• k e m a r a h a n •

15.4K 1.5K 63
                                    

DARA merasa dirinya sedang ditelanjangi dengan perlahan. Sekeras apa pun dia berusaha menutupi, orang di depannya seperti bisa melihat bentuk tubuhnya dengan pasti.

Tentu saja karena pakaiannya yang ketat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat siapa pun membayangkan bayang-bayang lekuk tubuhnya. Namun, tetap saja dia tidak berharap orang ini akan melakukan hal menjijikkan itu padanya.

Dara duduk dengan rasa tak nyaman. Dia ingin segera pulang saja. Terlebih karena dia tidak melakukan apa-apa di sana. Dia yang harusnya bekerja kini hanya duduk diam, karena pekerjaannya diambil alih Galih secara tiba-tiba. Pria itu yang menjelaskan semuanya kepada klien mereka, tapi tetap saja pria tua yang menjadi klien itu terus memandangi tubuh Dara.

"Nak Dara sudah punya pacar?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Galih berhenti bicara dan menatap klien dengan tatapan dingin yang menakutkan.

Dara hanya meringis mendengarnya. "Belum, Pak."

"Apakah Nak Dara tertarik dengan pria yang sudah matang?" Pertanyaan satu lagi itu dengan sukses membuat Dara meringis di tempat duduknya.

Dara mencoba tersenyum sopan. "Saya tidak begitu suka dengan pria yang lebih tua dari saya, Pak. Tapi sebaiknya, kita tidak membahas masalah seperti itu ketika sedang bekerja." Dara berdeham pelan, karena dirinya semakin merasa tak nyaman saat Galih menatapnya dengan delikan tajam.

"Jangan terlalu kaku begitu, saya lebih suka kalau kamu bisa lebih santai dan kita mulai membahas sesuatu yang lebih pribadi."

Balasan dari klien tua yang lebih cocok menjadi ayahnya itu membuat Dara langsung bergidik ngeri. Dia baru saja hendak membuka mulut, saat ia merasakan cengkeraman kuat tangan Galih di pergelangan tangannya yang ada di bawah meja.

Galih berdeham dengan keras. "Saya rasa, apa yang Bapak lakukan terhadap bawahan saya tidaklah etis. Kalau Bapak serius dengan proyek ini, mohon untuk fokus mendiskusikannya dengan kami. Kalau Bapak tidak bisa fokus sekarang, kita bisa menunda pertemuannya lagi," jelasnya dengan nada tegas.

Klien yang sejak tadi hanya memandangi Dara kini beralih menatap Galih dengan ekspresi dingin. "Bagaimana saya bisa fokus, kalau Anda mengirim perempuan cantik dan seksi untuk menemani Anda saat bertemu dengan saya? Apakah memang begitu strategi licik dari perusahaan kalian, membawa perempuan muda yang cantik dan seksi untuk menggoda klien dan membuat klien setuju dengan ide yang diajukan?"

Galih sontak saja berdiri dan menatap klien dengan ekspresi mengerikan. "Kalau memang begitu pandangan Bapak terhadap perusahaan kami. Lebih baik kami pergi dari sini. Anda bisa membatalkan kontrak kerja sama dengan perusahaan kami setelah ini. Jangan lupa, saya akan mengadukan apa yang terjadi hari ini kepada atasan saya. Terima kasih."

Galih langsung menyeret Dara pergi setelah mengambil semua berkas yang mereka bawa untuk rapat dengan klien siang ini. Wajah pria itu terlihat datar, tatapannya dingin, dan giginya mulai bergemeletuk saat dia melihat mobilnya di parkiran.

"Apa dia selalu begitu saat kalian bertemu?" tanya Galih tiba-tiba setelah mereka berhenti, berada tepat di depan mobil milik Galih yang diparkir dengan rapi.

Dara tersenyum tipis. "Ya."

"Kenapa kamu tidak mengadukan hal seperti itu pada saya, Dara?! Dia melecehkanmu melalui tatapan matanya. Kamu mengerti itu, lalu kenapa kamu tidak mengadukan hal seperti itu pada saya?!"

"Karena Bapak orang baru." Dara mendesah panjang. "Sebelumnya saya sudah pernah membicarakannya dengan Pak Arif, bos kami sebelumnya. Dia mengatakan jika semua itu hal yang biasa dan menyuruh saya untuk diam saja. Lalu, apa yang harus saya lakukan, kalau atasan sudah menyuruh saya untuk diam dan meminta saya memastikan, bahwa perusahaan harus mendapatkan proyek kerja sama dengan orang seperti itu?"

Galih tak kuasa mengumpat. Dara hanya memejamkan mata, menghela napas dengan berat, lalu kembali bicara, "Masalah kita di sini sudah selesai. Saya ingin pamit untuk mengambil motor saya yang berada di bengkel," katanya meminta izin.

Galih yang semula membuka mulutnya, langsung menutup mulutnya kembali. Dia menghela napas, lalu bicara dengan tenang, "Mari saya antar!" tawarnya.

"Tidak perlu, Pak. Saya bisa naik taksi. Bapak tidak akan nyasar, walau pulang sendiri tanpa saya antar, kan?"

Galih terdiam, mulutnya terkatup rapat. Sedangkan Dara menunduk hormat sebelum meninggalkan mantan pacarnya itu tetap di sana.

Benar ... mereka datang bersama siang ini karena Galih mengaku tidak tahu arah mana yang harus mereka lewati. Namun, untuk kembali, pria itu jelas-jelas tahu jalan mana yang harus ia lalui.

Karena Galih adalah orang yang cerdas. Dia pasti bisa mengingat jalan mana yang telah ia lalui, walaupun dia baru melewatinya sekali.
_

___

Lama nggak update 😭😭😭

Dear, Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang