• 16 •

4.4K 357 15
                                    

GALIH tidak menyangka, ternyata Dara masih memiliki kelemahan itu di dalam dirinya.

Sembilan tahun telah berlalu, tapi perasaannya masih sama seperti dulu. Dia tidak pernah bisa melupakannya. Bahkan mengabaikan keberadaan Dara saja terlalu sulit baginya.

Tentu saja dia sudah mencoba berbagai cara. Melakukan banyak hal yang mungkin saja bisa berguna. Nyatanya, semua itu menjadi sia-sia saja saat ia melihat Dara.

Rindu yang ia kira telah lama sirna mendadak memenuhi dada hingga ia merasa sesak dibuatnya. Sisa amarah yang ia kira telah binasa perlahan kembali bergolak dan mulai menggerogotinya. Semua perasaan itu menjadi satu dan menjadi semakin parah saat ia tahu banyak laki-laki yang mengelilingi Dara selama ia tak ada di sampingnya.

Galih tersenyum tipis. Dia membelai lembut wajah yang masih menghantui mimpinya selama ini. "Apa kamu tidak pernah merasa rindu sedikit pun padaku?" gumamnya.

Galih mengecek pernapasan Dara, juga keadaan kulit lehernya sebelum ia mengangkat tubuh Dara yang tak sadarkan diri itu menuju sofa. Pakaiannya cukup longgar, keadaan ruangannya pun sejuk dengan udara yang cukup baik. Jadi harusnya senentar lagi Dara bisa sadar.

Sebelumnya, dia berpikir untuk sedikit mengintimidasi ketika menginterogasinya. Saat melihat reaksi Dara, dia tiba-tiba ingin sedikit menggodanya. Galih tidak benar-benar berniat menciumnya, tapi tiba-tiba saja dia sudah melakukannya.

Hanya ciuman biasa. Jenis ciuman yang jelas takkan cukup untuk mengobati semua penyiksaan yang terjadi di relung dadanya. Namun reaksi yang dia dapatkan sungguh di luar dugaan.

Sekali pun memiliki banyak teman laki-laki, tapi sepertinya tak satu pun dari pria-pria itu yang berhasil mengetuk pintu hati Dara. Bahkan interaksi intim sedikit saja sanggup membuat Dara menjadi salah tingkah seperti itu. Dara masih sama seperti ingatannya dulu.

Galih tersenyum lagi ketika mengingat peristiwa tempo hari. Jadi itu alasan yang membuat Dara lebih memilih melarikan diri daripada meladeni kakak sepupunya yang bajingan itu. Orang yang ia kira bakal membantu malah berbalik melawannya ketika dia melihat Dara langsung untuk pertama kalinya.

Tentu saja, siapa pun bakal tertarik pada Dara. Wajahnya mungkin tidak begitu cantik hingga sanggup membuat siapa pun tertarik, tapi tubuhnya jelas sanggup membuat pria mana pun menoleh untuk sekadar menelanjanginya. Terlebih bajingan seperti Gilang yang suka memainkan wanita.

"Beristirahatlah di sini," katanya, lalu beranjak pergi untuk mengambil map yang jatuh tepat di depan pintu masuk ruangannya.

Sekilas memang tidak ada yang salah. Wajar bagi seorang pegawai untuk meminta izin perusahaannya ketika dia berniat tidak masuk kerja cukup lama. Namun, alasan yang diberikan Dara di sana tidak sanggup ia terima.

Terutama tanggal terakhir yang Dara tulis untuk surat izinnya adalah tanggal di mana dia berangkat ke Australia. Tentu saja, Dara tidak datang untuk sekadar mengantar kepergiannya. Dia menghilang begitu saja setelah mengakhiri hubungan mereka.

Galih merasa kecewa saat tidak melihat Dara di bandara. Padahal hubungan mereka berakhir secara baik-baik saja. Dia pikir Dara masih mau mengantar kepergiannya dan meninggalkan satu pelukan yang takkan terlupakan baginya. Namun nyatanya, Dara tidak pernah datang ke sana.

Bahkan setelah itu, bak tertelan bumi Dara menghilang dari dunianya. Sesekali ia masih berharap perempuan itu akan mengirimkan sebuah email padanya. Namun, tak ada apa pun yang dia dapatkan.

Rindu yang menyiksa, kian lama dipendam kian menyiksa hatinya. Dia hanya bisa berpikir, Dara mungkin memang sudah tidak mencintainya atau mengharapkannya kembali. Dia pun berusaha melupakan Dara.

Proses itu tidak sederhana. Dia mencoba menjalin hubungan baru dan mencoba mencintai perempuan lain yang lebih segalanya dari Dara.

Awalnya, dia mengira semua usahanya itu membuahkan hasil. Dia yakin dengan perlahan dia mulai melupakan Dara. Namun, saat mereka bertatap muka untuk pertama kalinya ... ia juga yakin seratus persen semua usahanya selama ini berakhir sia-sia.

Dia masih mencintai Dara. Dia masih menyayanginya. Seberapa keras dia mencoba menyangkal, seberapa keras pun dia berusaha mengabaikan, keberadaan Dara masih sangat jelas di matanya.

Galih berjalan menuju kursinya. Dia menandatangani dokumen cuti itu, sebelum mengerjakan pekerjaannya yang lain.

Jam kerja sudah dimulai kembali, tapi Dara masih tak kunjung sadarkan diri. Sepertinya perempuan itu terpaksa harus mengambil lembur hari ini.

Dear, Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang