[Name] meninggalkan rumahnya seusai menyuapkan makanan untuk Ryuuzi dan makan bersama dengan Sasuke. [Name] memiliki pertemuan dengan toko pupuk pagi ini.
[Name] melangkahkan kakinya. Gadis itu mendekat ke sebuah pohon dekat jalan masuk perumahan. Bersandar ke arahnya dan menunggu sosok itu di tempat perjanjian.
[Name] menghela nafas panjang. Lalu, mencoba memejamkan matanya sejenak. Melayangkan pikirannya.
Sudah enam tahun [Name] tinggal di dunia aneh dengan penuh senjata ini. Klan hyuuga, Konoha, dan segala konflik membuat [Name] merasa muak. Adakah jalan untuk kembali ke dunia nyata? Ataukah ia perlu mati dahulu untuk mewujudkannya?
Bukan bagaimana, secara realistis saja, hidupnya lebih nyaman di dunia nyata meskipun sama sama menjadi tulang punggung. Setidaknya, di dunia nyata dia memiliki penghasilan yang lebih hingga mampu membeli kebutuhan tersier. Di dunia nyata, ada keluarga yang masih menganggap [Name] keluarga dan tidak membahayakan hidup [Name]. Yah, dua poin itu sangat mengganggu pemikiran [Name].
Berbeda dengan kisah Izumi, kisah [Name] ini memiliki banyak kepelikan. [Name] mendapatkan banyak cobaan dikala dirinya tidak memiliki motivasi untuk tinggal.
Berbeda dengan Izumi yang memiliki pengetahuan cukup mengenai dunia ninja, [Name] hanya mengetahui sekilas dan itu pun hanya dari satu sudut pandang.
[Name] tidak memiliki ketertarikan dengan nasib seseorang hingga ingin merubahnya yang menambahkan poin perbedaannya dengan Izumi.
Ryuuzi memang sedikit menarik [Name] dan [Name] menyayanginya. Namun, tetap, dirinya juga rindu ibu dan adiknya di rumah apalagi kondisi daerahnya yang banjir sewaktu [Name] berkunjung. [Name] juga ingin mengetahui kabarnya.
Namun, jika ditanya apakah [Name] ingin bunuh diri agar dirinya bisa kembali, maka jawabannya adalah tidak. [Name] tidak mau melakukan perbuatan kotor itu. Sudah susah payah [Name] lahir dan bertahan hidup, masa harus mengakhiri usahanya?
[Name] menghembuskan nafasnya kasar. Tetap saja, [Name] akan mengikuti alur kehidupan. [Name] menghargai pemberian kehidupan dan kepercayaan Tuhan untuknya. Namun, [Name] juga masih menginginkan untuk kembali ke keluarganya. Cukup sulit bukan? Tapi, itulah sifat [Name] sedari hidup di kehidupan sebelumnya. [Name] memiliki prinsip tersendiri meskipun mungkin bagi orang lain, prinsip itu tidak berguna dan merumitkan dirinya.
"[Name]?"
Suara bariton laki-laki menyadarkan [Name] dari pikirannya. [Name] kembali memasang senyumnya. [Name] bertanya, "Arataa-san?"
Laki-laki itu mengangguk. Ia menyerahkan gerobaknya. Gerobak dengan isi penuh pupuk. "Seperti biasa [Name] biayanya."
[Name] mengangguk. Ia menyerahkan sekantong koin. "Apakah ini cukup?"
Arata mengintip kantong dan menghitungnya. Lalu, menganggukkan kepalanya. "Cukup."
"Saya permisi dahulu, Arata-san. Terima kasih banyak." Begitulah ujar [Name] sembari mendorong gerobak penuh dengan pupuk.
Arata menatap [Name] dengan nanar. Arata memiliki putri di rumah. Putri yang seusia [Name] namun bekerja tidak sekeras [Name]. Arata berharap biarlah dirinya yang bekerja keras dan putrinya yang menikmati hasilnya. Ia tidak tega untuk melihatnya bekerja sekeras [Name].
✧-'-✧
Berbeda dengan [Name], Sasuke yang sengaja berada di sisi Ryuuzi hanya bersedekap dengan diam. Namun, tidak berselang lama, anak laki-laki itu mengujarkan pertanyaan karena tidak tahan dengan suasana diam diantara mereka.
"Namamu Ryuuzi Hyuuga?"
Ryuuzi menganggukkan kepalanya. "[Name] yang memberitahu namaku?"
Sasuke mengangguk. "Dia menitipkanmu padaku. Aku Sasuke"
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] The Wasted One [Sasuke X Reader]
Fanfiction[Anime Fanfiction | Short Story Series | The New Izumi's Side Story] Cover cr: pinterest Keira Asadina adalah sahabat karib dari [Name] Canary atau yang sering dipanggil Keira sebagai Aria di tempat kerjanya. Keira adalah sosok yang lebih suka menge...