-apa kok, Paman. Justru Rindu merasa senang bisa membantu Bibi memasak." cetus Rindu memecah keheningan di antara pasutri itu. Tujuannya sudah jelas, ingin membuat Seno memandang dirinya baik.

Rindu merasa senang karena semesta seakan mendukung dirinya untuk membalaskan dendamnya.    Melihat Hanum berwajah muram tentu saja menjadi kesenangan tersendiri baginya. Dia tidak akan membiarkan kejadian seperti ini berlalu begitu saja. Tapi dia akan memastikan jika kejadian semacam ini akan terulang lagi, dan lagi.

"Paman tahu, Rin. Tapi Bibi kamu jadi lupa dengan kewajibannya sebagai istri. Dia seharusnya-"

Srek

Ucapan Seno terhenti ketika Hanum tiba-tiba saja berdiri dari kursinya. Raut wajahnya terlihat sangat muram dan tidak bersahabat.

"Cukup, Mas. Aku sudah kenyang kamu marahi sedari tadi." potong Hanum yang kemudian beranjak pergi.

Seno yang masih bergeming di kursinya menatap kepergian Hanum dengan tanpa ekspresi. Ketika melihat pria itu juga akan beranjak dari tempat duduknya, Rindu buru-buru mengambil kesempatan itu untuk menarik perhatiannya.

"Apa Paman juga akan pergi seperti Bibi? Lalu bagaimana dengan semua makanan yang sudah Rindu buat dengan susah payah ini?" tanya Rindu dengan wajah memelas. Gadis itu memilih ujung bajunya dengan raut muram yang dibuat-buat.

Mendengar ucapan Rindu tanpa disangka Seno akhirnya memilih untuk tetap tinggal. Dengan raut wajah tidak enak dia kembali duduk di kursinya semula.

"Biar Rindu yang mengambilkan lauk untuk Paman." celetuk Rindu ketika Seno baru saja meraih piring kosongnya.

Akhirnya Seno membiarkan Rindu yang melayaninya malam ini. Gadis itu dengan cekatan mengambilkan dua centong nasi dan beberapa lauk dan kuah sayur yang dia guyurkan di atas nasi.

"Ini, Paman." kata Rindu sembari meletakkan piring berisi lauk pauk dan sayur yang dia ambil tadi di depan meja Seno.

Setelah itu Rindu kembali duduk di kursinya. Dan ikut memakan makanan yang dia buat tadi. Keduanya makan malam dalam diam. Rindu cukup mengerti akan suasana hati Seno yang sedang buruk. Dan dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekati sang paman.

"Bagaimana, Paman? Apa Paman suka dengan masakan yang Rindu buat?" tanya Rindu memecah keheningan di antara mereka.

Seno yang tengah makan dengan sedikit melamun lantas tersadar. Menatap sang keponakan dengan lamat-lamat.

"Masakan yang kamu buat selalu cocok di lidah Paman, Rin." balas Seno tersenyum singkat, dan kembali menunjukkan wajah muram.

"Em, Paman pasti kepikiran sama Bibi ya? Nanti biar Rindu yang mengantarkan makan malam untuk Bibi ke kamarnya." cetus Rindu seolah mengetahui apa yang mengganjal di hati Seno saat ini.

Awalnya Seno tidak setuju karena dia tidak ingin merepotkan Rindu. Tapi setelah gadis itu berhasil meyakinkannya, Seno akhirnya mengiyakan.

Setelah makan malam selesai, Seno memilih untuk bersantai di ruang keluarga. Dia membiarkan Rindu yang mengantarkan makan malam untuk Hanum. Sebenarnya dia sendiri juga merasa kesal pada istrinya itu karena justru marah ketika dia nasihati.

"Apa mungkin aku terlalu keras pada Hanum tadi?" gumam pria itu sembari menatap kosong layar tv yang tengah menyiarkan siaran bola.

Di tengah lamunannya itu, tiba-tiba Seno mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Dia tentu saja langsung menoleh dan mengernyitkan dahinya ketika mendapati Rindu yang tengah berjalan ke arahnya. Namun yang membuat Seno merasa bingung adalah pakaian yang gadis itu kenakan saat ini.

"Paman ternyata di sini?" tanya Rindu yang sepertinya baru menyadari keberadaannya.

"Em, iya. Paman sejak tadi ada di sini." jawab Seno canggung. Pasalnya Rindu langsung menempati tempat kosong yang ada di sampingnya. Apalagi gadis itu kini tengah memakai gaun tidurnya yang super pendek.

Di tempatnya sekarang, Seno bisa melihat kulit mulus Rindu yang terekspos karena gaun tidur yang gadis itu kenakan benar-benar sangat minim. Seno dengan jelas bisa melihat p@ha mulus Rindu yang tampak putih bersih. Juga belahan d@da gadis itu yang membuat orang yang melihatnya merasa penasaran.

Seno buru-buru menggelengkan kepalanya begitu pemikiran tersebut hinggap di otaknya. Namun sepintar apapun dia berusaha mengenyahkan pikiran itu, Seno akan kembali berpikiran yang tidak-tidak begitu melihat Rindu lagi.

"Em, kenapa kamu tidak langsung pergi tidur?" tanya Seno sembari mengelus tengkuknya kikuk.

"Sebenarnya Rindu ingin menonton film horor begitu selesai makan malam. Tapi ternyata masih ada Paman di sini." jawab Rindu santai.

Seno terdiam sejenak sembari menatap lantai dengan pandangan berkecamuk. Jika tahu dirinya ada di sini, kenapa Rindu masih nekat datang menemuinya? Apa gadis itu sengaja?

"Memangnya kamu sering seperti ini? Maksud Paman menonton film malam-malam dengan pakaian seperti ini?" tanya Seno yang kini menatap Rindu sepenuhnya.

Rindu yang ditatap demikian menjadi salah tingkah. Dengan malu-malu dia mengelus lengannya yang polos sebelum bersidekap d@da.

"Apa Paman terganggu?" justru pertanyaan itu yang terlontar dari bibir Rindu saat ini.

Seno yang mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Rindu seketika terdiam. Apa yang harus dia jawab sekarang?



Tbc.
________

Nahh lohh Seno jadi bingung kan mau jawab apa..

Pesona Paman SenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang