OLIVIA 10

1.4K 33 14
                                    

HAPPY READING!!!

AND!!!

ENJOY!!!

•••

Sesampainya di meja makan Fika mendapatkan tatapan tajam dari Feli dan Mama Nadya. Tiba - tiba suasana meja makan menjadi hening karena kehadiran Fika dan Skala.

"Lah, lo ngapain ke sini?" Tanya Feli dengan muka judesnya itu.

Fika hanya mampu menunduk, karena tidak kuasa melihat tatapan tajam dari keluarga Skala ini.

"Skala, kamu ngapain ngajak dia ke sini? Astaga kamu pagi - pagi udah bikin kepala mama pusing." Ucap Mama Nadya dengan mendelik tajam.

Skala pun berusaha untuk tidak berkata kasar kepada keluarganya yang selalu menyudutkannya. Dirinya juga bingung dengan situasi seperti ini. Di satu sisi Fika adalah tanggung jawabnya. Sementara di sisi lain ada keluarga yang harus dirinya bahagiakan.

"Ma, please jangan bikin keributan. Fika sekarang juga udah jadi bagian dari keluarga ini. Kasihan dia Ma, aku harap Mama paham dengan keadaan dan situasi saat ini." Ucap Skala dengan pelan. Skala pun memberikan tatapan memohon kepada Mamanya.

Kini di meja makan ini, ada Papa Friman, Mama Nadya, dan juga Feli. Sementara Andin masih berada di atas.

"Berani sekali kamu berkata seperti itu dengan mama!! Mau jadi jagoan kamu Skala hah? Sampai kapan pun mama gak akan sudi anggap dia seperti keluarga. Ngimpi kamu jangan ketinggian!! Mending sekarang suruh dia makan di dapur aja!!" Perintah Mama Nadya mutlak yang tidak bisa di ganggu.

Feli pun yang mulai jengah dengan keadaan ini akhirnya angkat bicara. Dan perihal rencananya yang gagal tadi, Feli sudah mengetahuinya. Karena dapat di lihat dengan jelas keadaan Fika yang masih baik - baik saja.

"Sialan gagal lagi rencananya, pasti sekarang Kak Andin lagi marah - marah." Batin Feli yang menggeram dengan kesal.

"Heh upik abu, mending lo turutin aja perintah Mama gue. Udah tau kehadiran lo itu enggak di inginkan di rumah ini, tapi tetep aja maksa. Pagi - pagi udah bikin keributan." Ucap Feli dengan jengah.

"Duh, jangan berasa seperti tuan putri ya lo. Bangun siang, baru turun langsung sarapan, enggak bantuin apapun di rumah ini. Jangan kira di sini itu gratis ya Fika. Seharusnya lo masih punya urat malu. Gak malu lo sama Mama hah? Mama aja pagi - pagi udah bangun nyiapin sarapan, padahal ada bibi. Tapi Mama tetep ingin yang terbaik untuk keluarganya. Cepet - cepet sadar diri deh lo." Lanjut ucapan Feli dengan kata - kata menusuk tidak lupa tatapan mata tajamnya itu yang siap untuk menerkam Fika.

Sementara itu Fika hanya bisa menguatkan dirinya agar tidak menangis di depan mereka. Sakit sekali hati Fika mendapatkan kata - kata yang menyakitkan seperti ini. Namun Fika tidak ada pilihan lain untuk sekedar tunduk seperti ini.

"Untuk semuanya, Fika bener - bener minta maaf. Lain kali Fika gak akan ganggu kalian, dan buat keributan pagi - pagi seperti ini. Sekali lagi Fika minta maaf, dan berusaha lebih baik lagi." Ucapnya dengan suara yang bergetar hebat menahan tangis.

"Gak usah drama pagi - pagi bisa?" Tanya Feli dengan kesal.

"Fika, perlu saya ingatkan dan tekankan lagi ya ke kamu. Kali saya menampung kamu di sini tidak cuma - cuma. Setidaknya jika kamu memiliki urat malu, coba bantu - bantu. Jangan cuman diem saja seperti tuan putri. Skala memang anak saya, tetapi kamu bukan menantu saya." Ucap Mama Nadya lagi.

Dadanya sesak, kepalanya pusing. Dan matanya pun menahan air mata, semua rasanya seperti mati rasa. Sangat sulit untuk mendeskripsikan diri Fika saat ini, namun Fika tetap yakin dan percaya jika kebahagiannya akan datang kepada dirinya. Entah itu saat ini atau pun nanti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OLIVIA AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang