Shira's POV
"Mau cerita apa Ra?"
"Na, waktu aku pingsan... kamu ngomong apa ke dia?"
"Dia siapa?"
"Rakta..."
Aku menyebut nama itu agak ragu, curhatanku tentang Rakta kepada Shina, berakhir dahulu sekali. Saat ia memintaku untuk segera melupakan laki-laki itu.
Setelah itu, tidak barang sekali pun aku menyebut nama Rakta di depannya. Walaupun hatiku tidak melakukan itu seketika.
"iya kami ngobrol kok" jawabnya
kami hanya berbicara di telpon, aku penasaran ekspresi wajah Shina sekarang.
Bagaimana tanggapannya mengetahui kehadiran Rakta begitu dekat dengan aku disini
"..."
"Menurut kamu gimana?" tanyaku
"Maksudnya menurut aku Ra? Kok jadi menurut aku?"
"Kok kamu gak pernah bahas dia kalo kita telpon? Kamu tau kan sebenarnya dia disini..."
"Hahaha, emang kenapa kalau dia disana? Kenapa aku harus nanya? Kalian gak sengaja ketemu kan?" Shina malah tertawa
"Iya sih, gak sengaja awalnya. Aku heran aja kenapa kamu gak pernah nanyain dia. Kok dia bisa ada disini, kok bisa ketemu..."
"Oh, kamu mau ditanya..." Shina malah menggodaku
"Dia masih penting ya Ra buat kamu? Jujur, selama ini kamu gak bener-bener lupain dia kan? Ayo ngaku deh..."
"..."
Aku gak menjawab, harusnya mudah saja aku bilang tidak, tapi karena ini Shina, sepertinya percuma aku berkata bohong. Dia tau segalanya, apa yang aku katakan ataupun tidak
"Ini bagus Ra, kalau kamu masih belum lupain dia. Kamu bisa coba buka hati kamu lagi..." jawabnya, seolah mengerti arti diamku
"Bukannya waktu itu kamu bilang lupain aja..."
"Hah? yang mana? Jangan bilang ini yang bertahun-tahun lalu itu?"
"Iya, yang waktu itu"
"Astaga Ra! Itu udah lama banget!! Bedalah dengan yang sekarang! Itu karena waktu itu kamu harus fokus kuliah dulu terus kamu baru sembuh, aku gak mau kamu fokus ke yang lain. Ya walaupun agak nyesel juga aku ngelarang kamu kenal cowok waktu itu, karena malah sampe sekarang kamu tertutup banget"
"..."
"...Kalau masih dia orangnya, coba lagi aja Ra. Kita udah dewasa, aku ngerti yang kamu rasain"
"Aku masih takut dengan kejadian kamu Na, jangan-jangan nanti kita sama"
tentu saja aku merujuk ke perceraiannya, jangankan membayangkan aku yang mengalami, melihat Shina seperti ini, aku seolah ikut trauma
"Ra, Natashira! Kita boleh kembar, tapi nasib kita gak semuanya bakal sama. Kamu tau kan gimana cerobohnya aku waktu ingin sama mantan suamiku dulu? Aku gak mikir panjang, gak dengerin nasehat mama papa, aku tau dia bermasalah dan aku tutup mata sama semua itu. Tapi kamu beda Ra, kamu bisa melihat segala sesuatu lebih objektif, kamu lebih bisa mengatasi banyak masalah berat dibanding aku"
"Aku gak maksa kamu sama Rakta itu, tapi barangkali ini kesempatan kamu untuk membuka hati. Kamu gak mesti nebak ujungnya kemana, setidaknya kalau kamu mulai terbuka, kamu tau dirimu sendiri mau apa"
"Jangan sampe kamu no clue seumur hidup Ra, itu lebih menyiksa dari sebuah perceraian"
ucapan Shina aku ngerti, tapi tidak cukup kuat untuk masuk ke dalam hatiku. Aku gak bisa merasakannya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Regards, Natashira (END)
General FictionProlog... "Kedatangan saya kemari, berniat untuk melamar anak bapak dan ibu..." Sepasang suami istri itu saling pandang, "Kenapa Mas Rakta tiba-tiba datang melamar? Apa sudah kenal dekat dengan anak saya?" "Belum." Ruang tamu rumah satu lantai itu h...