Part 4

486 48 0
                                    

Tepat di hari Ryuuzi dirawat, [Name] mula bekerja sebagai penjaga kediaman. [Name] mempersiapkan pedang pemberian kakaknya dan beberapa peralatan yang sekiranya [Name] perlukan.

[Name] melirik ke arah kakaknya dan mulai menggunakan kagebunsin no jutsu yang telah diajarkan oleh kakaknya. [Name] menghadap ke arah salah satu kagebunsin yang ia ciptakan. Gadis itu berujar, "tolong jaga dan awasi Ryuuzi. Jika ia sadar, jawab pertanyaannya dengan jawaban yang mirip jawabanku. Mengerti?"

Bunsin tersebut menganggukkan kepalanya. [Name] mulai melangkahkan kakinya menjauh dari ruang rawat inap Ryuuzi. Bergerak ke arah kediaman mewah tersebut.

Berbicara mengenai pekerjaan paginya atau pekerjaan kebun si nenek, [Name] tetap bekerja. [Name] mengutus salah satu kagebunsin untuk bekerja di sana dengan pengawasan burung alap-alap kawah atau sering dikenal sebagai peregrine falcon di dunia modern. Burung kuchiyose milik kakaknya yang diserahkan kepada dirinya.

[Name] menundukkan kepalanya begitu tiba di kediaman mewah tersebut. [Name] melihat sekeliling. Kediaman itu sangat mewah. Rumah yang sangat besar bahkan rasanya mengalahkan tempat yang ia tinggali sewaktu ia berada di lingkungan Hyuuga.

Eh, tapi apakah tidak apa membandingkannya dengan Hyuuga? [Name] adalah anak buangan dan anak tidak resmi. Eksistensi [Name] tidak disukai karena ibu [Name] adalah seorang penari dengan identitas dari klan ternama luar desa. Yah, itu informasi yang diberikan Ryuuzi.

Dari informasi tersebut, bukankah lebih memungkinkan jika [Name] beserta Ryuuzi hanya tinggal di bangunan lama? Sewaktu di sana, [Name] tidak melihat orang berlalu lalang kecuali tetua menyebalkan dan ayah tidak bertanggung jawab itu.

[Name] membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat ketika menemui pemilik. Pemilik itu berujar, "sesuai kesepakatan, saya menitipkan keamanan tempat ini selama sebulan."

"Saya mengerti."

"Anda bisa memulai misi penjagaannya!"

"Baik. Saya undur diri, tuan!"

Begitulah awal [Name] melakukan pekerjaannya sebagai penjaga kediaman. Sering sekali [Name] menghadapi sekelompok orang menyerang kediaman. Hanya sesekali [Name] mendapati satu atau dua sosok yang menyerang kediaman.

Sejujurnya [Name] kurang mengerti akan motivasi penyerang. Kediaman ini memang mewah, namun menjadi pencuri kediaman orang lain adalah hal yang tidak baik bukan?
Hal itu dapat mengorbankan keamanan, kenyamanan, bahkan mungkin masa depan penyerang. Tak jarang [Name] membunuh penyerang karena perintah atasan.

[Name] penasaran dengan apa yang akan penyerang curi atau laksanakan di dalam kediaman. Namun, [Name] merasa bukan ranahnya untuk ikut campur sehingga [Name] memilih tutup mata dan tutup telinganya. [Name] memilih untuk melaksanakan pekerjaannya saja.

Anehnya, tepat sebulan [Name] bekerja, Ryuuzi yang baru membaik dinyatakan untuk pulang padahal biasanya pasien pulang ketika tingkat membaiknya lebih baik daripada yang baru membaik.

[Name] memicingkan matanya kepada Ryuuzi. Ini aneh!

Ryuuzi terkekeh. "Aku memang diperbolehkan untuk pulang, imouto."

"Nii-sama tidak berbohong?"

Ryuuzi menggeleng. "Aku tidak mungkin bisa berada di sini dengan barang-barang ini jika aku tidak diizinkan pulang."

[Name] menganggukkan kepalanya. Itu adalah jawaban yang logis. "Baiklah, nii-sama. Ayo kita pulang."

[Name] membawa Ryuuzi keluar rumah. Tentunya dengan membawa obat yang telah diresepkan. Ternyata pembayaran biaya perawatan Ryuuzi melebihi perkiraan [Name]. Tapi, [Name] bersyukur. [Name] meminjam sejumlah uang milik nenek meskipun dengan kesepakatan pemotongan gaji hingga lima bulan.

Untungnya, berkat perawatan di rumah sakit memberikan peningkatan kesehatan Ryuuzi. Namun, sayangnya itu hanya berlaku selama lima bulan. Keadaan Ryuuzi kembali memburuk dan tepat sekali sudah empat bulan Ryuuzi mengonsumsi sebagian obat seperti pada awal sebelum kesehatannya menurun.

