"RA, jangan bilang lo udah tahu kalau Agus orangnya emang kayak gitu?" Dira bertanya ketika mereka sudah sampai di ruangan kerja.
Tadi Dira buru-buru menarik Dara kembali, meninggalkan Agus yang termenung layaknya sedang memikirkan banyak hal dan Farhan yang menemaninya layaknya siap memberikan arahan.
"Sejujurnya gue enggak tahu apa-apa soal dia. Selama ini gue berusaha jaga jarak aman aja, karena gue takut kalau dia sampai nekat orangnya." Dara mengatakan alasan yang sejujurnya.
Sekalipun mereka teman yang cukup dekat dan Agus sering memberinya kode secara terang-terangan, tapi Dara tidak begitu mengenal Agus dengan baik. Dia sendiri memang sengaja tidak pernah menanggapi kode maupun modusnya, karena dia takut kalau Agus sampai berharap lebih atau malah sampai bertindak nekat padanya.
Bisa dibilang, memang begitulah sifat alami Dara. Daripada meladeni modus seseorang, lebih baik dia menghilang karena penolakan halus saja sudah tidak mempan digunakan.
Dira meringis. "Dan gue malah manas-manasin plus nantangin dia kayak gitu. Sekarang gue jadi agak nyesel, bisa ditarik lagi nggak sih omongan gue tadi?"
"Ya, kalau lo mau balik ke dia sekarang terus minta maaf, kayaknya masih bisa ditarik lagi omongan lo tadi, Ra." Dara memberikan nasihat.
Namun Dira malah memelototinya dan menggeleng tegas. "Nggak, nggak sudi juga gue minta maaf sama dia. Lagian biasanya dia orang yang suka bercanda, kan? Kenapa tiba-tiba aja dia jadi kayak gitu coba?"
Dara mengangkat bahunya. "Mungkin dia lagi pusing setengah mati, makanya dia bisa jadi kayak gitu." Dara berdeham pelan. "Lo yakin nggak mau narik omongan lo lagi? Mumpung semuanya belum terlambat."
"Nggak, gue yakin juga dia nggak bakalan bisa. Syarat yang gue ajuin susah, mana mungkin dia bisa dapatin semua itu dalam waktu seminggu?" Dira mengatakannya dengan ragu.
"Mungkin aja selama dia punya uang juga relasi yang siap bantuin dia kapan pun." Dara mengingatkannya. "Kecuali lo kasih tenggat waktunya semalam kayak Roro Jonggrang, gue yakin dia udah langsung nyerah dari awal."
Dira meringis pelan. "Gue maunya gitu, tapi nggak ada logikanya." Dira tiba-tiba membuang muka, raut wajahnya yang memerah membuat Dara merasa curiga.
"Jangan bilang, aslinya lo emang punya rasa sama Agus dari dulu, Ra?"
Pertanyaan Dara membuat Dira tersentak kaget. Satu reaksi itu sudah cukup untuk mengundang senyuman manis Dara. Akhirnya dia tahu alasan, mengapa Dira berani memberikan sebuah harapan yang walaupun terdengar sangat sulit, tapi tidaklah mustahil.
"Semoga beruntung!"
Pintu ruangan terbuka, mereka pikir pelakunya Agus dengan Farhan. Namun ternyata Galih lah orangnya. Pria itu langsung menatap Dara.
"Dara, ke ruangan saya!" Dia menunjuk ruangannya menggunakan map yang ada di tangannya. Sebuah map yang harusnya penting, tapi baginya seperti tidak ada harga dirinya.
Dara dan Dira kontan mengerjapkan kedua matanya.
"Lo bikin salah apa sampai dipanggil sama dia, Ra?" Dira bertanya penasaran.
Dara hanya diam saja. Sepertinya dia bisa menebak apa masalahnya. Dia tersenyum pada Dira, kemudian melenggang pergi mengikuti jejak Galih untuk masuk ke ruangan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mantan!
RomansaAndara Prameswari tidak pernah membayangkan akan bertemu kembali dengan mantannya di SMA. Apalagi dalam posisi sebagai seorang atasan dan bawahan. Aji yang dulunya kurus kerempeng dengan tinggi menjulang, terlihat ngenes dan menyedihkan, kini menjel...