5 tahun berlalu...
"Hah? Seriusss? Ra..."
"Beneran kamu udah mikirin masalah ini? Yakin? Kalau udah berangkat, kamu sulit balik lagi lo"
Aku hanya terkikik geli melihat ekspresi kedua temanku setelah aku ungkapkan rencanaku ke depannya.
Aku sudah mempertimbangkan ini saat pertengah masa kuliah, aku tidak berminat untuk melanjutkan studiku untuk menjadi dokter, alias aku gak akan ikut koas.
Aku sudah yakin akan melanjutkan pendidikanku ke jenjang magister di dunia kesehatan dengan mendaftar beasiswa salah satu kampus besar di Amerika sana, dan ya, aku sudah lolos, makanya aku memberi tahu mereka sekarang, saat semuanya sudah jelas.
"Ra, bukannya kamu pengen jadi spesialis jantung, tujuan kamu itu kan..." Devi memprotes keputusanku dengan ekspresi sedihnya
"Iya Dev, tapi kan aku terjun ke dunia itu bisa dengan cara lain. Belajar lagi... aku bisa tau lebih luas,"
"Lagian... aku gak yakin bisa lancar kalo lanjut koas dengan kesehatanku sekarang, lebih baik aku maksimalkan diriku buat belajar, biar kuliahku gak sia-sia"
Devi dan Rania terdiam mendengar kalimatku yang terakhir, kalau sudah mendengar tentang sakitku, mereka tidak akan membantah apapun.
Jantungku aman-aman saja selama ini, aku rajin pengobatan dan mengikuti pemeriksaan rutin. Tapi sebagai seseorang yang memiliki keadaan spesial ini, aku harus sadar diri sampai mana batasanku.
"Tapi keren banget Ra, kamu lulus kampus Ivy League. Ya kalo aku jadi kamu, goyah sih antara lanjut koas atau ambil kesempatan itu" Rania bericara
"kalo aku dukung aja kalo kamu mau ambil magister, lanjut doktor kalo memang ada kesempatan. Kalau kamu lebih pede kesana, kamu pasti bisa kok" seperti biasa Rania yang selalu baik, ucapannya selalu membuat hati teduh
"ya udah deh Ra kalo kamu memang mau begitu, eh tapi jangan terlalu rajin belajar, cari pacar deh sekalian disana" Devi mulai ikut campur, omongan anak ini kesana kemari
"benerrrr, waktu gak kerasa Ra. Nanti tiba-tiba aja kita udah diakhir umur 20an, makin susah dapet cowok" Rania mulai ikut-ikutan,
Ya karena mereka berdua memang udah punya pasangan. Aku aja yang belum, si Devi dengan taruna itu, Rania dengan ketua BEM, gak kaleng-kaleng semua. Aku sering merasa minder kalo mereka udah main dengan pacar mereka, dan aku hanya ngekor, nyamuk yang ganggu orang pacaran.
"Gak ah, entar aja kalo emang ada cowoknya, pasti dateng sendiri." jawabku,
Di dalam situasi ini, aku tidak akan mau melihat ke arah Devi.
"Rara ini ya... kayanya emang belum move on deh... "
"Gak bisa move on? Maksudnya?" hanya Rania yang tampak kebingungan sekarang,
dan Devi hanya menghendikkan bahu, gak mau menjawab lagi, Rania sekarang bergilir menatap Shira dengan tatapan ingin tahu maksud omongan Devi.
"Gak ngerti, apaan sih dev" jawabku akhirnya, pura-pura tidak tahu.
Aku gak ingin masalah percintaanku dulu masih dibahas hingga sekarang, dari waktu ke waktu, aku makin mendengar berita baik tentang prestasi Rakta, lebih tepatnya aku banyak mencari, karena aku memang kepo hidupnya kini seperti apa.
Dan dari waktu ke waktu itu juga, aku semakin sadar jarak antara aku dan dia kian jauh, kehidupan kami sungguh jauh berbeda. Aku tidak bisa mengharapkan hal-hal lama kembali seperti semula, jadi aku tidak ingin Rakta dibahas didepanku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regards, Natashira (END)
General FictionProlog... "Kedatangan saya kemari, berniat untuk melamar anak bapak dan ibu..." Sepasang suami istri itu saling pandang, "Kenapa Mas Rakta tiba-tiba datang melamar? Apa sudah kenal dekat dengan anak saya?" "Belum." Ruang tamu rumah satu lantai itu h...