Sebenarnya [Name] ingin untuk kembali meminjam uang, namun jumlah biaya yang besar membuatnya memikirkan ulang. Bukan apa, namun kini keadaan si nenek juga kurang baik. Ekonomi nenek cukup berkurang. Begitupun dengan kesehatannya.

Bahkan kini pekerjaan [Name] bertambah meskipun tanpa adanya gaji tambahan. [Name] terlalu empati dengan keadaan si nenek hingga membuat [Name] tidak tega untuk meminta tambahan gaji.

Seusai melaksanakan pekerjaannya, [Name] menyempatkan diri untuk ke sungai. Mencari daging ikan yang dapat ia gunakan untuk menu makan malam.

Dengan bantuan byakugan yang meningkat, ia bisa melihat tempat persembunyian ikan dan menembaknya dengan tepat.

[Name] melirik ikan bawaannya. "Sepertinya ini cukup, bukan?"

Ketika gadis itu berniat melangkahkan kakinya pergi dari area sungai, [Name] merasakan aura yang aneh. Segera saja, [Name] mengaktifkan byakugannya.

Pada arah jam sepuluh, ada seorang anak dikeroyok dengan sekelompok orang. Meskipun sepertinya anak tersebut terlihat menguasai ilmu bela diri, namun sepertinya ia terlihat kewalahan.

[Name] berdecak. Ia sungguh ingin mengabaikan hal seperti ini. Waktu sudah hampir malam. [Name] tidak bisa meninggalkan Ryuuzi terlalu lama.

Namun, apa boleh buat? [Name] adalah sosok paling empati dengan keadaan orang lain selagi ia mengetahuinya dan tidak keluar batas dari batasannya.

Dengan membawa ikan yang berhasil ia tangkap, [Name] berlari ke arah tempat anak laki-laki tersebut. [Name] mengubah wujudnya menjadi alap-alap kawah dan mengkloningnya. Lalu, menggunakan juken pada lawan.

Anak laki-laki tersebut terperangah. Lalu, beberapa waktu kemudian, ia memperbaiki ekspresinya.

Anak laki-laki itu bertanya sembari mengacungkan kunai miliknya, "hyuuga?"

"Kau tersesat?"

Anak laki-laki itu mendecih. "Untuk apa kau bertanya padaku? Kau pasti yang mengirim komplotan itu bukan?"

[Name] menghembuskan nafasnya lelah. Ia mensejajarkan tingginya dengan anak laki-laki itu. Memutuskan bertanya topik lain.

"Di mana rumahmu? Akan kuantar sampai rumahmu."

"Tidak perlu! Kau komplotan mereka, untuk apa berbuat baik padaku?"

[Name] menghembuskan nafas lelah. Sepertinya diam dan menghindari pertanyaannya adalah hal yang buruk.

"Aku [Name]. Benar, aku memiliki darah hyuuga, namun aku tidak resmi sebagai seorang hyuuga. Aku tinggal di sini. Sepertinya kau terpisah dari rombongan. Kalau kau mau, kau bisa mampir. Langit hampir gelap."

Anak laki-laki itu memicingkan matanya. "Bagaimana kau tau jika aku terpisah dari rombonganku? Kau mengintaiku?"

[Name] menggeleng. "Tidak mungkin anak laki-laki kecil datang ke daerah seperti ini sendirian tanpa ada orang yang paham dengan lingkungannya menemani."

Anak laki-laki itu berdecak. Jawaban [Name] masuk akal.

Lalu, [Name] kembali berdiri. Sekali lagi, ia mengajak anak laki-laki tersebut. "Ingin ikut aku ke rumahku? Langit hampir gelap. Akan menyulitkanmu jika ada yang menyerangmu kembali kala kau tidak paham jalan dan medan tempat ini."

Lagi, anak laki-laki itu berdecak. Dengan malu-malu, ia menjawab, "aku ikut."

[Name] mengangguk. Anal laki-laki itu mengikuti jalan [Name] dari belakang. [Name] terkekeh. Ia menggandeng tangan anak laki-laki itu.

"Jangan jalan di belakang! Jalan di sampingku saja!"

Anak laki-laki itu berdecak.

Di dalam perjalanan, hanya ada suara angin dan gemerisik dedaunan. Keduanya hanya hening tanpa ada yang mengawali percakapan sebelum anak laki-laki itu mengawalinya.

Anak laki-laki itu bercicit, "aku Sasuke, Sasuke Uchiha."

[Name] terkekeh. "Salam kenal, Sasuke. Aku [Name]!"

Maret, 2024

[COMPLETED] The Wasted One [Sasuke X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang