Pura-Pura Polos

148K 2.5K 30
                                    

PESONA PAMAN SENO | Pura-Pura Polos

Seno dengan reflek menjatuhkan Rindu yang sejak tadi duduk di atas pangkuannya. Membuat gadis itu memekik dan mengaduh kesakitan karena bongkahan padatnya menghantam lantai dengan cukup keras.

"Aduhh.. Paman.." ringis Rindu.

Seno yang tersadar sontak membantu Rindu untuk bangun. Lalu mendudukkan gadis itu di atas sofa panjang yang ada di ruangannya.

"Paman kenapa berdiri tiba-tiba sih? Aduhh.. sshh.." Rindu kembali meringis karena merasakan sakit pada bongkahan padatnya yang baru saja mencium lantai.

"Ma-Maaf, Rin. Paman benar-benar tidak sengaja." kata Seno dengan raut bersalah.

Rindu hanya melengos dan kembali merintih kesakitan sembari memegangi pantatnya. Niat hati ingin memulai aksinya menggoda Seno, justru berakhir dengan dirinya yang jatuh terjengkang karena pria itu. Benar-benar sial sekali Rindu hari ini.

"Sakit ya, Rin? Haduh.. Paman benar-benar tidak sengaja tadi." Seno kembali bersuara setelah tidak mendapatkan balasan dari keponakan istrinya itu. Pasti Rindu sedang merasa kesal padanya. Tapi mau bagaimana lagi, gadis itu sudah membuat sesuatu yang tadinya tertidur seketika bangun. Apalagi Rindu hendak menyentuhnya tanpa aba-aba.

Di sela ringisannya, Rindu mulai mengatur rencana lain. Walau masih merasa kesal dengan pria itu, tapi dia tak ingin menyia-nyiakan waktunya terlalu lama.

"Pokoknya Rindu kesal sama Paman." gadis itu pura-pura merajuk sembari bersidekap dada.

Seno tampak menghela napas berat melihat Rindu yang tengah merajuk.

"Begini saja, bagaimana jika Paman belikan sesuatu supaya kamu tidak marah lagi pada Paman?" Seno mengambil jalur tengah dengan membujuk Rindu agar tidak memperpanjang masalah.

"Rindu bukan anak kecil yang mudah disogok, Paman." jawab Rindu ketus.

Seno lagi-lagi menghela napas gusar. Membujuk Rindu untuk melupakan kekesalannya ternyata susah juga. Membuat dirinya ikutan kesal.

"Lalu kamu mau apa? Sudah tahu bukan anak kecil lagi, tapi kenapa masih marah-marah seperti itu." kata Seno yang mulai jengkel.

Rindu tampak mempoutkan bibirnya melihat respon Seno yang tak terduga. Dia pikir pria itu akan bersikap lembut dan membujuknya agar tidak marah lagi. Tapi sepertinya pria itu tidak suka basa-basi.

"Paman harus mau memijat Rindu. Hitung-hitung sebagai pertanggungjawaban Paman karena sudah membuat Rindu jatuh." ujar Rindu tanpa ragu.

Seno yang mendengar permintaan Rindu seketika memicingkan matanya. Bisa-bisanya gadis itu memintanya untuk memijatnya. Apa dia tidak takut akan terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya sendiri?

"Kamu ini bicara apa? Kenapa Paman harus memijat kamu. Tidak-tidak, Paman tidak mau." tolak Seno mentah-mentah.

Bagaimana mungkin dia memijat keponakan istrinya yang sudah dewasa ini? Tadi saja dia sudah panas dingin karena Rindu duduk di pangkuannya. Apalagi jika dirinya menyentuh gadis itu dengan tangannya. Bisa bahaya jika sampai adik kecilnya kembali bangun.

"Ya sudah kalau Paman tidak mau. Panggilkan salah satu karyawan Paman saja untuk memijat Rindu sekarang." kata Rindu sebal.

Seno sontak melotot mendengar ucapan Rindu. Tentu saja dia tidak akan membiarkan salah satu karyawannya menyentuh Rindu. Sebagai seorang paman, Seno tentu saja memiliki tanggung jawab untuk menjaga gadis itu.

"Mereka Paman gaji bukan untuk memijat kamu, Rindu." Seno mulai terpancing emosi.

Raut sebal yang tergambar di wajah Rindu sebelumnya mulai berangsur hilang. Kini berganti dengan raut sedih yang dibuat-buat.

Pesona Paman SenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang