DARA keluar dari ruangan Galih dengan keadaan berantakan. Dia hanya membasuh wajah dengan air di kamar mandi sekenanya. Kelopak matanya terlihat bengkak dan matanya terlihat merah. Wajahnya juga tampak merah sampai ke telinga-telinganya.
Penampilannya membuat semua teman-temannya langsung menatapnya curiga.
"Ra, lo abis diapain aja sama Pak Bos?" Dira langsung bertanya, raut wajahnya menunjukkan jika dia khawatir pada sahabatnya.
"Lo nggak habis ditunggangi sama dia di ruangannya, kan?"
"Hah?!"
Pertanyaan itu sontak saja membuat semua orang menoleh dan memelototi Agus, sang tersangka yang punya mulut tidak disaring sebelumnya.
"Lo ngomong apa sih, Gus? Mana mungkin mereka sampai kayak gitu di sana? Pagi-pagi juga, otak lo udah jelek aja!" Farhan langsung memukul bahu teman kantornya yang kadang menjadi sangat tidak waras itu.
"Penampilan si Dara lo liat lah, Han! Acak-acakan kayak gitu, kayak abis diperkosa tahu!" selorohnya tanpa mengerem mulutnya sedikit pun.
Dara langsung bergidik ngeri mendengar kata-kata Agus. Dalam hati dia ingin menabok mulut teman kantornya sampai lebam. "Mentang-mentang yang bentar lagi mau nikah, mulutnya makin menjadi-jadi aja," cibirnya.
Dira yang merasa kata-kata Dara berkaitan dengannya langsung menyiku lengan Dara. "Maksud lo apa dengan ngomong kayak gitu?"
"Maksud gue ya gitu ...." Dara berdeham pelan, tampak salah tingkah lalu dia menatap Agus dengan ekspresi serius. "Syarat lamarannya udah siap belum, Gus?"
Agus menunjukkan jempolnya pada Dara. "Aman, tinggal bawa ke depan tuan putrinya doang!"
"Mantap tuh, langsung sat set banget mumpung dapat kesempatan!" Farhan tergelak.
Jelas saja Farhan terlihat semangat mendengar kabar persiapan Agus yang sudah selesai. Itu berarti Agus bisa menyanggupi semua syarat yang diajukan Dira dan mereka pasti akan menikah secepatnya.
Sudah sejak lama, Agus memang ngebet pengen kawin. Agus sering curhat padanya, selain karena Farhan sudah menikah di antara mereka berempat, juga karena Farhan sama-sama seorang pria.
Agus memang naksir pada Dara, karena dia pikir, Dara tipe cewek yang mudah membuka diri dan menerima pinangan kekasihnya. Apalagi Dara tidak pernah neko-neko dan hal itu yang membuat Agus semakin semangat mengejarnya.
Namun nyatanya, Dara lebih sulit ditaklukan daripada kelihatannya. Agus berjuang, mengode secara terang-terangan, tapi tetap tidak ada jawaban. Padahal dia tidak jelek-jelek amat, dia juga terhitung sudah mapan, tapi tetap saja Dara tidak mau menerima dirinya.
Hingga Dira dengan mudahnya memberikan tantangan yang jelas bakal disanggupi oleh Agus bagaimanapun caranya.
Dira langsung memelototi mereka bertiga secara bergantian, lalu pandangannya kembali pada Dara. "Lo jangan coba-coba ngalihin pembicaraan ya, Ra? Lo abis diapain aja sama Pak Bos? Jangan bilang kalian beneran abis maksiat di sana?"
Dara langsung balik memelototinya. "Lo kira gue cewek apaan sampai iya-iya aja diajakin maksiat sama dia, hah?! Gue nggak abis ngapa-ngapain sama dia, cuma ngomong biasa aja."
"Alah yang bener?" Farhan langsung mencemooh Dara. "Kemaren aja gue liat lo lagi tiduran di sofa, terus Pak Bos ada di samping lo. Ya kali yang sampai kayak gitu cuma ngomong biasa?"
Dara balik memelototi Farhan dengan tatapan membunuh. "Bisa diem nggak sih, Om!"
Dira terkejut mendengar kabar panas itu. "Serius lo, Han? Kenapa nggak ngomong dari kemaren?" tanyanya dengan wajah sebal.
"Gue mikir yang kemarin itu cuma kebetulan aja. Eh, ternyata pagi-pagi gini mereka udah berduaan aja." Farhan bersiul pelan.
Dia terlihat sangat senang, karena ketiga teman kantornya sebentar lagi akan segera memasuki pelaminan. Jadi bukan dia seorang yang sudah menikah di antara mereka.
"Jadi, udah balikan lo sama dia?" Agus bertanya dengan raut wajah kepo maksimal.
Agus sebenarnya merasa sedikit sakit hati saat tahu Dara memiliki hubungan dengan bos mereka. Bertahun-tahun dia berjuang untuk mendapatkan Dara, tapi Dara lebih memilih kembali pada mantan pacarnya.
Akan tetapi, Dara yang tidak pernah sedikit pun memberikan harapan padanya sedikit membuat Agus merasa lega. Setidaknya, Dara tidak pernah mempermainkan Agus sebelumnya.
"Palingan udah balikan tuh mereka! Soalnya aura Pak Bos dari kemaren kelihatan kayak orang lagi kasmaran," timpal Dira, sambil tersenyum menggoda.
"Idih sok tahu!" cibir Dara. "Gue belum balikan sama dia, cuma saling terbuka dan cerita biasa aja, terus ya gitu, deh."
"Cerita soal masa lalu kalian?" Farhan menatap Dara bingung.
Dara mengangguk. "Iya."
"Jangan bilang lo berdua putusnya karena salah paham lagi?" Agus menatapnya dengan wajah penasaran tingkat tinggi.
"Dibilang karena LDR doang, gue nggak mau LDR sama dia." Dara melengos. "Udahlah, gue mau lanjut kerja. Besok senin udah nggak masuk soalnya."
"Jadi berangkat lo? Udah dapat izinnya?" Dira menatapnya penasaran.
Dara mengangguk.
"Lo jadi cium dia?"
Dara langsung memelototinya. "Gue masih waras!"
Dira tergelak, padahal dia kira minimal Dara bakalan nyosor lebih dulu, biar dia mendapat izin Galih yang sejujurnya seperti sengaja mau mempersulit cuti Dara tahun ini.
Sedangkan Dara mengumpat dalam hatinya. Dia memang tidak mencium Galih, tapi Galih yang menyosornya kemarin dan barusan. Oleh sebab itu, selain wajah yang berantakan karena habis menangis, wajah dan telinganya juga memerah saat meninggalkan ruangan Galih.
Pria itu menciumnya, tidak seperti kemarin yang hanya sekadar menempel saja, ciuman itu lebih tinggi tingkat intensitasnya.
Mereka kembali bekerja, hingga beberapa saat kemudian Galih keluar dari ruangan dan mendekat ke arah Dara.
"Nanti pulangnya bareng saya," katanya secara tiba-tiba.
"Hah?" Dara menatapnya syok.
"Kita konvoi naik motor. Saya pengen tahu di mana rumah kamu," kata Galih secara terang-terangan yang membuat tiga teman Dara langsung tersedak ludahnya masing-masing.
Buset, frontal banget si Pak Bos! batin Dira, yang diam-diam memperhatikan mereka.
Setelah tahu di mana rumahnya, langsung dilamar itu kayaknya. Farhan tergelak di dalam hatinya.
Seenggaknya pengertian dikit sama gue, kek! Udah patah hati, tambah dipanas-panasin lagi. Untung bentar lagi gue mau kawin! Agus tampak misuh-misuh di tempat duduknya.
"Emang mau ngapain kalau Bapak tahu di mana rumah saya?" Dara menatap Galih dengan tatapan bingung.
"Mau kenalan sama ibu dan adik kamu, sebelum beliau balik kampung, saya nggak tahu kapan bisa ketemu lagi sama mereka, kan?" Galih menatap Dara dengan tatapan serius.
Dara langsung jiper sendiri melihat tatapan matanya. "Oh, oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mantan!
عاطفيةAndara Prameswari tidak pernah membayangkan akan bertemu kembali dengan mantannya di SMA. Apalagi dalam posisi sebagai seorang atasan dan bawahan. Aji yang dulunya kurus kerempeng dengan tinggi menjulang, terlihat ngenes dan menyedihkan, kini menjel...